Don't Give Up

222 47 20
                                    

Menyerah?

Mulai hari ini, kata itu tidak ada dalam kamus hidup seorang Lee Juyeon. Saat Chaeyoung menyambut uluran tangannya tadi, Juyeon sudah membuat keputusan mutlak untuk terus berujuang sampai gadis itu sendiri yang menyuruhnya pergi.

Selama ini Juyeon memang terkesan tidak ada perjuangan sama sekali atau bahkan cuek dan hanya main-main saja. Tapi sebenarnya, Juyeon sesekali menghubungi orang tua Chaeyoung, bahkan datang langsung ke rumahnya. Beruntung dulu setelah pulang dari rumah sakit, Chaeyoung sempat memberi kontak Sang Ibu dan juga alamat rumah.

Juyeon itu pemegang prinsip, sebelum dekati anaknya, minta restu dulu pada orang tuanya. Salah satu cara yang cukup ampuh ditemani tikungan di sepertiga malam.

Saat mendengar Chaeyoung akan dijodohkan, Juyeon sedih bukan main. Ia bahkan nyaris menyerah. Si Sulung Lee itu sedikit bingung, kenapa Ibu Chaeyoung seolah menerimanya disaat memiliki rencana untuk menjodohkan Chaeyoung dengan laki-laki lain?

"Saya mohon, Bu..." lirih Juyeon, ia melirik Chaeyoung yang tengah menunduk. Sulung Lee itu bangkit, lalu duduk bersimpuh dihadapan Ibu Chaeyoung, "saya sayang— cinta sama putri Ibu. Saya mau menghabiskan seluruh hidup saya sama dia, Bu. Tolong... jangan jodohin Chaeyoung sama orang lain..."

Melihat Juyeon bertingkah seperti itu memunculkan berbagai reaksi, seperti reaksi kaget dari orang tuanya, Ibu Chaeyoung, dan juga Donghan. Sementara Chaeyoung dan Eric lebih condong pada menahan tawa— ralat, hanya Chaeyoung. Eric sudah tertawa terbahak-bahak sampai guling-gulingan diatas karpet.

Definisi tidak punya rasa malu.

"Dijodohin? Chaeyoung? Sama siapa Nak Juyeon?" loh? Kok Ibu Chaeyoung malah balik bertanya?

"Bukannya Ibu mau jodohin Chaeyoung sama Donghan?"

"Hah?" reaksi Ibu Chaeyoung dan Donghan makin kaget lagi. "Aduh, Nak Juyeon kok bisa mikir begitu? Donghan ini anaknya Kakak Ibu, Donghan sama Chaeyoung itu saudara deket. Bahkan saudara sepersusuan, masa mau dijodohin? Gak bisa atuh."

Kali ini giliran Juyeon yang terkejut. Ini semua maksudnya apa, sih? Tapi mendengar suara tawa Eric yang makin keras dan kini Chaeyoung juga ikut tertawa—meski pelan— Juyeon bisa menyimpulkan satu hal, mereka berdua pasti menjahilinya!

"Ehm, jadi gini..." Eric berdehem setelah puas tertawa, "Eric pinjem hp Ibu pas Ibu selesai nelpon Teteh buat nyuruh pulang, bikin seolah-olah Teteh mau dijodohin, dan kebetulan Bang Donghan baru pulang dari Korea."

Mendengar penjelasan Eric, orang tua Juyeon ikut tertawa. menyebalkan, sih. Tapi kalau tidak begitu, kemajuan hubungan Chaeyoung dan Juyeon akan tetap lambat seperti siput.

"Terus kenapa Bunda minta maaf tadi? Ibu juga, kenapa Ibu bilang mau ada yang kenalan sama Chaeyoung?" Juyeon menatap Ibunya dan Ibu Chaeyoung secara bergantian, otaknya masih sibuk memproses semua ini.

"Oh, Bunda minta maaf gak bilang dulu sama kamu kalo mau silaturahmi ke rumah Chaeyoung."

"Orang tua Nak Juyeon yang pengen kenalan lebih jauh sama Chaeyoung. Tadi aja abis liat foto-foto Chaeyoung waktu kecil."

Oh, astaga. Juyeon merasa bodoh sekaligus bersyukur sekarang.

Tidak ingin basa-basi dan menunda lebih lama lagi, Juyeon segera mengeluarkan sesuatu dari balik kantong jaketnya. Benar, cincin berlian yang harganya milyaran. Hashtag, sombong dikit.

Juyeon menekuk satu lututnya, menatap dalam mata Chaeyoung yang terlihat berkaca-kaca, "Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dihadapan Ibu, Adik, Sepupu kamu, dan juga orang tuaku, izinin aku buat ngelamar kamu ya, Chaeng? Jadiin kamu sebagai Istri aku, pendamping hidup aku, izinin aku buat jadiin kamu sebagai ibu dari anak-anakku. Kita raih masa depan sama-sama, hidup bahagia sampai kita tua, sampai salah satu dari kita dijemput Sang Kuasa... Son Chaeyoung, will you marry me?"

KOSAN NEVAEH; 『son chaeyoung』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang