20. ✓

12.5K 1.3K 8
                                    


Setelah acara bertemu dengan mantan. Adelin langsung mengajak Kafka untuk mencari tukang bubur, dia sudah sangat merasa lapar dan Kafka yang kebetulan belum sarapan dari rumah memilih menyetujui ajakan cewek itu.

Adelin terus memperhatikan Kafka yang sedang makan, membuat cowok itu merasa risih, "Makan, jangan ngeliatin gue,"

Adelin menyengir kuda, kemudian melanjutkan acara makannya yang tertunda karna mengagumi ketampanan sang Bubu.

"Kok tadi Bubu bisa ada di sana tadi, jangan-jangan kita emang jo_"

"Kebetulan doang!" sela Kafka cepat, dia tak mau gadis tengil disampingnya ini, menghalu terlalu jauh.

"Bubu mah gitu, nggak asik!" rajuk Adelin dan melanjutkan kegiatan makannya, dengan memunggungi Kafka.

Kafka nampak tak peduli sama sekali, dia yakin setelah ini gadis itu akan kembali ke setelan pabrik.

"Pantesan ninggalin gue, ternyata lagi asik pacaran. Nggak ada akhlak banget jadi Adek,"

Kafka mendongak untuk melihat siapa yang baru saja berbicara.

"Lo yang nggak ada akhlak, ngajak gue lari pagi tapi nggak di kasih makan," cibir Adelin menatap sinis pada Abangnya.

Satria cengegesan kemudian berjalan mendekat ke arah sang Adik dan langsung mengambil duduk di samping Adelin, kebetulan ada satu kursi kosong.

"Bang bubur 1 porsi, nggak pake bubur, nggak pake ayam, nggak pake bawang, nggak pake seledri, nggak pake apa-apa!"

Tuk

"Terus lo mau makan mangkuk doang?" sinis Adelin setelah mengetok lutut Satria dengan sendok.

"Sakit gila!" kesal Satria, sambil mengusap lututnya.

Kafka yang menyaksikan kelakuan dua orang itu geleng-geleng kepala. Pantesan Adiknya gitu ternyata abangnya juga gitu ternyata.

Pesanan Satria datang, dan selanjutnya hening di antar mereka karena fokus menghabiskan bubur masing-masing.

"Dek gue duluan yah mau jemput Aila, lo kalo mau pulang jalan kaki aja, kalo nggak minta anterin kembaran gue di samping lo!"

Satria berpamitan tak lupa mengecup pucuk kepala Adelin sekilas, dan langsung melenggang pergi meninggalkan Adelin dengan muka cengo, karena dia belum sempat protes BangSat langsung kabur

"Abang monyet, gue laporin Omah tau rasa lo!" dumel Adelin sambil mengetuk mangkuk kosong miliknya dengan sendok, cukup keras.

"Aduh dek, jangan di ketuk kaya gitu atuh kalo mangkuknya pecah gimana? Rugi saya dek,"

Adelin menyengir kemudian meminta maaf pada tukang bubur tersebut, yang baru saja memprotes dengan panik.

Setelah membayar keduanya langsung pergi ralat lebih tepatnya Adelin yang mengekori Kafka.

"Aduh! Bubu kalo mau berhenti bilang dong!"

Adelin mengomel, karena keningnya menabrak punggung tegap Kafka yang tiba-tiba berhenti berjalan.

Kafka berbalik menatap Adelin yang tingginya hanya sebatas dadanya saja, "Ngapain lo ngikutin gue?"

Adelin menyengir kuda, "Anterin Delin pulang dong!"

Kafka mengeleng kuat, "Nggak!"

Adelin cemberut, "Ih pelit banget, nanti kalo tiba-tiba Liam datang lagi terus nyulik aku gimana? Kalo dia nyakitin aku yang lebih dari tadi gimana? Kalo aku diculik Om-Om hidung belang gimana? Bubu tega ninggalin gadis secantik dan seimut aku sendirian? Bubu nggak mikirin apa gimana nasib aku kalo tiba-tiba Liam datang dan ngelakuin hal-hal nekat kaya perk..."

Hai, Bubu! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang