16. Unexpectedly

1K 170 34
                                    

'Rapat keluarga' itu pun akhirnya selesai, dengan keputusan bahwa aku akan pergi ke Ravendell dua hari lagi.

Odin dan Frigga telah kembali ke aula besar bersama Thor dan Sif, sementara aku dan Loki memilih untuk menghabiskan waktu di balkon istana.

"Kau tidak ingin anggur putih?", tanyaku.

"Tidak lagi"

Loki menatap lurus ke depan, ke arah pohon-pohon yang melambai-lambai tertiup angin.

"Apa yang kau pikirkan?", tanyaku.

"Kau"

"Aku?"

"Ya"

"Kenapa memikirkanku?"

Loki memutar tubuhnya menghadapku dan menatapku.

"Berjanjilah padaku kau akan kembali, El"

Aku terdiam sejenak.

"Hey, tentu saja aku akan kembali. Untuk apa aku pergi jika tidak kembali? Bukankah aku pergi untuk memperjuangkanmu?"

"Ya, aku tahu, tapi-"

Aku menangkup kedua pipi Loki dan menatap matanya lekat-lekat.

"Hey, aku pasti kembali untukmu"

Loki meraih kedua tanganku dan menggenggamnya.

"Tak bisakah aku ikut denganmu, El?"

Aku terdiam.

Aku tidak bisa membawa Loki ikut bersamaku ke Ravendell, karena aku tidak yakin apakah ayahku akan benar-benar membatalkan perjanjian itu atau tidak. Jika ayahku menolak untuk membatalkan perjanjian itu, maka Loki-lah yang akan terluka lagi.

"Aku bisa mengurusnya sendiri, Loki. Percayalah padaku. Ia ayahku"

Loki tampak tidak puas namun ia tetap mengangguk paham, sebelum kemudian ia memutar tubuhnya kembali seperti semula dan menatap lurus ke depan.

Aku menghembuskan napas perlahan dan memejamkan mata, mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa ayahku pasti bersedia membatalkan perjanjian itu.

Ku biarkan angin malam berhembus menerpa wajahku, sebelum kemudian ku rasakan sesuatu yang hangat menyentuh bibirku.

Aku membuka mata terkejut sebelum kemudian Loki melepaskan ciumannya dan tersenyum.

"Hey untuk apa itu?", tanyaku panik.

"Hey ada apa dengan reaksimu, nona?"

"Kau menciumku tiba-tiba, Loki!"

"Ya dan apa salahnya dengan itu? Bukankah aku kekasihmu?"

Aku ternganga.

"Apa susahnya memberitahu lebih dulu? Seperti tadi kau meminta izinku untuk memelukku", protesku.

"Situasinya berbeda, El. Saat di Bifrost tadi kau seperti ingin meledakkan bom amarah"

"Hey, asal kau tahu tuan, sekaranglah saatnya aku ingin meledakkan bom itu padamu"

"Benarkah? Lalu apa yang harus ku lakukan untuk membuatmu tidak meledakkan bom itu?"

Aku diam, mencoba berpikir.

Sayangnya pikiranku yang campur aduk tampaknya sedang enggan untuk bekerja sama.

"Lain kali, jangan lakukan hal itu lagi tanpa izinku", kataku akhirnya.

"Hanya itu?"

"Apa?"

"Hanya itu yang harus ku lakukan untuk menghentikan amarahmu?"

LOKI FANFICTION | I'LL BE YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang