05. Troublemaker

865 74 0
                                    

Jam pelajaran pertama dimulai dengan pemberian tugas dari guru yang berhalangan untuk masuk, dan Titania bertugas untuk mengumpulkan tugas-tugas itu tepat pukul 09.00 WIB. Jika lebih dari jam yang ditentukan, maka dianggap tidak mengumpulkan. Dan sekarang mereka masih leyeh-leyeh di belakang kelas, sama halnya seperti Gio dan Rafael.

Entah terkena setan apa, Titania berusaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru tersebut. Bersama Ria tentu saja, gadis itu pintar dan Titania mengakui hal itu. Kursinya ia hadapkan ke belakang agar bisa berhadapan dengan Ria. "Ajarin gue ya, Riyaa?" ujarnya dengan cengiran khasnya.

Ria mengangguk senang. "Aku yakin kamu bisa kok, lagian aku aja bisa masa kamu enggak."

Perkataan Ria membuat Titania mengernyit heran, gadis pintar macam Ria percaya padanya? Dirinya saja tidak percaya bisa mengerjakan soal fisika itu, bagaimana Ria bisa mempercayainya?

"Nggak lah, gue kan bego."

"Kata siapa, tuh anak baru aja udah bisa ngerjain. Kamu nggak minta diajarin sama dia?" katanya membuat Titania melirik cowok di sampingnya yang sedang menulis jawaban di atas kertas.

Titania terdiam sesaat, dan hal itu disadari Alvaro. Cowok tampan itu melirik ke arah Titania yang tengah menatapnya, tatapan mereka beradu membuat keduanya sama-sama terdiam.

"Astaghfirullah, dosa!"

Pekikan Rafael membuat Titania dan Alvaro tersadar dan melirik ke arah sumber suara. Rafael meringis kecil dan menunjukkan deretan giginya yang sama sekali tidak lucu, malahan membuat Titania ingin menabok wajahnya.

Apa Titania marah karena acara tatap-tatapannya diganggu oleh Rafael?! Tentu saja tidak! Gadis itu mendengus kesal karena Alvaro menertawakannya, benar-benar menyebalkan bukan? "Apa sih lo lihatin gue mulu," ujar Titania kesal membuat Alvaro terkekeh geli.

"Mau gue ajarin nggak?"

Titania melengos. "Nggak perlu, aku minta diajari sama Ria aja."

"Ya udah, kalau butuh bantuan bilang aja ya. Oh iya, ini tugas gue. Nanti kumpulin ya," katanya dengan santai. "Jangan kasih tahu siapa-siapa, gue nggak mau mereka nyontek punya gue."

"Pelit banget sih," gumam Titania.

Alvaro memundurkan kursinya dan melihat Titania yang sedang menggumamkan sesuatu yang tentu saja didengarnya. "Pelit? Bukannya gue udah bilang kalau mau bantuan gue bilang aja?" katanya dengan alis yang terangkat.

Seseorang menghampiri mereka. "Bisa bantuin gue nggak? Gue nggak paham sama materi ini," katanya dengan nada seperti anak kecil. Titania yang mendengarnya hanya mengernyit jijik, sedangkan Alvaro langsung menoleh ke arah Tita.

"Lo bisa kan bantuin dia? Gue sibuk," kata Alvaro dingin.

Dan itu membuat Titania mengangkat sebelah alisnya, serta hampir ingin tertawa melihat ekspresi malu gadis itu.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, dan kelas Titania masih bersantai. Titania pun masih bersantai meskipun dirinya yang ditugaskan untuk mengumpulkan tugas teman-temannya, biasanya juga dia tidak mengumpulkan alias ditinggal orang yang bertanggungjawab pada tugas itu.

Bagi Titania, itu sebuah hal yang biasa.

"Ya udah, nggak usah dikumpulin aja. Susah juga," kata Alvaro membuat Titania melirik sekilas dan melanjutkan aktivitasnya, biasanya juga tidak ada yang peduli kan?

Pasalnya mereka tidak mengumpulkan kepada Titania, mereka malah ke kantin dan tidak peduli kertas jawaban belum terkumpul. Pada dasarnya Titania yang tidak peduli apa-apa, gadis itu dengan segera mengambil tugasnya dan berniat mengumpulkan sendiri.

Seseorang memasuki kelas, pandangan Titania dan Alvaro teralihkan. "Titania dipanggil Bu Anna di lab komputer."

"Biar gue aja. Lo ke Bu Anna, lagian dari ruang guru ke lab komputer jauh."

