Four : Hi

960 179 63
                                    

Putri Lisa tersentak, ia yang tertidur mulai membuka kedua matanya perlahan karena angin kencang yang berhasil menerobos jendela kereta kuda. Pandangannya yang lemah menatap barisan pohon besar di luar sana, juga tanah hijau yang tak akrab dengannya.

Dia mendudukan dirinya untuk mengumpulkan nyawa, berapa lama ia tertidur? Melihat hari yang mulai siang, ia yakin ini hari ketiga kepergiannya dari Kogo menuju Hi dan mereka belum juga sampai. Sang putri mengetuk plat kayu pemisah yang menghubungkannya dengan si kusir tua.

"Tuan putri, anda sudah bangun?" Tanyanya dari luar sana.

"Ya, di mana kita?"

Sambil terus memacu kereta kudanya, dia menjawab. "Hutan perbatasan negara Hi, tuan putri."

Senyumnya mengembang ketika mendengar itu. Dia hampir sampai,

"Apa anda ingin berhenti dahulu untuk beristirahat?"

"Tidak perlu, teruskan saja."

"Baik, putri."

Kemudian putri Lisa meraih buntalan kain barang bawaannya yang sejak kemarin ia gunakan sebagai bantal, tanpa mempedulikan angin kencang yang masuk ke dalam kereta, ia membuka ikatan pada buntalan tersebut untuk mengambil selendang merah yang saat itu jenderal Jungkook kembalikan.

Sang putri membauinya, dia mengecup bagian selendang tersebut lalu membawa benda itu ke dalam pelukannya. Sebentar lagi, mereka akan segera bertemu dan Lisa yakin jika jenderal Jungkook takkan memiliki alasan lain untuk menolaknya.

Ia memandang selendangnya, selendang sutra berwarna merah dengan sulaman emas yang ia buat sendiri dengan kedua tangannya. Tetapi angin yang masuk lebih kencang lagi, membuat sang putri terlena hingga kehilangan kekuatannya beberapa saat untuk sekedar menahan selendang tersebut agar tidak terbang keluar dan melayang jauh.

"Selendangku!"

"Tuan putri, ada apa?"

Sang putri tak menjawab, ia melongokan kepalanya keluar jendela untuk melihat arah angin yang membawa selendangnya pergi. Ia menatap cemas ke sana, dan sesuatu tiba-tiba membuatnya jatuh terjerembab ke dalam kereta yang dipaksa berhenti mendadak.

BRUK

"Ah.. awww.."

Dua ekor kuda yang menarik keretanya meringkik. Putri Lisa bisa mendengar suara khawatir sang kusir yang tergopoh-gopoh turun lalu membuka pintu kereta.

"Tuan putri! Astaga, ampuni aku.. apa anda baik-baik saja?"

"Aku tidak apa.." Lisa mencoba duduk kembali di tempatnya. "Apa ada masalah?"

Wajah tua si kusir nampak lega, "syukurlah.. maaf putri.. hamba tidak melihat lubang berlumpur di jalan kita.. salah satu roda kereta terperosok ke sana."

"Apa kita bisa mengatasinya?"

"Tentu putri, tetaplah berada di dalam sini. Hamba akan mencoba menarik rodanya keluar."

Lisa meneliti si kusir, beliau sudah terlalu tua, tidak mungkin sanggup untuk mengangkat beban kereta seberat itu. "Biarkan aku membantumu.."

"Tidak, putri.. jangan.. tetaplah berada di sini. Hamba bertanggung jawab penuh atas keselamatan anda, dan hamba tidak ingin anda kelelahan."

"Tapi-"

Belum sempat Lisa menyelesaikan perkataannya, sang kusir terlanjur menutup pintu kereta tersebut.

Sang putri menghela napas, ia mengusap tangannya yang nyeri saat benturan tadi terjadi. Sekali lagi, dia mencoba melihat keluar, ke arah selendangnya yang sudah menghilang. Dia berdecak, dan mulai berpikir jika ia akan membuat yang baru saja nanti.

The Empress of Fire (TaeLiceKook) [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang