Alvaro memperhatikan gerak-gerik Titania yang sedang melipat jas laboratorium yang sudah selesai ia pakai, sampai saat ini gadis itu masih tidak mau jujur dan memberitahu siapa pemilik jas laboratorium itu. Meskipun sebenarnya Alvaro sudah tahu, ia hanya menginginkan kejujuran Titania.
"Kamu mau ke mana?"
"Al, panggilannya bisa lo gue aja nggak? Gue belum terlalu nyaman sama panggilan aku kamu," kata Titania setelah selesai melipat jas, gadis itu duduk di kursi. Sementara Alvaro yang mendengar perkataan Titania pun mengangguk saja.
"Gue mau ke kantin," katanya.
Alvaro mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukkan pukul dua belas kurang enam belas menit. "Mau gue antar?" tanyanya membuat Titania membulatkan matanya, jelas sekali gadis itu akan mengembalikan jas itu kepada pemiliknya.
"Emm, nggak usah. Gue mau beli minum doang kok, lo mau nitip apa gitu?" katanya yang dijawab gelengan ringan oleh Alvaro. "Gue ke kantin dulu ya," pamitnya.
Alvaro mengangguk. "Jasnya kok dibawa?"
Pertanyaan darinya membuat Titania menghentikan langkahnya dan menoleh, senyuman terbit di bibir gadis itu membuat Alvaro ikut tersenyum.
"Iya, mau sekalian dibalikin."
Alvaro kemudian mengangguk dan memperhatikan punggung gadis itu yang mulai mengecil dan hilang dari pandangannya saat keluar dari pintu. Alvaro bangkit dan berjalan mengikuti langkah Titania dengan hati-hati, ia tidak mau gadis itu tahu keberadaannya.
Alvaro memperhatikan Titania yang sedang menunggu di depan kelas Bara, tidak lama kemudian seseorang yang ia duga benar-benar keluar dari ruangan itu. Hati Alvaro sedikit panas melihat interaksi antara Titania dan Bara.
Setelah selesai, tampak Titania berbalik meninggalkan kelas itu hanya saja tatapannya terpaku menatap lurus ke arah mata Alvaro yang sedang menatapnya dengan nafas yang memburu. Alvaro segera melangkah kembali ke kelasnya dengan Titania mengejarnya.
"Al!"
"Alvaro!"
"Al!"
Alvaro masih teguh pada hatinya, ia akan mendiamkan Titania hingga gadis itu menjelaskan dengan gamblang apa yang terjadi sebenarnya. Titania mengejar Alvaro hingga di depan ruang musik, ruangan yang sangat jarang dilewati orang.
Langkah Alvaro terhenti saat Titania berhasil mencekal lengan tangannya, cowok itu masih diam di tempatnya dengan wajah datarnya. Titania melangkah hingga mereka saling berhadapan, Alvaro hanya diam saja.
"Gue nggak ada maksud apa-apa."
Ucapan Titania benar-benar tidak pernah berpengaruh padanya, Alvaro hanya diam menatap lurus ke depan dengan tatapan tajam. "Nggak usah jelasih apa-apa, Ta. Kalau akhirnya lo bakalan balik lagi sama dia," katanya membuat Titania menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nggak, nggak gitu. Gue nggak ada maksud apa-apa, gue cuma nyari jas dan dia nawarin ke gue. Gue nggak sengaja datang ke dia buat pinjem, tapi gue emang lagi butuh jas itu dia nawarin. Lo ngerti kan maksud aku?"
Alvaro hanya diam menyusuri manik mata Titania yang terlihat sangat bersalah, tangan mereka masih bertaut satu sama lain. "Apa ini juga alasan yang buat lo nggak mau pakai aku-kamu? Lo takut Bara marah karena hal ini," katanya
Titania gelagapan, ini tidak tahu jika Alvaro akan semarah ini padanya. "Itu nggak ada kaitannya sama Bara, Al. Percaya deh," katanya membuat Alvaro berdecap ringan.
"Percaya? Apa yang harus gue percaya kalau hal sekecil ini aja lo nggak cerita? Dan terkesan ditutup-tutupi."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Teen Fiction- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...