"Gue yang disuruh, lo nggak usah sok pahlawan. Kalau nggak lengkap pasti dimarahi, lo nggak usah sok jago. Anak baru diam aja," kata Titania dengan kesal.

"Gue cuma nggak mau lo dimarahin!"

Titania yang terlanjur jengkel pun menatap Alvaro dengan tatapan kesalnya, berbeda dengan Alvaro yang menatapnya dengan tatapan lunak.

"Terserah lo deh!" kata Titania seraya memberikan kertas berisi jawaban dan diambil alih oleh Alvaro.

"Tenang aja, gue yang tanggung jawab."

Nyatanya, ucapan Alvaro satu jam yang lalu tidak membuat dirinya terbebas dari ancaman guru killer yang memberi tugas. Titania berdiri di depan kelas dan hal itu menjadi tontonan menarik bagi orang-orang yang membenci gadis itu.

"Kamu nggak kapok-kapok ya?!"

Titania hanya menunduk dalam-dalam, ia tahu ia salah karena tidak bertanggungjawab atas amanah yang diberikan. Tetapi, ia juga salah karena mempercayai Alvaro. Alvaro tidak ada di kelas, membuatnya menjadi tontonan dan bisik-bisik dari teman-teman satu kelasnya.

"Kamu tahu tidak?! Karena perbuatan kamu, teman-teman kamu tidak dapat nilai! Kamu malah enak-enakan di kantin, makan dan melupakan tugas kamu!"

"Kamu itu perempuan!"

Gadis itu hanya diam saja mendengar omelan dari guru, seseorang memasuki kelas membuat perhatian teralihkan. Alvaro membawa kertas dan segera menyalami tangan guru yang ada di sana.

"Maaf, Pak. Tadi saya mencari Bapak, dan ini tugas kami. Hanya Saya, Titania dan Ria yang mengumpulkan. Selain itu, nggak ada."

Guru tersebut mengangkat sebelah alisnya, "kenapa jadi kamu yang mengumpulkan? Saya memberi tanggung jawab untuk Titania, bukan kamu."

"Saya juga mengajukkan diri bertanggungjawab karena Titania dipanggil bu Anna," kata Alvaro masih dengan tenang.

Guru itu mendengus. "Kamu duduk! Dan Titania, silahkan tugas dari teman-teman kamu dikumpulkan sekarang juga!"

Titania menurut dan mengumpulkan tugas-tugas itu, setelah semua terkumpul Titania memberikannya kepada pak Indra. Pak Indra menimbang-nimbang kertas dan dengan seenak hati merobek semuanya.

Semua orang yang ada di kelas menatap tidak percaya.

***

Berakhirlah Titania di ruangan sejuk dengan beberapa guru yang menatapnya dengan tatapan tajam, gadis itu menghela nafasnya pelan. Sebenarnya ini bukan murni kesalahannya, ini kesalahan teman-temannya juga. Hanya saja gadis itu diam saja tidak bersuara, hingga sebuah helaan nafas dari seorang guru terdengar.

"Ibu sebenarnya sudah lelah menghadapi kamu, Ta. Ibu nggak ngerti lagi, kenapa masih ada guru yang mengeluh tingkah laku kamu? Bukannya kamu berjanji tidak bolos lagi? Sekarang masalahnya apa?"

"Nggak ngumpulin tepat waktu."

Bu Hanin menghela nafasnya pelan. "Pak Indra nyuruh kamu ngumpulin jam berapa?" tanyanya membuat perlahan Titania berani menatap gurunya.

"Sembilan."

"Kamu kumpulin jam berapa?"

"Saya dipanggil, Bu. Sama Bu Anna, Alvaro bilang sama saya biar dia aja yang ngumpulin. Posisinya, teman-teman kelas saya banyak yang belum ngumpulin. Aku kasih ke Alvaro, ternyata endingnya gini. Saya emang nggak pernah benar kok," kata Titania akhirnya.

Bu Hanin tersenyum tipis. "Kamu bisa berubah kalau mau, ya sudah nanti lain kali kalau dapat tanggung jawab langsung dikasihkan sama guru mapel. Berapa pun yang ngumpulin, kasih saja."

"Ibu yakin kamu bisa berubah, buktikan pada kami bahwa kamu bukan troublemaker. Ibu yakin kamu bisa," kata Bu Kinar.

Titania mengangguk mengerti.

***

[ 21 April 2021 ]

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang