43. ✓

12.4K 1.1K 10
                                    


"Kamu sama Matematika itu sama-sama nyusahin, kalo Matematika susah di pelajari kalo kamu susah di miliki,"

"Maksudnya lo mau nyerah kejar gue lagi?" tanya Kafka siang itu, di depan pintu kelasnya.

Adelin mengangguk ragu, antara yakin dan tidak, "Ngejar kamu sebenarnya seru tapi, meski aku sering lari keliling lapangan sampe 3 putaran tapi tetap aja aku juga manusia bisa capek,

"Bubu kalo mau senyum, senyum aja. Aku tau kok Bubu pasti senang banget akhirnya aku milih nyerah, karena Bubu udah lama pengen aku berhenti kejar-kejar dan gangguin kamu, sekarang udah terwujud, maaf yah pernah nyebelin banget bahkan suka seenaknya sama kamu, untung Bubu orangnya sabar, ya kalo nggak sabar kayaknya aku juga nggak bakalan ngejar-ngejar kaya cewek murahan," lanjut Adelin dengan wajah tengil seperti biasanya.

Kafka mengeleng, "Lo bukan cewek murahan,"

"Duh salting di belain Bubu, aku duluan ya di tunggu BangSat!"

Dan  itu menjadi penutup obrolan mereka siang itu di depan pintu kelas 11 Ipa 1 yang sudah sepi.

Ternyata itu alasan Adelin sudah tak mengganggunya beberapa hari terakhir ini, dan itu juga alasan di balik cewek itu yang sudah tak pernah mengirim spam chat padanya, Kafka kira awalnya Adelin tak pernah mengunjungi kelasnya lagi karena canggung pada Naufal ternyata karena cewek itu memilih menyerah untuk memperjuangkannya lagi.

Seharunya Kafka merasa senang, bukankah ini yang ia inginkan sejak awal? Adelin berhenti menganggu ketenangannya, Adelin berhenti membuntutinya dan Adelin berhenti mengganggunya lewat chat. Seharunya, seharunya dia merasa demikian namun pada kenyataannya dia merasa ada yang kurang tanpa kehadiran cewek itu, entah kenapa.

Ucapan Adelin siang tadi saat pulang sekolah membuat Kafka kepikiran, dia kira dia akan biasa-biasa saja tapi nyatanya dia tetap kepikiran bahkan hingga jam 1 dini hari dia belum bisa tidur.

Matanya menolak terpejam, meski Kafka sudah berusaha semaksimal mungkin, dan wajah Adelin saat menjahilinya terus saja berputar di kepalanya meski sudah coba Kafka usir dengan berbagai cara seperti mengisi soal Fisika contohnya.

"Sialan!"

Terhitung untuk kesekian kalinya kata itu keluar dari mulut Kafka seharian ini, badannya berguling kanan-kiri di atas ranjang, dengan lengan menutupi setengah wajahnya.

Dan bahkan sore tadi saat sahabatnya berkunjung hanya untuk bermain ps, mereka semua keheranan karena sikap Kafka yang sedikit berbeda cowok itu jadi gampang marah.

"Lo begadang ya semalam?"

Pagi ini di sekolah, Kafka benar-benar tak bisa menahan kantuknya dan berujung dia izin untuk tidur di uks dengan beralasan tidak enak badan.

"Em.." Kafka menjawab dengan tak berminat, matanya masih terpejam berusaha mengacuhkan kehadiran Naufal.

Sudah jam istirahat pertama, artinya selama dua mata pelajaran dia tak ikut.

"Jesica sama yang lain mau kesini, katanya khawatir sama lo,"

Kafka terpaksa membuka matanya, "Suruh balik aja,"

Naufal melirik ke arah pintu uks yang di buka dengan brutal dari luar, "Telat!"

"Kafka lo sakit beneran?!"

Jessy berjalan mendekat dengan Jesica di susul Adrian dan Donny di belakang.

"Nggak," jawab Kafka yang sudah duduk di atas ranjang uks.

Jesica mendekat tanpa permisi menempelkan punggung tangannya di dahi Kafka, "Nggak demam kok,"

"Emang nggak sakit," beritahu Naufal mewakili.

Hai, Bubu! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang