|Chapter 9|

2 3 0
                                    

Chapter 9: Topi pantai dan tiga belas.

Tahukah kalian kalo saja hidup yang amat sempurna tanpa tergaris jatuh, itu lebih cenderung mendekati jurang akhir?

Semakin sempurna hidup, semakin orang sekitar menginginkannya dengan cara apapun. Atau tidak, tidak akan membiarkan orang yang hidup sesempurna itu bisa lebih bahagia dari dirinya.

Haruskah konflik cerita dimulai sekarang? Atau malahan langsung to the point, klimaks? 

No, no, no. Basa basi mungkin bukan tipeku, tapi untuk cerita mungkin itu akan menarik.

Plus, menabung chapter juga agar banyak hihi.

Baiklah to the story.

Sudah hampir setengah jam Aurora berjalan-jalan jauh. Kali ini dia terduduk di suatu batu di pinggir pantai. Melihat kawanan kepiting sedang menari-nari.

Alfin yang tersadar Aurora tidak lagi di sekitarnya, sedikit bingung. Ia menoleh kesana kemari tapi tidak ada Aurora yang dia cari. Alfin pun hendak menelepon Aurora yang mungkin saja sudah kembali ke hotel. Dengan begitu Alfin tidak perlu cemas.

Namun saat Alfin menelepon, hanya terdengar pesan suara Aurora. Itu berarti Aurora tidak membawa ponselnya. Alfin baru teringat hal itu, Aurora sedang ingin libur dari dunia internetnya itu.

Alfin masih berpikir kira-kira jika dirinya menjadi Aurora, kemanakah dirinya pergi? Alfin mondar-mandir berpikir yang jika dilihat orang seperti menunggu seseorang saja.

Setelah lama berpikir, terbesit sesuatu di pikirannya. Tentu saja, Aurora suka sekali melamun. Dan suasana ramai ini jelas mengganggu ritual lamunannya itu. Sudah pasti sekarang Aurora mencari tempat yang lebih sepi pengunjung.

Alfin pun berlari. Meninggalkan kursi santainya namun tidak dengan novelnya. Alfin bawa di genggaman tangannya. Alfin berlari ke sisi pantai lain.

Banyak pasir yang Alfin tapak. Begitu juga gemericik air pantai hasil kaki-kakinya. Rambut hitam legamnya sibuk tertiup angin yang juga disebabkan karena Alfin sedang berlari.

Alfin semakin jauh dari kursi santainya. Juga dari para wisatawan. Karena di sisi pantai ini lebih banyak batu besar di pinggir pantainya, juga rumput laut hasil bawa tangan ombak laut.

Alfin berhenti sejenak, mengambil-membuang nafasnya sambil membungkuk sedikit. Alfin kelelahan berlari jauh. Entah sesantai apa Aurora ini hingga bisa berjalan jauh ke sisi pantai ini.

Alfin pun mendongak dan akan melanjutkan pencarian Aurora lagi. Namun, matanya menangkap sesuatu yang ganjil diatas batu itu. Seperti ada seorang gadis dengan topi pantai yang lebar sedang duduk dan membiarkan angin menerpa rambut dan topi pantainya.

Alfin menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas. Tidak salah lagi, itu adalah orang yang dicarinya daritadi. Aurora.

Alfin berlari menghampiri Aurora. Aku rasa Aurora tidak sadar Alfin yang berjuang mati-matian pergi dari santainya dan berlari jauh hanya untuk menemukannya. Aurora terlalu sibuk tersenyum sendiri melihat kawanan kepiting itu.

Akhirnya Alfin sampai. Alfin nafasnya tidak beraturan sekali. Aurora sedikit terkejut dengan kedatangan Alfin yang tiba-tiba ada di sampingnya.

"Eh, Alfin? Sedang apa kamu disini?" Tanya Aurora dibalik topi besar pantainya itu.

Alfin tidak menjawab. Alfin masih mengatur nafasnya.

"Kamu..." Alfin masih mengatur nafasnya.

"Kamu pikir....  Aku tidak merasa cemas akan dirimu? Berpikirlah bodoh." Alfin berkata namun masih sedikit membungkuk karena kelelahan.

Aurora pipinya sedikit memerah merona. Seperhatian itukah dia hingga rela mengabaikan waktu santainya? Aurora hanya memalingkan wajah sambil memegangi topi pantai nya itu.

Aksara TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang