01. Titania Alexandra

2K 120 17
                                    

Burung-burung berkicau dengan merdu, tanda hari dimulai. Sang surya mengintip malu-malu ke dalam tirai kamar yang tidak ditutup sepenuhnya membangunkan seorang gadis lewat sinarnya yang menyilaukan. Gadis itu membuka matanya karena selain cahaya yang menyilaukan, bunyi alarm cukup memekakkan telinga. Mau tak mau, gadis itu beranjak bangkit dari tempat tidurnya.

Selamat pagi dunia tipu-tipu.

Ucapannya dalam hati menerbitkan senyuman miring dari seorang gadis di bibirnya. Gadis itu terdiam cukup lama sebelum memutuskan untuk mandi dan membersihkan tubuhnya. Hari ini ia harus ke sekolah, untuk apa? Untuk belajar tentu saja! Matanya masih terbuka tertutup karena masih mengantuk, dengan segala kekuatan yang dimilikinya ia menyikat giginya.

Selesai dengan rutinitas di kamar mandi, gadis itu mengambil seragam yang tergantung rapi ber-name tag Titania Alexandra. Dengan gerakan malas ia memakainya dan mengancingkan kancing seragamnya. Tak lama kemudian, ia duduk di meja riasnya. Tangan cantik gadis itu beranjak mengambil hair dryer dan menata rambutnya.

Tak lupa ia memoles bedak tipis di wajahnya setelah selesai menata rambutnya, memakai aksesoris cantik dan tak lupa memakai jam tangannya. Gadis itu menatap ke cermin, sebenarnya ia cukup cantik untuk menjadi sadgirl. Jadi, untuk apa ia menjadi sadgirl?

Gadis itu mengambil sepatunya dan segera memakai sepatu itu. Ia juga menyambar tas yang sudah di siapkan semalam, meskipun ia tidak pintar setidaknya mengumpulkan tugas dan berangkat. Ya, walaupun tugas hasil menyalin jawaban orang yang penting dirinya mengumpulkan. Keep smile!

Turun dari lantai dua ke lantai dasar, gadis itu bertemu asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan makanan untuknya. "Mama udah berangkat, Bik?" tanyanya seraya menarik kursi untuk duduk.

"Sudah, Non."

Ck, gitu terus. Gadis itu memakan sarapannya dengan terpaksa, mengingat kenyataan bahwa kehidupannya benar-benar gelap membuat makanan yang ditelannya terasa berat. Ibunya menyibukkan diri dengan kerjaan semenjak ayahnya meninggalkan rumah. Pagi ini dirinya tidak ingin menangis, tolong jangan mengingatkan hal yang sedih.

Hidup terlahir dari keluarga kaya raya memang menyenangkan, tetapi pernah tidak kalian sadari dan bayangkan apa permasalahan yang ada di dalamnya? Terkadang bersyukur memang diperlukan untuk sesuatu yang seperti sekarang, ia harus bersyukur meskipun sekarang keluarganya tidak selengkap dulu.

"Bik, aku berangkat ya."

"Lho, makannya tidak dihabiskan?" tanya wanita paruh baya itu penuh perhatian, Titania tersenyum tipis dan menggeleng.

***

Jika banyak orang yang menantikan ketenangan datang dalam hidup mereka, berbeda dengan Titania Alexandra. Gadis itu benar-benar manusia yang enggan merasa tenang, karena ketika ia tenang semuanya akan menjadi membosankan oleh karena itu dia akan mencari keributan di sekolah. Lebih tepatnya mengganggu seseorang yang sudah mempunyai kekasih, tentu saja tidak ada yang bisa menolak pesona gadis cantik itu.

Banyak orang yang mengatakan bahwa gadis itu adalah gadis pembawa sial, dia sering mencari keributan di mana pun dia berada. Di sekolah, ia hanya mempunyai dua sahabat cowok dan dirinya tidak mempunyai sahabat cewek. Ups- sepertinya gadis berkacamata yang selalu bersama Titania terabaikan, dia adalah Ria.

Ria adalah satu-satunya cewek yang mau berteman dengan Titania, entah apa alasannya padahal Titania selalu memanfaatkannya. Tetapi, entah kenapa Titania merasa bahwa Ria benar-benar tidak ingin menjauh darinya meskipun Titania sedang tidak membutuhkannya.

Titania Alexandra atau lebih sering disapa Tita itu menaruh tasnya di atas kursi dan dirinya duduk di atas meja dengan tenang seraya menatap keluar lewat jendela kelasnya. Pagi ini belum banyak siswa yang berangkat, baru beberapa orang yang duduk di kelas. Termasuk gadis berkacamata yang sedang duduk menatap dirinya, "kenapa?" tanya Titania dengan malas.

"Kamu nggak pakai dasi, Ta?"

Titania meraba dadanya dan ternyata memang benar, dasinya tidak terpasang. Gadis itu menghela nafasnya pelan, "oh ini, nggak apa-apa," katanya dengan santai.

"Tapi nanti kamu dihukum."

"Udah biasa kali, lagian lo ribet banget sih? Ngomel-ngomel, emak gue aja nggak pernah ngomelin gue," kata Titania dengan santainya.

"Emang emak lo ngaku punya anak macam lo gini, Ta?" kata seseorang yang baru saja datang, cowok itu memakai jaket dengan tas ransel hitam di punggungnya. Dia Rafael, sahabat baik Titania.

"Anj-"

"Neng, pagi-pagi nggak boleh ngomong kasar. Jangan ya, biar gue aja. Lo nggak usah," kata Rafael menutup mulut Titania membuat gadis itu memberontak.

"Sialan lo! Tangan lo bau anjir!"

"Enak aja, tangan gue wangi! Tapi gara-gara jigong lo jadi bau," kata Rafael mengusap-usap tangannya di bahu seragam Titania membuat gadis itu menjerit.

"Lo gila ya?!"

"Dengar-dengar lo malam minggu jalan sama Piyan, bukannya Piyan itu udah punya pacar?" tanya Rafael yang duduk di kursi Titania, sedangkan gadis itu duduk di meja.

Titania mendengar penuturan Rafael hanya bisa berdecak ringan, "lagian gue sama Piyan nggak ada hubungan apa-apa," katanya dengan enteng. "Ceweknya aja tuh berlebihan, gue kerjain aja sekalian."

"Kalau ceweknya kenapa-kenapa gimana? Lo nggak tahu kan mental orang kan beda-beda, kalo lo baru mental macam orang gila!" kata Rafael dengan santai membuat Titania mendengus kesal mendengarnya.

"Yaaaa! Riyaaa! Ada tugas?" tanya Titania pada Ria yang sekarang sibuk dengan buku-bukunya, Ria mendongak dan menggeleng pelan membuat Titania senang. Ia tidak perlu repot-repot mengerjakan kan? Eh- menyalin jawaban maksudnya.

Titania Alexandra, dia bukan gadis yang sangat pintar karena tingkat kemalasannya melebihi batas. Sebenarnya, jika ia mau berusaha untuk belajar ia akan pandai mungkin sekelas Ria saja kalah dengannya. Selain karena Titania cantik, kepintaran gadis itu juga mempengaruhi popularitas.

Hanya saja Titania adalah Titania, gadis pembawa bencana bagi setiap hubungan. Ini tidak akan pernah terjadi jika seseorang tidak benar-benar membunuh hatinya.

***

"Hubungan siapa lagi yang lo hancurin?"

Pertanyaan santai dari Gio membuat Titania terkekeh dan menaruh kembali kaleng soda yang di belinya ke atas meja. "Piyan sama Audrey."

Rafael menggeleng perlahan, "saraf lo udah kena, Ta. Bener deh, dari pendengaran telinga gue ini- Audrey ini sayang banget sama Piyan," katanya seraya memutar telunjuknya menunjuk telinganya sendiri. "Dan lo, tega-teganya misahin mereka."

"Ya udah sih, udah waktunya juga."

Ucapan enteng yang selalu dilontarkan bibir manis gadis itu membuat Gio dan Rafael yang notabenenya sahabat Tita hanya bisa menghela nafasnya, "berarti, ada waktunya juga masa lo sama Bara habis?"

Pertanyaan itu membuat Titania terdiam, hubungannya dengan Bara yang rumit sulit untuk di jelaskan. Lalu, untuk apa Rafael membahasnya di tempat umum seperti ini?

"Sialan."

***

[ 13 April 2021 ]

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang