Mereka sampai di rumah pukul empat sore, Titania tampak bahagia sementara Alvaro yang senang melihat kekasihnya bahagia. Setelah sampai, Titania turun dan tersenyum manis pada Alvaro.
"Terima kasih ya," katanya dengan semangat.
Alvaro mengangguk dan tersenyum. "Iya, ini buat mama kamu ya. Salam buat mama, aku pamit dulu. Dadah," kata Alvaro dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Titania.
Titania membawa oleh-oleh dari Alvaro, gadis itu segera melangkah masuk ke dalam rumahnya. Rumahnya sangat sepi dan Titania menaruh oleh-oleh di atas meja.
Gadis itu segera melangkah ke atas, ia harus segera membersihkan diri. Gadis itu tersenyum manis membayangkan dirinya digendong Alvaro, hal itu memang benar-benar terjadi.
Dan ia merasa sangat bahagia!
Gadis itu mulai membersihkan dirinya mulai dari rambut hingga kakinya. Ia harus merasa segar hari ini, aktivitas tadi cukup melelahkan hanya saja membuat dirinya bahagia.
Lima belas menit kemudian, gadis itu selesai dengan acara bersih-bersihnya dan segera melangkah keluar dari kamar mandi. Ia mengambil baju yang ada di lemari dan memakainya.
Baju rumahan yang membuatnya nyaman, setelah selesai ia segera mengambil hair dryer dan mengeringkan rambutnya.
"Non, sudah pulang?"
Bunyi ketukan pintu disertai pertanyaan dari bibi membuat Titania segera beranjak dan membuka pintu. "Sudah, Bi."
"Kata ibu, kalau Non sudah pulang harus makan."
Titania tersenyum kecil. "Aku sudah makan kok, Bi. Mama ke mana emang?"
"Ibu lagi ke rumah nenek, Non. Non teh nggak mau nyusul?" kata Bibi.
Titania menggeleng, tadi ia sempat membuka pesan dari ibunya dan ibunya mewanti-wanti agar dirinya tidak perlu menyusul ke rumah nenek.
***
Titania yang tadinya merasa sangat bahagia mendadak terdiam tanpa senyuman di wajahnya. Baru beberapa jam lalu Alvaro membuatnya bahagia seperti di awang-awang dan sekarang seperti dijatuhkan ke dalam jurang terdalam.
Raina.
Gadis itu menemui Titania yang masih terdiam kaku di tempatnya, sementara Raina sudah sibuk mengusap wajahnya yang di penuhi air mata. Jika kalian bertanya apakah Titania iba, ia tidak sama sekali.
Dia yang lebih menyedihkan dari siapa pun, ia tidak pernah tahu sebelumnya bahwa Alvaro memiliki kekasih sebelum cowok itu pindah sekolah.
"Gue pacaran sama Alvaro sudah lama," kata gadis itu lagi.
Jantung Titania seperti ditikam, ia bingung harus bereaksi seperti apa. Ia juga tidak pernah tahu jika Alvaro memiliki kekasih. Bibir Titania hendak mengatakan sesuatu, hanya saja tertahan di tenggorokannya.
"Dan lo merusak semuanya," kata Raina lagi.
Titania hanya bisa bernapas, ia tidak bisa menyuarakan pikirannya hingga seseorang mendatanginya. Hatinya yang sudah retak kini hancur berantakan melihat kedatangan ibunda dari Alvaro.
"Jauhi anak saya," kata Bunda Elena.
Rasa panas menjalar ke wajahnya, entah kenapa hal ini membuat dirinya ingin menangis. "Tapi-"
"Kamu seharusnya tahu, Alvaro sudah memiliki kekasih. Kamu jangan menjadi perusak hubungan orang lain dong," kata Bunda Elena lagi membuat air mata Titania tidak dapat dibendung.
Gadis itu mengangguk. "Yah, kalau Tante mau saya jauhi Alvaro. Saya akan jauhi dia, Tan."
Setelah itu ia benar-benar tidak mendengarkan ucapan ibunda Alvaro, jadi benar kan selama ini yang ia duga? Raina adalah orang yang tengah berhubungan dengan Alvaro, jadi selama ini ia hanya menunda perpisahan?
Di saat dirinya baru bahagia karena memang dibuat bahagia oleh Alvaro, kini dirinya merasakan sakit berkali-kali dari sebelumnya. Rasa sakit dari Bara tidak sebanding dari sakit ini, apakah selama ini ia terlalu berharap banyak pada Alvaro?
Alvaro mengirimnya pesan dan menanyakan apakah di bahagia hari ini, Titania yang melihat hal itu hanya bisa diam saja. Mungkin jika cowok itu bertanya sebelum Raina dan Bundanya mendatanginya akan ia jawab ia amat sangat bahagia.
"Ya sudah, seperti kamu paham maksud saya. Saya tidak mau anak saya berhubungan dengan anak dari orang yang suka menikah lagi, bisa saja kamu meninggalkan anak saya dan menikah lagi sama seperti ayahmu. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi," kata Elena dengan lancar.
Begitu ya?
***
Alvaro bingung dengan perbedaan Titania yang tiba-tiba berubah drastis, tadi gadis itu masih baik-baik saja padanya. Tetapi, sekarang- pesannya saja hanya dibaca tanpa berniat dibalas.
Padahal statusnya online.
Alvaro keluar dan mendapati ibunya serta gadis itu baru pulang. Alvaro memicingkan matanya curiga dan menghampiri bundanya. "Bunda habis dari mana?"
"Nggak, Bunda nggak habis dari mana-mana."
Alvaro semakin curiga saat Bundanya mengelak pertanyaannya. Bundanya berpamitan untuk pergi ke kamar dan meninggalkannya bersama dengan Raina.
"Lo dari mana?"
"Aku habis ke kafe."
Alvaro mengangguk sekilas. "Ke kafe? Ngapain?"
Raina tidak menjawab, gadis itu hanya diam saja seolah-olah Alvaro tidak pernah bertanya padanya. Raina menunduk takut membuat Alvaro berdecak malas.
"Gue nanya!"
"Gue habis makan," jawab Raina bohong.
Alvaro segera pergi dari sana membuat Raina menghembuskan napas lega, ia tidak perlu berbohong lebih parah dari ini kan? Alvaro beberapa kali menghubungi gadis itu yang tidak kunjung diangkat.
Sudah beberapa kali ia menghubungi Titania dan tidak membuahkan hasil. Ia menghela napas dan segera mencoba kembali.
Kali ini panggilannya diangkat, hanya saja suara di seberang sana membuat emosi yang ada di dirinya melonjak naik.
"Lo siapa?"
"Bara."
"Lo ngapain pegang hapenya Titania?! Titania mana?!" tanya Alvaro dengan nada tidak bersahabat membuat cowok yang ada di seberang sana terkekeh geli.
"Sini di samping minimarket dekat rumah Titania. Cewek lo lagi galau kayaknya."
Alvaro dengan segera mematikan telepon dan segera mengambil kunci motonya. Ia harus segera melihat keadaan Titania, hanya saja ibunya menghalangi dirinya pergi.
"Sekarang kamu tidur, besok sekolah."
"Bun, aku cuma sebentar!"
Bundanya menatap tajam membuat Alvaro mengacak rambutnya frustrasi. "Kenapa sih akhir-akhir ini Bunda ngelarang aku ini itu?!" tanyanya dengan lelah.
Ia jengkel sebab Titania tidak membalas pesannya, ia juga kesal saat panggilannya yang mengangkat adalah Bara bukan Titania dan ia pun merasa marah karena dilarang ibunya.
"Kamu belajar sama Raina gih."
"Raina, Raina, Raina aja terus Bun! Aku capek tahu nggak?!" kata Alvaro dengan nada keras, cowok itu segera menaruh kunci mobil di atas meja yang ada di depan tembok dengan kasar. "Bunda puas?!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Teen Fiction- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...