Twenty-one : Orchid Moon

888 161 94
                                    

"Aku bekerja sepanjang hari di sini, berkutat dengan kotoran kuda dan terkadang harus juga menyikat bokong mereka." Jimin menggerakkan sikatnya pada lantai kandang. Dia terus mengajak Lisa yang terkurung untuk bicara, menurutnya dalam kondisi seperti Lisa, hal terbaik yang bisa tetap menjaga kewarasan gadis itu adalah dengan melupakan tragedi yang sudah terjadi walau sesaat.

Ia iba melihat gadis yang lembut sepertinya harus berada di tempat kotor ini, belum lagi perlakuan para penjaga yang kadang tidak bisa menjaga mulut mereka. Walau terlihat tidak mempedulikan apapun, Jimin tahu jika gadis tersebut tengah menanggung beban yang luar biasa berat.

Sang putri tidak banyak bicara meski Jimin terus saja menanyainya, hingga pemuda itu letih dan hanya mengeluh secara sepihak padanya, bermaksud jika yang tak beruntung bukan hanya Lisa saja melainkan dirinya juga.

"Ayahku seorang pedagang kecil, dia bekerja sangat keras dan menabung agar aku bisa ikut seleksi prajurit istana atau penjabat istana." Jimin tertawa-tawa. "Kau tahu, aku juga belajar dengan tekun, mempelajari hukum-hukum kekaisaran juga berlatih dengan senjata-senjata yang ada, berharap salah satu dari kedua lowongan itu bisa meloloskanku."

"..."

Jimin menghela napas, dia berhenti sejenak. "Tapi mau tahu fakta mengerikan dibalik perekrutan istana?" Tanyanya lagi. "Kau tidak bisa lolos walau memenuhi kualifikasi tanpa rekomendasi orang yang berpengaruh di istana ini hish!"

Lisa meliriknya, walau diam dia mendengarkan seluruh celoteh Jimin. Dia pria yang tampak baik, polos juga ceria. Pemuda itu juga pekerja keras, dan memenuhi tugas yang menjadi tanggung jawabnya. "Lalu kenapa kau berakhir di sini?"

"Apa yang bisa kukatakan, ayahku bisa langsung mati kalau tahu aku tidak lolos seleksi!" Dia mengingat-ingat. "Jadi dengan tetap mendapat pekerjaan di istana, ayahku masih bisa tenang karena berpikir kalau aku kini menjadi salah satu dari bagian orang penting di sini."

"..."

Lalu Jimin tak bisa menahan tawanya, "Hei aku memang penting bukan? Aku merawat kuda-kuda ini sepenuh hatiku, tanpa mereka para prajurit kavaleri, jenderal, kaisar tidak akan pernah bisa pergi berperang." Ujarnya bangga. "Jangan mentertawakan aku!"

Lisa memalingkan wajahnya lagi. Tidak ada hal lucu yang harus ia tertawakan dari cerita Jimin tadi. Nyatanya, mereka memang memiliki nasib yang sama. Ketidakadilan membuat orang-orang berkemampuan seperti pemuda itu terkubur. Para penjahat yang ada di istana adalah sumber penderitaan mereka.

Suara pekikan seekor elang membuat mereka terdiam, baik Jimin maupun putri Lisa mendongkak ke arah langit yang terik pada siang ini. Kandang tempat Lisa di kurung berada di sisi terluar sehingga pandangannya tidak terhalang sekat apapun.

"Whoaaa.. dia kembali lagi," Jimin menggeleng. "Ya, mungkin karena banyaknya sumber makanan di sekitar sini."

"Burung elang?"

Pria itu mengiyakan, "Banyak sekali ular yang berkeliaran di sekitar kandang kuda. Aku beberapa kali hampir tergigit, tapi sejak elang itu terus saja kembali kemari, aku jadi merasa aman. Setidaknya, dia akan menghabisi ular itu satu persatu."

Lisa tertegun.

"Aku akan mengambil jatah makan siangku dulu." Jimin meletakan sikatnya, "tenang saja, aku tidak akan melupakanmu hehe."

Lisa juga mengabaikannya, lebih tepatnya dia memikirkan perkataan Jimin yang mungkin tidak pemuda itu sadari kalau dia baru saja membangkitkan semangat Lisa yang lain. Sang putri menatap kakinya yang terborgol, dia menggerakkannya pelan sambil berpikir. Lisa tidak bisa berakhir seperti ini, setidaknya sebelum ia menepati janjinya untuk membalas mereka semua.

The Empress of Fire (TaeLiceKook) [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang