***
Hari jum'at, hari yang cukup cerah karena Titania Alexandra tidak terlambat datang ke sekolah sehingga dia tidak di hukum. Selain itu, hari Jum'at adalah hari di mana jam pelajaran hanya beberapa dan tidak sepadat hari-hari biasanya.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, yang mana ini adalah jam istirahat. Titania celingukan di kelas karena tidak melihat teman sebangkunya, iyap! Dia mencari Alvaro, cowok itu menghilang sejak jam sembilan entah ke mana.
"Alvaro ada ngomong sama lo mau ke mana?" tanya Titania pada Ria, sementara gadis berkacamata itu langsung sumringah. "Kenapa sih lo?"
"Tumben kamu tanya Alvaro, kangen ya? Kamu udah suka ya sama dia?"
Dih?
Titania mendengus kecil, siapa juga yang kangen? Ia hanya penasaran saja, lagi pula tidak biasanya Alvaro menghilang seperti ini. Rafael dan Gio juga tidak ada di kelas membuat Titania jengkel. "Ikut ke kantin yuk?" ajak Titania pada Ria.
"Nanti juga Alvaro datang, aku lagi nggak pengen ke kantin," ucap Ria membuat Titania mendengus kecil, dan hal itu membuat Ria tertawa kecil. "Tunggu Alvaro aja, atau kalau enggak kamu chat dia minta bawain makanan."
"Ya kali, nggak mau-"
Titania belum sempat menyelesaikan perkataannya, Gio dan Rafael datang dengan tergesa-gesa menuju ke arahnya. Titania tentu saja bingung, ada apa dengan dua manusia itu?
"Ta! Alvaro berantem, sumpah! Dia berantem sama Bara!"
Ucapan Gio benar-benar susah dicerna oleh pikiran Titania, pasalnya Alvaro dan Bara adalah dua jenis manusia yang berbeda. Tidak mungkin kalau-
"Udah nggak usah kebanyakan mikir, ayo cepat!"
Tangan Titania ditarik oleh Gio dan gadis itu mau tidak mau harus mengikuti langkah kaki mereka berdua. Mereka berjalan setengah berlari, bahkan memang bisa dikatakan berlari karena mereka sangat cepat. Titania pun ketar-ketir dalam hati, apa Alvaro baik-baik saja?
"Kenapa kalian nggak pisahin mereka aja sih?!" kesal Titania karena dirinya kehabisan nafas karena berlari, gadis itu terpaksa berhenti untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya.
"Dua-duanya udah nggak bisa dikendalikan!"
***
"Udah deh, lo nggak usah dibutakan sama cinta lo yang nggak jelas itu. Apalagi buat cewek kayak Titania, cukup gue aja yang pernah bodoh udah nerima dia!"
Hantaman keras mendarat di pipi Bara yang sudah babak belur, Alvaro benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan amarahnya. Apalagi mendengar Bara menjelek-jelekkan Titania, ia tidak suka mendengarnya.
"Gue nggak pernah nyuruh lo buat jatuh cinta sama dia! Gue nggak pernah nyuruh lo buat pacaran sama dia, bangsat!"
Bara memegang pipinya yang terasa sangat nyeri akibat tangan Alvaro yang memukulnya, ia benar-benar tidak habis pikir dengan Alvaro yang tiba-tiba menyerangnya setelah bel istirahat berbunyi.
"Dia cuma sampah, lo ngapain mau sama sampah?! Dia nggak bisa bersanding sama gue ataupun lo, jangan mau sama dia!"
Bara memberi kode pada teman-temannya untuk memukuli Alvaro, beberapa orang telah maju ke depan dan Alvaro terjatuh di atas lantai. Bara hanya tertawa kecil dengan sudut bibir yang sudah mengeluarkan darah.
"STOP!!!"
Teriakan seorang gadis yang tiba-tiba masuk ke dalam kerumunan orang-orang dan mendorong beberapa orang yang mengeroyok Alvaro. Bara yang melihat Titania yang berjalan pincang pun cukup terkejut, gadis itu membantu Alvaro untuk bangun.
