|Chapter 10|

4 4 0
                                    

Chapter 10: Meeting feeling

"Eh, kamu kan–" Aurora menyipitkan mata, mengingat.

"Iya, aku minta maaf membuat kamu merasa resah. Aku juga kebetulan sedang berjalan-jalan." Ramah anak lelaki sepantara Aurora itu.

Tentu saja Aurora mengetahui siapa yang mengajaknya bicara. Anak itulah yang menyelamatkannya di tangga saat terpeleset. Tapi pertanyaan Aurora... Kenapa anak itu bisa disini? Apa mereka kebetulan sedang ada urusan di kota yang sama?

"Hmm iya. Aku sedang ada urusan disini." Sahut anak lelaki itu.

Aurora membesarkan bola mata. Anak ini... Membaca pikirannya?

"Tidak juga, hanya menebak keberuntungan." Lagi-lagi anak itu membaca pikiran Aurora.

"Berhenti melakukannya!" Aurora sedikit kesal.

Namun Aurora menghembuskan nafas menenangkan diri. Tidak ingin membuat tamu-tamu disini terbangun, juga anak ini juga sudah menyelamatkannya.

"Ah baiklah maafkan aku." Senyum anak lelaki itu.

"Kita belum sempat berkenalan saat di sekolah ya? Perkenalkan aku Askarell Hellvano. Kamu bisa memanggilku Aska." Ulur tangan Aska dengan ramah.

"Aurora Alvelle." Balas ulur tangan Aurora dengan sedikit canggung.

Menit itu dihabiskan dengan berkenalan. Aurora merasa canggung karena sepertinya anak ini mencurigakan, namun Aurora buru-buru menepis pikiran itu. Menilik jika Aska bisa "menebak" isi pikirannya.

"Tapi... Aku belum pernah melihatmu di sekolah. Kamu anak baru?" Aurora langsung to the point pembicaraannya. Tidak ingin basa-basi maupun membuat rasa penasarannya menggantung.
Aska hanya tertawa pelan. Aurora masih meragukan dirinya.

"Aku anak seorang guru disana. Kita seumuran, tapi aku sudah lulus SMP duluan. Jadi aku menghabiskan sisa waktu SMP ku sebelum masuk SMA dengan membantu ayahku. Seperti membantu beberapa muridnya yang kesulitan belajar, ataupun hanya sebatas membantu ibu kantin." Balas ramah Aska.

Aurora hanya ber oh ria. Tapi itu belum menjawab rasa penasaran yang muncul lagi.

"Bagaimana kamu bisa lulus SMP duluan? Dan nama ayahmu siapa? Guru kelas berapa dan di mata pelajaran apa? Tapi aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Apa tujuanmu menyelamatkan ku? Aku bahkan tidak melihatmu tadi. Kapan kamu datang dan darimananya?" Tanya Aurora panjang lebar. Aska hanya tertawa pelan sebagai balasannya. Merasa artis si Aska ini, dan Aurora sebagai wartawannya.

"Aku rasa kamu masih meragukanku setelah insiden di tangga itu."

"Baiklah, aku rasa kita bisa berbincang-bincang soal keraguanmu tentang diriku. Tapi jangan disini, mungkin di suatu tempat seperti cafe di hotel ini?" Lagi-lagi balas ramah Aska.

Aurora terlihat berpikir sejenak, lantas menggangguk. Memang ada cafe di lantai satu dekat lobby hotel.

Aska berjalan lebih dulu menuju lift, diikuti Aurora. Aurora berusaha menjaga jarak langkah jalannya dengan Aska. Aska hanya berjalan santai sambil memasukkan kedua tangannya di saku celananya.

Saat di lift, hanya terisi keheningan. Tidak ada pembicaraan. Sesekali Aurora melirik kearah Aska untuk memastikan, tapi sialnya Aska selalu meliriknya balik. Yang membuat Aurora tertangkap basah sedang melirik Aska. Aska hanya membalas tersenyum.

Setelah sampai di lantai satu, mereka berusaha keluar lift. Kenapa berusaha? Karena saat pintu lift terbuka, simsalabim tamu dan wisatawan segera mengerubungi masuk lift yang ruangannya cukup besar sebenarnya, namun tidak dengan pintunya. Aurora bahkan sampai sesak nafas karena berdesakan dengan orang-orang.

Aksara TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang