Semburat warna merah di langit menandakan bahwa hari akan segera selesai, langit yang tadinya cerah kini berubah warna. Begitu pula dengan Titania, gadis yang tadinya tersenyum ceria kini kembali murung begitu dirinya memasuki rumah.
Saat dirinya berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua, ia melihat seorang wanita paruh baya yang sedang berkutat di dapur. Titania menghembuskan napas berat, ia menghampiri wanita itu.
"Ma," sapanya.
"Hai, Sayang. Baru pulang?" tanyanya, Titania mengangguk dan segera mencium tangan wanita yang ia panggil 'mama.
"Tumben mama udah pulang jam segini," katanya seraya melirik jam tangan berwarna putih yang ada di pergelangan tangannya.
Tere mengangguk kecil dan menaruh masakannya di piring. "Ini, kamu makan dulu. Gimana sekolah kamu?" kata wanita paruh baya itu menyajikan lauk di atas meja makan dengan senyuman yang mengembang.
Titania yang melihat ada yang merasa ibunya telah kembali dengan gembira pun tersenyum senang. "Tita mandi dulu ya, Ma."
Tere mengangguk kecil sebagai jawaban atas ucapan putri satu-satunya dengan senyuman lebar. Sudah lama ia menantikan hal ini, kesibukannya ia kurangi agar hubungan dengan putrinya bisa sedekat dulu.
"Ma, capek."
Gadis kecil itu menyandarkan kepalanya pada bahu Tere dengan manja, sementara Tere yang melihat putrinya mengeluh seperti itu pun tersenyum tipis. "Namanya juga hari pertama masuk sekolah, nanti kamu terbiasa."
Titania yang saat itu baru memasuki sekolah menengah pertama pun mengeluh merasa lelah karena jam sekolah yang berbeda dengan sekolah dasar.
"Udah kenalan sama teman belum?" tanya sang ayah ikut menyahuti, Tere yang melihat sang ayah ikut menimpali pembicaraan mereka membuat hati wanita itu berbunga-bunga.
"Udah kok," kata Titania masih dengan posisinya.
"Ma, mama nggak apa-apa?"
Tere tersadar dan mendapati Titania yang sudah berada di depannya. "Udah mandinya?" tanyanya dan Titania menampilkan deretan giginya mendengar pertanyaannya, hal itu membuat Tere mengerutkan keningnya.
"Mau makan dulu, kangen masakan Mama."
Tere yang mendengar hal itu merasa sudut hatinya tersentil. "Ya sudah ayo makan," katanya yang diangguki oleh Titania dengan senang.
**
Titania tentu saja sangat senang dengan kepulangan ibunya yang mana sekarang pun wanita yang telah melahirkannya tengah duduk menonton televisi di ruang keluarga. Saat ia hendak melangkah mendekat ke arah ibunya, bel ditekan seseorang dari luar membuatnya menghentikan langkahnya.
Ibunya menoleh ke arahnya dan bertanya lewat tatap matanya, sementara Titania yang tidak tahu siapa yang datang pun mengangkat bahunya. "Aku buka dulu ya, Bibi lagi di kamar."
Setelah ibunya mengangguk, Titania segera melangkah dan segera menemui orang yang menekan bel di depan rumah. Setelah ia sampai di depan pintu, ia mengintip lewat jendela samping, melihat siapa yang datang.
Manik mata gadis itu menatap seorang pria paruh baya yang memakai jas serta tas kantornya tengah berdiri di depan pintu menunggu seseorang membukakan pintu dengan tidak percaya, dengan perasaan senang gadis itu segera memutar kunci yang ada di pintu dan membukanya.
"Ayah!!!"
Titania memeluk erat tubuh pria paruh baya yang tampak terkejut dengan pelukan hangat putri satu-satunya, kemudian kekehan ringan terdengar dari seseorang yang Titania rindukan selama ini.
"Apa kau baik-baik saja, Sayang?"