Bara yang melihat hal itu hanya bisa merasakan perih di sudut ruang hatinya. "Wih, Tuan Puteri jadi pahlawan kesiangan."
Titania menatap tajam Bara yang tertawa kecil, gadis itu menatapnya dengan marah. Bara tertawa kecil melihat hal itu, ia tidak menyangka Titania akan datang membela Alvaro. "Lihat kan, orang-orang yang bela lo. Dia bakalan kena sial kalo sama anak pelakor kayak lo," katanya.
Plak!
Bara hanya diam saja saat pipinya terasa panas akibat tamparan keras dari Titania, gadis itu menatapnya dengan tatapan tidak percayanya kemudian beralih pada Alvaro dan membantunya untuk berdiri.
"Gue menyesal pernah punya hubungan sama cowok yang mulutnya kayak cewek, jijik tau nggak?!"
***
Rafael dan Gio memapah Titania yang berjalan pincang karena saat berlari menuju Alvaro, ia tersandung batu yang membuatnya jatuh dengan lutut yang terluka. Gadis itu meringis kecil saat kakinya dipaksakan untuk melangkah, sementara kedua sahabatnya pun ikut merasa sakit karena gadis itu terus menerus meringis kesakitan.
Alvaro menatap kedua cowok itu dengan tatapan jengah, pasalnya Titania semakin kesakitan jika dipaksakan berjalan seperti itu. Tanpa siapa pun duga, Alvaro menghampiri Titania dan menyingkirkan tangan Gio dan Rafael.
"Biar gue aja."
Alvaro mengabaikan rasa sakit yang ada di pipi dan perutnya, ia berjongkok di hadapan Titania membuat gadis itu bingung. Alvaro menahan sakit pada perutnya dan menyuruh Titania untuk naik ke atas punggungnya. "Biar gue gendong," katanya dengan nada datar.
"Nggak usah gue bisa jalan sendiri kok," kata Titania membantah membuat Alvaro mendengus kesal.
"Nggak usah sok kuat, cepat!"
Titania yang mendengar suara Alvaro yang terdengar dingin dan memaksa pun dengan ragu mengalungkan tangannya pada leher cowok itu. "Gue nggak mau lo sakit," bisiknya dengan nada bergetar, gadis itu hampir menangis.
Bukan Alvaro namanya jika menuruti perkataan orang lain, tangannya meraih tangan Titania dan dikalungkan tangan mungil gadis itu pada lehernya. Dengan menahan sakit pada perutnya, perlahan ia mengangkat tubuh gadis itu dalam gendongannya.
"Jangan dipaksa kalau sakit," bisik Titania.
"Diam aja, gue kuat kok."
Titania mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sementara Rafael dan Gio menyusul langkah Alvaro yang sangat cepat. Alvaro hanya fokus pada jalannya, ia tidak memikirkan bisik-bisik tentangnya di sepanjang koridor.
Jadilah Titania yang berada di punggung cowok yang saat ini pun wajahnya sudah babak belur. Gadis itu menahan nafasnya karena jantungnya yang tiba-tiba menggila.
***
"Harusnya lo nggak nyusul gue."
"Harusnya lo diam aja di kelas, kalau nyusul gue bikin lo luka kayak gini mending diam aja. Demi apa juga gue nggak tega liat lo kayak gini," oceh Alvaro pada Titania yang sudah seperti anak kecil yang di marahi.
Alvaro tidak peduli lukanya, cowok itu hanya mementingkan Titania dan lebih dulu mengobati luka di kaki Titania dibanding dirinya sendiri.
"Makanya lo nggak usah berantem."
Alvaro menatap Titania dengan tatapan yang menyuruh gadis itu untuk diam. "Kalau itu demi lo, kenapa enggak?"
Rafael dan Gio hanya memerhatikan interaksi antar dua manusia yang terlihat sangat manis di mata mereka. Semoga saja kapal mereka segera berlayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Teen Fiction- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...