15. Believe Me

496 50 2
                                    

Hari ini adalah hari pertama Titania menyandang gelar sebagai kekasih Alvaro Narendra, hampir satu sekolah tahu dan sebagian orang merasa iri dengan Titania karena mereka menganggap jika Titania sangat enak. Titania seperti orang yang tinggal pilih mau tipe cowok yang mana membuat para cewek di sekolahnya iri.

Saat ini Titania tengah berjalan berdampingan dengan Alvaro yang sepertinya sangat fokus dengan jalan di depannya, entah apa yang sedang dipikirkan cowok itu.

"Kenapa?" tanya Titania saat Alvaro menoleh ke arahnya, Alvaro mengangkat sebelah alisnya. Kenapa Titania tiba-tiba bertanya kenapa?

"Kenapa apanya?"

"Kenapa kok diam aja?" tanya Titania memberanikan diri, Alvaro mengangkat sebelah sudut bibirnya.

"Nggak kenapa-kenapa, emang kenapa?"

Alvaro kembali menatap ke depan seraya menunggu jawaban dari Titania, sayangnya gadis itu tidak kunjung memberikan jawaban membuat Alvaro menoleh ke samping. "Ta?"

"Nggak suka ya kayak gini? Ntar lagi nggak usah jemput gue deh, takutnya lo risih dilihatin orang satu sekolah," kata Titania membuat Alvaro mengangkat sebelah alisnya.

"Nggak juga, malah gue senang. Mereka akhirnya tahu kalau lo udah jadi pacar gue," kata Alvaro dengan bangga membuat semburat warna merah muda tercipta di pipi kanan dan kiri gadis itu.

Mereka melanjutkan perjalanan dan sampailah di kelas yang biasa mereka tempati sehari-hari. Di dalam kelas pun tidak kalah ramainya karena begitu Titania dan Alvaro masuk, semua tatapan mengarah padanya dan sorak sorai memenuhi kelas itu.

"Pajak jangan lupa."

"Uang keamanan."

"Alvaro kalau mau langgeng traktir kita semua!"

Alvaro tentu saja seolah menutup telinganya mengabaikan orang-orang yang berbicara padanya, ia lebih memilih untuk menatap tajam para gadis yang tengah menatap Titania dengan tatapan permusuhan. Seketika mereka diam melihat aura yang ada di sekitar Alvaro, Titania duduk di kursinya dengan nyaman begitu pun Alvaro.

Suasana di kelas mendadak sunyi, kemudian Rino yang memang tahu situasi pun mencairkannya dengan lawakannya. Setelah di rasa cukup, pria bertubuh besar itu memilih pergi dari kelas itu entah untuk ke mana.

Titania merasakan gelisah dalam hatinya, untuk pertama kalinya ia merasa takut jika orang-orang membenci dirinya karena ia telah menjadi kekasih dari Alvaro. Ia takut sesuatu terjadi ke depannya, tanpa sadar ia sedang ditatap oleh cowok itu membuat Titania terkejut begitu dirinya sadar.

"Jangan berpikir terlalu keras."

Titania mengangguk dan tersenyum, melihat senyuman Alvaro membuat hatinya tenang. Cowok itu pasti akan membelanya jika orang-orang membencinya, iya kan? Tentu saja iya, sekarang Titania adalah orang yang paling disayangi Alvaro setelah ibunya. Alvaro pasti akan membela Titania bagaimana pun caranya, dan itu sudah pasti.

***

Bara menutup pintu loker dengan kasar, ia benar-benar muak dengan semua hal yang ia dengar hari ini. Terutama kabar jika Alvaro sudah berhasil merebut hati Titania, jauh di lubuk hatinya ia sama sekali tidak terima dengan hal itu. Titania dulu begitu menyayanginya, dan kini gadis itu malah bersama dengan orang lain.

Bara tahu saat itu ia begitu kasar karena ia terlalu kesal dengan kenyataan yang seolah menamparnya, kenapa harus Titania? Titania adalah kekasihnya, dan di sisi lain seseorang yang mengaku sebagai ayahnya datang dan memberitahu jika ia dan Titania adalah kakak beradik.

Siapa yang tidak patah hati?

Bara patah hati, sebab seseorang yang paling ia sayangi adalah seseorang yang paling tidak bisa ia miliki. Ia patah hati, sebab orang yang ia sayangi adalah orang yang menjadi sumber sakit hati ibunya. Ia benci, ia benci kehidupannya yang begitu pahit. Kisah hidupnya terlalu rumit, hingga ia tidak bisa bangkit karena hal ini terlalu sulit.

Bara tenggelam dalam patah hati yang ia buat sendiri, cowok itu jatuh sejatuh-jatuhnya pada kubangan lara yang orang-orang terdekatnya ciptakan. Seharusnya ia tidak pernah mencintai Titania, dan harusnya Alvaro tidak menyuruhnya untuk menjaga gadis cantik yang berhasil merebut hatinya.

Harusnya ia menolak tatkala Alvaro memintanya untuk menjaga seseorang yang bernama Titania, harusnya ia tidak menerima sumber laranya seperti sekarang. Harusnya ia sudah berhasil bangkit dari kubangan permasalahan kehidupan orang tuanya yang sungguh dia sendiri pun butuh waktu lama untuk memahami.

Ia mencintai ibunya, di sisi lain ia juga mencintai Titania. Hanya saja takdir benar-benar mempermainkannya hingga ia sampai mencintai seseorang yang tidak akan pernah bisa ia miliki, bukankah takdir ini jahat?

"Bar! Ayo ke lapangan!"

Bara tersadar dari lamunannya dan mengangguk mendengar suara dari teman-temannya, ia segera melangkah menuju lapangan. Hanya saja ia menahan napasnya saat melihat Titania tengah bercanda dengan Alvaro, mereka tampak sangat bahagia. Bara menghembuskan napas panjang, ia menyayangi Titania tetapi di sisi lain ia begitu membenci keluarga gadis itu.

Tatapan mereka beradu, mata Titania masih sama hanya saja tatapannya sudah berbeda. Jika dulu manik mata indah itu menatapnya dengan tatapan sayang dan binar bahagia, berbeda dengan sekarang tatapan itu sudah berubah menjadi tatapan benci dan enggan untuk menatap lebih lama.

Untuk saat ini, gue benar-benar tidak bisa berdamai dengan apa pun.

***

Alvaro menutup mata Titania saat gadis itu tidak sengaja menatap mantan kekasihnya yang kebetulan lewat. Titania menatap Alvaro dengan bingung, cowok itu mendengus kecil. Ia tidak suka miliknya ditatap sebegitunya oleh orang lain, apalagi mantannya.

Itu tidak boleh.

"Jangan tatapan-tatapan sama dia, nanti lo ke inget kenangan lo sama dia. Ntar gue gimana?" ujar Alvaro dengan nada sedih membuat Titania tertawa pelan.

"Dia kan cuma masa lalu, masa lo takut sih."

Alvaro memudarkan senyumannya, cowok itu menghela napas panjang. "Dia pernah ada di hati lo, nggak menutup kemungkinan lo ingat semua kenangan tentang dia. Maaf gue bikin lo menderita dan bohong soal nama gue dulu, sekaligus gue minta maaf karena melibatkan Bara saat gue nggak bisa jagain lo."

"Yang lalu nggak usah diinget lagi, lagian salah gue yang terlalu percaya sama orang. Sama kayak sekarang, gue percaya sama lo walaupun gue nggak tahu kebenaran apa yang lagi lo sembunyikan di belakang gue."

Alvaro menatap Titania tidak percaya. "Lo nggak percaya sama gue? Gue udah jujur sama lo, Ta. Lagi pula gue nggak nyimpen rahasia apa pun kok, gue beneran sayang sama lo."

"Semoga apa yang lo omongin hari ini benar ya, Al. Gue nggak mau ke depannya gue patah lagi," katanya dengan suara lirih.

"Gue bakal berusaha buat lo bahagia, bagaimana pun caranya. Gue sayang sama lo, jangan meragukan rasa yang gue punya ya. Gue benar-benar patah hati kalau sampai lo nggak percaya lagi nantinya."

***

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang