Eyes Eyes Eyes

282 78 71
                                    

"Apaan, nih..."

Kata pertama malam ini dibuka oleh Yunho. Pria berbadan besar itu mengusap air matanya secara kasar. Rasanya baru kemarin ia duduk bersama menunggu Juyeon yang tengah menjalani operasi, kenapa malam ini justru Chaeyoung yang terbaring tak sadarkan diri di ruangan gawat darurat sana?

Tak jauh berbeda dengan Seungyoun yang memang sedikit histeris sejak pertama tau jika Chaeyoung kecelakaan.

Pria yang biasa disebut sinting itu justru terlihat seperti sedang melampiaskan segala kesedihan yang selama ini ia pendam. Seungyoun tak berhenti memukul dirinya sendiri, meski beberapa kali dihentikan oleh Yunseong atau Yohan, Seungyoun akan memukul dirinya lagi lalu berkata,

"Bangun, bangsat! Ayo bangun! Kenapa gak ada yang bangunin gue dari mimpi sialan ini, hah?"

"Bang..." lirih Hangyul menatap iba pada Seungyoun yang terus meminta dirinya yang sadar untuk bangun.

Bukan hanya Seungyoun yang berharap ini mimpi atau sekedar permainan laknat si penunggu kosan, Jerapah, semua yang ada di sanapun berharap demikian.

Mereka bergeming, berdoa, tertunduk dalam keheningan malam.

"Iya, Bang. Hati-hati." Hyunjin menghela nafas lelah setelah mengakhiri obrolannya dengan Juyeon yang saat ini berada di Beijing.

Bisa Hyunjin dengar dengan jelas jika Juyeon kalut saat itu juga, bahkan si sulung Lee itu berlari dan beberapa kali memanggil nama Chaeyoung. Sebelumnya Juyeon ngotot bilang jika ia melihat Chaeyoung tersenyum padanya di bandara.

Hal ini semakin membuat mereka menjadi takut, kenapa Chaeyoung seolah memang berpamitan? Kenapa Chaeyoung seakan memberi tanda jika gadis itu akan pergi jauh dan tidak akan kembali lagi?

cklek!

"Permisi, apa ada keluarga pasien atas nama Son Chaeyoung di sini?" Suster bernama Son Naeun itu bertanya.

"Saya, saya sepupunya, Sus." jawab Seungyoun mendekat pada Naeun, bukan hanya Seungyoun, melainkan semua anak kosan.

"Apa ada orangtua atau saudara kandungnya?" tanya Naeun lagi, semua kompak menggeleng. Naeun terlihat menghembuskan nafas pasrah, "pasien mengalami pendarahan hebat pasca kecelakaan, dan sayangnya darah pasien sangat langka. Kami sudah berusaha menghubungi PMI namun hasilnya nihil. Di antara kalian semua, siapa yang punya golongan darah B—"

"Saya." Eunwoo mengangkat tangan, "ambil darah saya sebanyak yang Chaeyoung butuhkan, Sus."

"Saya juga B." timpal Seungwoo, disusul oleh Dylan, Byungchan, Yohan, dan Hyunjin yang memang memiliki golongan darah B.

"Ambil darah kita, Sus. Tolong lakukan yang terbaik supaya Chaeyoung bisa sembuh." kata Yohan.

"Kalo masih kurang, kita bisa buat pengumuman buat cari pendonor lain, berapapun biayanya akan kita bayar." sahut Byungchan.

"B rhesus negatif, darah kalian B rhesus negatif?"

Semua yang semula bersemangat mengajukan diri kini kembali dibuat putus asa. rhesus mereka semua positif, dan tentu tidak akan bisa membantu.

"O, darah O cocok buat golongan darah manapun, kan, Suster? Darah saya O, ambil darah saya aja. Tolong, Suster, saya mohon!" Seungyoun berujar frustasi nyaris berlutut di depan Sang Suster.

"Saya juga O." Sehun dan Hangyul menawarkan diri.

"Maaf, tapi—"

"Saya, suster. Golongan darah saya B rhesus negatif." semua sontak menoleh pada wanita dewasa yang entah sejak kapan berdiri di belakang mereka.

"Baik, mari ikut saya, Bu."

Entah siapapun wanita itu, yang pasti semua anak kosan nevaeh tak henti-hentinya mengucap terima kasih dan berjanji dalam hati, mereka akan menuruti apapun permintaannya jika Chaeyoung sembuh nanti.

Empat jam terlewati, anak kos masih setia menunggu dengan cemas di depan pintu ICU. Kenapa rasanya lama sekali? Kapan Chaeyoung melewati masa kritisnya?

