Chapter 2: Pekerjaan rumah dan belanja.
"Pagi, Ra." Sapa manis seseorang yang Aurora kenali sepanjang masa, Alfin.
"Pagi apa maksud, ini siang heh." Malas Aurora.
"Eh ada apa kesini? Tumben mau kesini, apakah angkot yang kamu naiki ber AC atau kursinya lebih tinggi? Sehingga kamu betah sekali." Ejek Aurora sambil tertawa.
"Bisa suruh tamu kehormatanmu ini masuk dulu engga? Panas banget diluar, mana berdiri terus disini, capek." Keluh Alfin sambil menunjukkan dirinya yang mengipasi diri dengan tangan.
Alfin datang kerumah Aurora dengan jaket hoodie abu-abu tua. Juga celana panjang biru tua-alias masih sama dengan saat pulang bersama Aurora. Tas ransel sekolah yang tadi dia bawa ke sekolah juga masih digendongnya. Tidak salah, panas begini malah memakai hoodie tebal.
Aurora pun mempersilahkan Alfin masuk. Lalu menyuruhnya menunggu di ruang tamu sedangkan Aurora berganti baju ke kamarnya.
Setelah Aurora selesai berganti baju dan cuci tangan dan kaki, Aurora pun mengambil tas sekolahnya dan berjalan menuruni tangga.
"Eh, Fin. Kita pilih cerita 1 atau 2?" Tanya Aurora sambil melihat buku bahasa indonesianya. Masih dalam status berjalan menuju ruang tamu.
Karena yang ditanya tidak menjawab, Aurora pun melirik Alfin. Aurora mendengus kesal, bisa-bisanya Alfin tidur sambil memeluk toples kue miliknya di sofa ruang tamunya itu. Aurora hendak berencana mengerjainya.
"Wah-wah, enak banget ya anak orang tidur dirumah orang seenaknya. Saatnya memberi tamu ini kehormatan sesungguhnya." Iseng Aurora.
Kebetulan di meja ruang tamunya itu ada segelas air, Aurora pun mengambilnya dan bersiap menyiramkannya kepada Alfin.
"Tiga, dua, satu."
*Byurr
"EH HUJAN BANJIR AIR!!" Kejut Alfin dengan panik hingga terbangun. Aurora yang melihat itu tertawa cekikikan hingga terjatuh.
"RA!! ITU GA LUCU! KALO BENERAN GIMANA?" Kesal Alfin hingga melempar bantal sofa kearah Aurora. Yang dilempar hanya mengaduh namun tawanya masih terdengar.
"Aduh duh, lagian mana ada sih hujan banjir air? Apa maksudnya coba. Ya kali kalo ada hujan banjir uang? Bakal terheboh sedunia udah." Aurora kembali tertawa memegangi perutnya.
Alfin hanya mendengus. Tapi Alfin tetap membalas Aurora dengan bantal sofa. Kali ini Alfin memukulnya langsung tanpa melempar dari jauh.
"Udah, Fin udah. Hadeh capek ketawa tahu enggak. Lagian siapa suruh tidur dirumah orang coba? Mana kue buat tamu dihabisin." Tawa Aurora mulai terhenti dan fokus kearah pembicaraan.
Alfin hanya mengangkat bahu dan nyengir. Maksudnya adalah lagian ruang tamu emang khusus tamu kan? Begitu maksud cengiran Alfin.
Akhirnya mereka mulai fokus. Mereka sibuk membaca teks cerita inspiratif yang diberikan oleh bu Lina. Ada dua. Jadi mereka bisa memilih salah satu dan menyimpulkannya secara rangkum.
"Eh, Fin kamu milih yang nomer berapa? Teks cerita nomer 1 pendek nih. Juga bacaannya engga belibet gitu. Kita pilih cerita nomer satu ya?" Usul Aurora yang membuat Alfin yang tadinya berusaha mencerna cerita inspiratif itu, menoleh kearah Aurora.
"Terserah. Aku mana paham pelajaran bahasa indonesia meski aku orang Indonesia." Alfin mengangkat bahu.
Aurora hanya memutar bola mata malas. Lantas teringat satu hal.
"Eh, Fin. Kan aku yang seharusnya kerumahmu? Kenapa kamu yang kerumahku? Mana baru pulang gini. Katanya mau malas-malas an dulu." Sindir Aurora sambil memasang wajah paling polos sedunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Terakhir
Ficção Adolescente[FIKSI REMAJA-MISTERI] *Juga sedikit bumbu romansa remaja dan gore(ngan) ringan. Aurora dengan kehidupannya yang damai dan bahagia. Orang tua yang amat perhatian, sahabat selayaknya kakak sendiri, dan teman-temannya yang seperti keluarga. Kedata...