Senin yang cerah secerah suasana hati seorang Adelin Aluna hari ini, dengan senyum yang tak lepas di bibir tipisnya ia berjalan melewati koridor menuju kelasnya.Sesekali menoleh kebelakang, dan kembali menghadap depan, itu berulang beberapa kali seakan ada magnet yang memaksanya untuk harus selalu menoleh kebelakang.
"Hadap depan Del, nanti nabrak!"
Sambil menyengir kuda dia kembali menghadap depan usai di tegur, di belakangnya ada Kafka yang sejak datang sekolah tadi selalu berjalan di belakangnya.
"Bubu ayo jalan di samping aku!" ajaknya sambil berjalan mundur agar bisa bersisian dengan pacarnya itu.
Kafka tetap sama, cowok itu masih seperti sebelumnya meski status mereka memang pacaran tapi sikap Kafka tetap cuek terhadapnya, entah apa yang merasuki cowok itu saat menyatakan perasaan padanya tempo hari hingga bisa bersikap manis.
"Adelin, woy!"
Adelin menoleh kebelakang, langsung tersenyum lebar sambil melompat kecil menyambut Nanad dan Sesil yang baru saja datang sekolah.
Tak menyadari keberadaan Kafka, dua sahabat cewek itu langsung meraih lengan Adelin dan mengajaknya jalan duluan meninggalkan Kafka.
"Woy, cowok gue di belakang masa di tinggal?!" Adelin berseru heboh, baru sadar.
Nanad dan Sesil langsung berhenti berjalan, dan kompak menoleh kebelakang jadi kaget sendiri melihat Kafka.
"Lah? Ada dia, nggak nyadar gue," gumam Nanad jadi merasa bersalah.
"Gue juga, lagian lo kaya jalan sendiri tadi. Gue nggak nyadar ada Kafka, kok nggak jalan bareng anjir?" heran Sesil.
Adelin cemberut dan mengeleng kecil, "Nggak mau dia, maunya jalan sendirian di belakang,"
Nanad menyerengit heran, menoleh pada Kafka yang setia di belakang mereka dengan jarak cukup jauh. Dan kembali menghadap Adelin, lalu mengajak dua sahabatnya itu untuk mempercepat langkah dengan alasan sebentar lagi upacara dimulai.
Upacara akan berlangsung sebentar lagi, tapi Adelin Aluna masih rusuh mencari topi sekolah dengan dua sahabatnya yang selalu terlibat tak membiarkan Adelin panik sendirian.
"Masa gue lupa sih?" rengeknya sambil merogoh laci mejanya.
"Ya kalo nggak lupa namanya apa? Kita udah cari dimana-mana tapi nggak ada," kata Sesil sudah duduk anteng di atas meja, menyerah untuk bantu mencarikan.
"Terus ini gimana? Nanti di hukum," kata Nanad jadi ikutan panik.
"Ya udahlah pasrah aja, udah sering gue," pasrah Adelin dan berjalan duluan keluar kelas.
"Eh, pinjam di kelas lain aja. Mungkin ada yang nggak upacara karena nggak enak badan tapi bawa topi," saran Nanad sambil menyusul yang lain keluar kelas.
"Emang sempat?" tanya Sesil.
"Dari pada nggak ada?!" tantang Nanad tak mau kalah.
Pasrah, mereka mengikuti saran dari Nanad. Ketiganya berjalan beriringan menuju kelas lain, mencari topi dan tetap saja tak ada yang punya topi lebih, atau yang bisa mereka pinjam topinya.
"Ke kelas Ipa 1 coba, siapa tau ada. Gue tadi di pinjamin Naufal,"
"Pacaran lo berdua?" tuduh Sesil.
"Nggak anjir, emang di kasih pinjam harus pacaran dulu?!" kata Nanad ngegas.
"Goblok! Koperasi kan ada kenapa nggak beli aja?!" pekik Adelin baru sadar.
Ketiganya tertawa, merasa lucu sendiri.
"Woy, malah ketawa-ketiwi di sini. Ke lapangan sana upacara!" tegur Adrian sok iya, cowok itu baru saja keluar dari pintu kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Bubu! (END)
Teen FictionKamu sama Matematika itu sama-sama nyusahin, kalo Matematika susah di pelajari kalo kamu susah di miliki," Adelin Aluna. Highest rank: •3 in Komedi romantis (17-05-2021) •3 in Kemesraan (22-08-2021) •1 in Acak (14-10-2021) •2 in Fiksi remaja (14-10...