Titania melepaskan pelukannya dan menatap Ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Tanpa disadari gadis itu air matanya lolos begitu saja, dengan segera ia mengusapnya. "Aku baik-baik saja, hanya merindukan Ayah."
"Kamu udah pulang, Mas."
Sapaan dari Tere membuat Titania menoleh dan melihat senyuman manis dari ibunya. Apa ini artinya mereka baik-baik saja? Tolong seseorang katakan 'iya padanya agar kebahagiaannya malam ini abadi.
"Ayo masuk, jangan di luar terus."
Keluarga yang terlihat sangat bahagia itu memasuki rumah, sang anak sangat bahagia dengan keadaan ini hanya saja gadis tidak sadar bahwa sebenarnya keluarganya sedang tidak baik-baik saja.
**
"Sebenarnya, Mama sama Ayah mau ngomong sesuatu sama kamu."
Ucapan ibunya membuat Titania yang sedang menyesap cokelat panasnya terdiam dan menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan bingung. Gadis itu menaruh mug berisi cokelat di atas meja dan kembali menatap ibunya. "Ngomong apa, Ma?"
"Kamu bisa berjanji dengan Ayah? Apa pun yang akan kamu dengar sekarang, tidak akan mempengaruhi pandangan kamu terhadap Ayah dan Mama," kata Ayahnya dengan tenang.
"Mama udah mikirin ini sejak beberapa tahun belakangan, sebenarnya Mama tidak mau memberitahu ini hanya saja ini akan menjadi suatu masalah ke depannya jika Mama tidak memberitahu padamu."
Titania berdehem mencoba mencerna kata-kata dari kedua orang tuanya. "Maksudnya gimana sih? Tita nggak ngerti," katanya.
"Dulu kamu selalu bertanya pada Mama, apakah kamu mempunyai kakak atau tidak kan?"
Titania terdiam dan mengingat pertanyaannya dulu, pertanyaan yang selalu dijawab dengan kesal oleh ibunya. Perlahan gadis itu mengangguk kecil, ibunya tersenyum lembut dengan hal itu.
"Siang malam Mama memikirkan ini, Mama sibuk bekerja. Sebenarnya Mama bekerja sekaligus memikirkan bagaimana cara Mama menyampaikan ini padamu," kata ibu Titania membuat gadis itu menghela napas panjang.
"Jadi?" tanyanya tidak sabar.
"Kamu memang anak pertama dari Mama, hanya saja kamu mempunyai kakak dari Ayah," kata ibunya membuat Titania mencoba mencerna perkataan dari wanita yang telah melahirkannya.
"Jadi, Mama menikah dengan Ayah yang waktu itu sudah memiliki istri?" tanya Titania dengan tatapan tidak percaya, gadis itu mengingat perkataan Bara tentang ibunya.
"Lihat kan, orang-orang yang bela lo. Dia bakalan kena sial kalo sama anak pelakor kayak lo."
"No, bukan gitu sayang," kata Ayah mencegah Titania mengatakan hal yang tidak seharusnya gadis itu katakan. "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?"
"Jadi?"
Titania menghela napas mendengar hal seperti ini, siapa yang tidak patah hati ketika mendapati orang yang paling disayangi telah mempunyai anak selain dirinya? Titania mungkin bisa terima ketika ia mendapat saudara satu rahim, tapi ini?
"Kamu masih berhubungan dengan Bara?"
Perlahan tapi pasti, Titania menggeleng lemah. Memang benar kan? Hubungannya dengan Bara sudah kandas meskipun ibunya sempat mengetahui hubungannya dengan cowok itu. Tunggu– kenapa menanyakan tentang Bara?
"Ayah harap kamu tidak akan membenci Ayah karena hal ini," katanya membuat Titania berpikiran yang tidak-tidak. Apakah Bara adalah orang yang dimaksud? Bara adalah kakaknya?
"Bara adalah kakakmu."
Jadi, benar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Fiksi Remaja- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...