"Bara adalah kakakmu."
Titania memejamkan matanya menikmati perasaan aneh yang menjalar di hatinya, entah kenapa hal ini membuatnya berada di posisi sulit. Percayalah, ia tidak lagi memiliki perasaan untuk Bara. Hanya saja, kenapa harus Bara?
"Besok kalau kamu mau, akan Ayah temukan dengan Bara. Agar kalian sama-sama tahu, Bara sudah tahu hal ini."
Titania sudah cukup dewasa untuk memahami ini semua, ia tidak siap jika harus dipertemukan bersama dengan Bara. "Tita terima ini semua kok, Yah. Lagian apa pun alasannya hal itu emang sudah terjadi kan? Tapi untuk bertemu dengan Bara, aku belum bisa."
"Tapi-"
Tere mencegah suaminya untuk memaksa putrinya, wanita paruh baya itu menggeleng perlahan. Setelahnya, Tere menatap putrinya dengan lembut seolah-olah memberi tahu bahwa semua akan baik-baik saja. "Mama yakin cepat atau lambat kamu akan mau menerima semuanya," katanya.
Titania mengangguk kecil.
Gadis itu mendengarkan cerita dari ibunya, yang mana mengatakan bahwa ibunya dan ayah menikah terlebih dahulu sebelum ayahnya menikahi ibu dari orang yang bernama Bara. Saat itu, kondisi Tere belum bisa dipastikan bisa hamil dalam waktu dekat.
Tere ikhlas jika suami yang sangat disayanginya menikah lagi untuk mendapatkan keturunan, karena selain desakan dari keluarga wanita itu juga kasihan terhadap suaminya yang benar-benar menginginkan seorang anak. Hanya saja Tuhan seakan mempermainkan takdirnya, Tere dikabarkan hamil ketika suaminya sudah menikah dan bahkan istrinya sedang mengandung selama 3 bulan.
Patah hati terberat Tere saat itu, entah kenapa Tuhan seperti mempermainkannya. Rasa tidak ikhlas mulai menggerogoti hatinya, rasa sakit karena ia merasa tidak diperlakukan adil oleh suaminya. Hanya saja ini adalah keputusannya, begitu istri kedua Radit melahirkan. Pria itu kembali lagi pada Tere, membuat wanita itu bahagia luar biasa.
"Makanya, wajar kalau ada orang yang bilang kalau ibu ini perebut suami orang. Kamu lahir tiga bulan setelah istri kedua ayah kamu melahirkan," kata Tere dengan senyumannya.
Titania menghela napas dan mengangguk kecil, gadis itu mulai mengerti segala hal yang terjadi pada hidupnya. Bara menganggap ibunya pelakor, nyatanya? Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. "Lalu, bagaimana dengan sekarang?"
"Ayah sudah bercerai."
Titania terkejut.
"Kenapa?"
***
Setelah mendapati kenyataan yang cukup mengejutkan, Titania hanya termenung di kamarnya. Kepulangan ayah dan ibunya benar-benar mengejutkannya, mereka sibuk mengurus ini itu agar masalah ini cepat selesai. Titania mengusap wajahnya pelan, kenapa bisa seperti ini?
Dalam benaknya terbesit sebuah pertanyaan, apakah Bara berubah dan seakan membencinya karena ini? Titania berusaha mengeluarkan pikirannya, ia tidak ingin terbebani dengan pikiran yang membuat beban di hatinya semakin berat.
Drttt...
Gadis itu beranjak mengambil ponsel yang bergetar di atas nakas, setelahnya ia kembali lagi duduk di sofa panjang yang ada di kamarnya. Ia membuka pesan dari Alvaro, entah kenapa membaca nama dari sang pengirim membuat hatinya menghangat.
Ta, udah tidur?
Gadis itu segera membalas pesan dari Alvaro dengan cepat, mungkin jika ia membuat online shop pembeli akan sangat senang karena dia yang fast respons. Entahlah, ia bingung dengan hatinya kenapa sangat mudah sekali menggantikan seseorang yang sudah bertahun-tahun lamanya berada di hatinya.
Ta, besok aku jemput ya?
Gadis itu menahan senyumannya dan membalas dengan kata 'iya. Mungkin memberi kesempatan pada hatinya untuk membuka pintu kembali lebih baik dari pada ia pusing memikirkan Bara yang ternyata adalah kakak tirinya.
Gadis itu sedikit berpikir, mungkin orang-orang akan men- judge dirinya tentang kembalinya sosok ayah yang mana dulu pernah pergi meninggalkan diri dan ibunya. Ia bukannya tidak marah, ia hanya sedang menjadi sosok yang mengalah karena demi apa pun ia bahagia melihat senyuman ibunya.
Setiap anak mendambakan sebuah keluarga yang utuh, ia hanya menginginkan hal itu. Ia sama sekali tidak membenci ayahnya, karena selama ini pun ia merasa diinginkan baik di keluarga ayah maupun ibunya. Mereka semua baik terhadapnya, jadi tidak ada alasan untuk membenci sosok ayah dalam hidupnya.
Dirinya memang sempat syok mendapati ayahnya memiliki wanita lain selain ibunya, hanya saja setelah mendengar penjelasan yang menurutnya cukup masuk akal membuatnya mengerti. Gadis itu menatap pesan dari Alvaro yang masih belum ia balas.
Besok gue mau ngomong sesuatu sama lo.
Titania yang memang sudah sangat mengantuk pun hanya mengiyakan ucapan Alvaro, tak lupa ia berpamitan pada cowok itu dan segera pergi ke tempat tidur untuk segera memejamkan matanya. Ia butuh istirahat, ia butuh menjernihkan pikirannya.
***
"Gue suka sama lo."
Titania menatap Alvaro dengan wajah yang tidak percaya, karena meskipun ia beberapa kali terbawa perasaan dengan ucapan Alvaro yang memberi kesan bahwa cowok itu menyukainya ia tetap masih belum percaya. Ia takut Alvaro akan mempermainkannya, itu saja.
"Tapi gue nggak maksa kok kalau lo nggak mau jadi pacar gue, yang penting sekarang lo tahu kalau gue suka sama lo," katanya dengan suara ceria, entah kenapa Alvaro mengatakan itu seperti tanpa beban. Sedangkan, Titania sibuk dengan jantungnya yang mulai menggila mendengar setiap ucapan yang diucapkan oleh Alvaro.
"Gue nggak maksa lo buat jadi cewek gue kok, tenang aja. Gue nggak mau lo terbebani, lagi pula selesaikan dulu masalah lo sama mantan lo itu."
Titania yang mendengar hal itu pun menghela napas berat. "Lagian gue sama Bara emang udah nggak ada hubungan apa-apa kok, dan jujur aja semenjak kenal lo gue jadi lupa sama anak kecil yang perhatian bernama bara."
Titania mengatakan itu dengan membayangkan sosok kecil yang selalu menenangkan di kala dirinya sedang sedih. "Bara sekarang nggak sebaik bara dulu," katanya masih dengan senyumannya.
Alvaro tampak tersenyum misterius.
"Kalau lo mau tahu, gue Bara kecil."
Titania menatap Alvaro dengan tatapan bertanyanya, tidak mungkin seseorang mengganti namanya hanya untuk membohongi Titania? Mata gadis itu berkerut, terlihat bingung dengan ini semua. "Maksudnya?"
Bara adalah satu-satunya orang yang mau menghibur dirinya saat masih kecil, dan apa sekarang? Kenapa Alvaro mengaku bahwa dirinya adalah Bara Kecil?
"Gue emang Bara kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Novela Juvenil- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...