Tak lama kemudian sosok wanita yang mereka cap sebagai malaikat itu muncul, tersenyum, seolah ia memang sudah tau jika para gerombolan laki-laki itu menunggu untuk diberi penjelasan.

"Nama saya Wheein. Kalo kalian mau ngucap terima kasih, sama-sama. Tapi ada baiknya kalian juga ngucapin terima kasih sama Juyeon, karena dia, saya bisa nolong Chaeyoung." jelas Wheein.

"Juyeon?" Seungwoo mengernyit bingung.

"Iya, kalian tau soal kecelakaan Juyeon? Dia— celaka karena saya. Demi nolong saya yang waktu itu lagi hamil, Juyeon ngorbanin dirinya. Saya gak tau lagi harus berterima kasih pake cara apa, Juyeon selalu nolak tiap kali saya nawarin sesuatu sebagai balas budi karena tanpa dia, mungkin saya sama anak saya udah mati."

Wheein diam beberapa saat, menatap satu persatu bujang yang fokus mendengar penjelasannya, ia tersenyum tipis, "beberapa jam yang lalu Juyeon nelpon saya, dia nangis sambil mohon-mohon supaya saya mau bantu cari pendonor darah buat Chaeyoung."

"Tapi, Bu, Bang Juyeon tau dari mana kalo Kak Chaeyoung butuh donor darah?" tanya Hwall mewakili anak kos yang juga penasaran.

Wheein kembali tersenyum, "Juyeon cuma bilang kalo Chaeyoung kecelakaan parah dan mungkin butuh darah. Dia tau golongan darah Chaeyoung langka karena waktu itu dia gak sengaja liat medical check up punya Chaeyoung."

"Terus Juyeon tau dari mana kalo golongan darah Ibu sama kayak punya Chaeyoung?" tanya Junhoe.

"Dia gak tau, Juyeon cuma tau kalau saya punya banyak koneksi yang akan memudahkan pencarian. Juyeon bilang kalo saya mau balas budi, saya cuma harus nyari kantong darah B dengan rhesus negatif, mungkin dia antisipasi duluan biar pas dibutuhin darah itu udah ada. Juyeon kalut banget waktu nelpon saya, dia bilang semuanya gak akan sama lagi kalo sampe Chaeyoung pergi. Kalau gitu saya permisi, masih ada pertemuan sama rekan bisnis."

"Sekali lagi terima kasih banyak atas bantuannya, Bu."

Wheein mengangguk pelan, "sama-sama." lalu melenggang meninggalkan para bujang.

Suasana kembali hening, larut dengan pikiran masing-masing. Mereka kira, mereka sudah cukup berjuang—namun nyatanya, yang berjuang untuk menyelamatkan Chaeyoung malah Juyeon yang sedang berada jauh dari mereka.

Entah harus dengan cara apa mereka berterima kasih. Sebagian dari anak kos terlihat pasrah jika memang nanti Chaeyoung memilih Juyeon, tapi untuk sebagian yang lain— bisakah?

"Permisi, ada yang namanya Lee Juyeon di sini?" tanya Naeun yang baru saja selesai melakukan transfusi darah.

Semua anak kos yang ada di sana tentu saja bingung, di antara mereka semua—kenapa harus Juyeon yang jelas-jelas tidak ada?

"Keadaan Chaeyoung gimana, Sus?" tanya Eunwoo khawatir.

"Pasien saat ini sudah melewati masa kritisnya, namun beliau masih belum sadar." jelas Naeun, "Apa ada Lee Juyeon di sini?" lanjutnya menanyakan pertanyaan yang sama.

"Kenapa Juyeon?"

"Karena pasien terus nyebut nama itu dari alam bawah sadarnya."

Jika sudah begini? Apa masih ada harapan lagi?








k o s a n    n e v a e h





gimana? mau pindah kapal apa masih tetep kekeh?:(
apa mau sad ending aja?:(









Sementara itu dipojok kosan....

"Kamu kenapa?" tanya seseorang yang ternyata adalah author pada sesosok makhluk tinggi yang sedang kasat mata.

"Sedih, nih, diriku merasa teraniaya karena sudah di pitnah melakukan hal keji. Padahal aku juga sedih waktu tau Chaeyoung celaka." Jerapah nelangsa

"Sama, aku juga dibilang nge prank, mana mau ditampol lagi." balas author tak kalah nelangsa.

Dan kami berdua pun menggalau ria dipojok kosan.

—tamat—

KOSAN NEVAEH; 『son chaeyoung』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang