Thirty-Eight : Dark Sky

908 149 65
                                    

Angin dingin berhembus menerbangkan helaian rambut hitam legam sang pangeran. Hanfu hitam polos membalut tubuh kecilnya, matanya bengkak, hidungnya pun memerah. Pada tangannya terdapat ornamen sang kakak yang baru saja ia antar sampai ke peristirahatan terakhir. Kakaknya Areum telah tiada.

Dengan cara yang paling mengenaskan, yang ia tahu.

"Hiks.." Taeyong tersedu lagi, air mata yang semula sudah berhenti kini turun lagi, seharusnya anak laki-laki tidak boleh menangis, tapi hatinya betul sakit. "A-apa kau membenciku, karena aku sering meledekmu.. hiks.. Areum..."

Kepalanya tertunduk, disembunyikan di antara kedua kaki yang tertekuk duduk pada undakan anak tangga sambil memeluk dirinya sendiri. Dia menangis lagi, walau ayah dan paman Jimin bilang kalau semua adalah takdir dewa, rasanya Taeyong belum percaya. Tubuhnya menggigil, bahkan ibunya tidak lebih baik.

Dia pingsan berulang kali sampai sekarang, tangisnya menjadi bumerang rasa bersalah untuk si pangeran. "Apa ibu akan membenciku, karena aku selalu mengganggu Areum.. hiks?"

"Pangeran.."

"Hiks.. kakak.."

Jeonsan tertegun.

"Kakakku, Jeonsan.. Areum, huwaaaaaa..." Tangisnya mengencang, Taeyong tidak sanggup lagi menahannya dan berpura-pura tegar. "Aku sangat menyayangi kakakku, tapi.. hiks.. tapi dia pergi.. huwaaaaaa..."

Sang sahabat duduk di sisinya. Merangkul pelan punggung sang pangeran dan menariknya ke dalam pelukan. "Sudah.. jangan menangis.. putri Areum, sudah berada di tempat yang lebih baik pangeran."

"..."

Tatapan Jeonsan menyendu, "Kita mungkin kehilangan sosoknya, tapi tidak dengan kenangannya. Kau harus kuat pangeran, ibu.. maksudku ibumu sangat membutuhkanmu sekarang."

Taeyong mendongkak. "Bagaimana kalau ibu membenciku.. aku selalu mengganggu Areum, bisa saja Areum pergi karena aku.. hiks.."

Jemari Jeonsan menghapus air mata di wajah si pangeran. Dia menggeleng, "Tidak ada seorang ibu yang membenci anaknya sendiri, pangeran. Ibumu sangat sayang padamu, dia tidak akan pernah menyalahkanmu untuk sesuatu yang bahkan tidak kau perbuat."

"Huwaaaaaa.. Jeonsan.." Taeyong memeluknya erat.

"Sudah.. tidak apa-apa." Adikku.. "Aku ada di sini, bersamamu."

.

.

.

"Chanyeong.."

"Pangeran.."

"Ibuku-"

Dia tersenyum, walaupun wajahnya masih memerah karena menangis. "Permaisuri ada di dalam bersama Kaisar, masuklah.. dia pasti senang melihatmu."

Taeyong melirik ke arah Jeonsan yang mengangguk. Mereka bergandengan tangan lalu masuk ke dalam kamar sang ibu yang terduduk di ranjang bersama kaisar.

"I-ibu.."

Kedua orang dewasa di sana menoleh, Lisa terlihat berantakan dan pucat dengan hanfu tidur berwarna putih. Taehyung di sisinya, masih memakai hanfu hitam dari pemakaman, menggenggam erat sebelah tangan sang istri.

"Kemarilah, Taeyong." Taehyung memanggilnya, membuat si pangeran melepaskan genggaman temannya dan berjalan pelan ke arah kedua orangtuanya. Jeonsan sendiri menunggu dalam diam, hatinya ikut sedih melihat kekosongan di mata indah sang ibu.

"I-ibu.." bibir Taeyong bergetar, Lisa menatapnya lamat dan menarik sang pangeran ke dalam pelukannya. "I-ibu.. huwaaaaaa.."

"Putraku, pangeranku.." Lisa juga menangis, "Jangan menangis.."

The Empress of Fire (TaeLiceKook) [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang