One : Brave

1.2K 196 38
                                    

Hari mulai terang ketika bala tentara Hi yang dipimpin langsung oleh panglima perang Jungkook, tiba di balik bukit terdekat istana kekaisaran Kogo. Aba-aba berhenti datang darinya langsung, membuat tuan putri Lalisa yang berkuda di sebelahnya menoleh bingung, karena sejatinya mereka belum benar-benar sampai di area pertempuran.

"Ada apa?"

Namun Jenderal Jungkook memilih diam, dan tampak berpikir. Ia menelaah sekeliling perbukitan itu dan menemukan dataran yang lebih tinggi. "Ikut aku!"

Dia berkuda lebih dulu di dampingi dua orang prajurit berkuda di belakangnya, putri Lalisa  memilih tak banyak bertanya selain mengikuti arahan pria itu. Pada akhirnya mereka sampai, dan sang putri menemukan maksud si jenderal yang sesungguhnya.

Dari atas sana, di mana waktu subuh yang mulai terang, mereka dapat melihat ribuan pasukan mongolia yang mengepung istana Kogo. Dilengkapi persenjataan seperti meriam api, dan ketapel batu raksasa. Diam-diam Lalisa meneguk ludahnya dengan susah payah.

"Berapa sisa pasukan Kogo yang tersisa?"

Sang putri menggeleng, "Aku tidak tahu."

"Perkirakan saja."

Dia mencoba mengingat, banyak sekali prajurit yang sudah gugur dalam pertempuran yang tidak seimbang ini. "Entahlah, seribu atau dua ribu."

Jungkook mengangguk, mata elangnya masih mengawasi barisan rapi pasukan Mongol yang siap menyerang saat matahari mulai terbit. "Kuperkirakan musuh masih memiliki sekitar sembilan sampai sepuluh ribu prajurit. Kita seimbang, dan bisa menang dengan strategi yang tepat."

Putri Lalisa meliriknya dalam diam, dia menunggu Jenderal muda itu meneruskan ucapannya.

"Putri, anda harus lebih dulu kembali ke istana untuk membuka jalan pada pasukan kami." Jungkook menoleh pada Lisa. "Kenakan lagi penyamaranmu, putari mereka dan setelah kau berhasil masuk ke dalam, beri aba-aba pada kami."

"Apa rencanamu, jenderal Jungkook?"

Sang Jenderal menampakan senyumnya, "Aku butuh waktu membuat sebuah formasi carkam. Mengurung musuh, dan memisah mereka agar dapat mendekati intinya." Jemari Jungkook terangkat, menunjuk satu titik temu pasukan Mongol, tepat pada arah kaisar yang memimpin serangan itu.

Entah Lisa harus percaya atau tidak padanya, yang pasti dia tidak punya waktu lagi untuk berpikir. Sang putri mengenakan kembali bantalan kepala juga penutup wajahnya, lalu menghentak tali kekang kudanya dan pergi dari sana.

Dia melewati batasannya sendiri, semakin ia bergerak mendekat maka di rasakan darahnya mendidih. Barisan para Mongol itu ia lewati dengan hati yang muak, mereka memang takan berani mengganggu seorang kurir perang tapi tetap saja sang putri yang berada dalam penyamaran ini tak bisa menyingkirkan emosinya kala mengingat dinastinya yang hampir hancur.

Putri Lalisa telah tiba di gerbang utama yang terbuka untuknya, ketika gerbang itu kembali ditutup, ia segera turun dan membiarkan kudanya merumput lalu segera berlari ke arah kakaknya yang pasrah menunggu bersama sisa-sisa pasukan mereka.

"Bagaimana?"

Hanya sebuah anggukan yang pangeran Seokjin terima, dan ia merasa itu adalah pertanda baik, sehingga dia membiarkan adiknya terus berlari meski agak kesulitan karena baju zirahnya yang berat. Dia menaiki satu persatu anak tangga pada menara benteng mereka, sementara langit mulai terang ketika putri Lisa memutuskan merebut busur juga satu buah anak panah dari salah satu pasukan pemanah yang berjaga di atas sana.

Tak hanya itu, dia merobek sedikit kain bendera dinastinya untuk ia lilitkan pada ujung tajam anak panah tersebut, sebelum mencelupkannya pada wadah minyak dan membakarnya dengan api.

The Empress of Fire (TaeLiceKook) [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang