|Chapter 20|

1 1 0
                                    

Chapter 20: Aska & Ravel

Malam hari tiba...

Sesosok bayangan tengah menatapi Aurora yang tertidur pulas di ranjangnya. Aurora tengah sendiri tanpa Mamahnya yang entah kemana. Sosok bayangan dengan kilatan merah di matanya, tersenyum pulas memandangi gadisnya.

Ya, itulah Aska.

Sekejap, Aska menampilkan dirinya. Bukan sesosok bayangan hitam lagi. Wajah, rambut, dan postur wajahnya masih sama dari awal Aska datang ke kehidupan Aurora. Memang itu fisik Asli Aska sebagai manusia maupun iblis. Yang membedakan jika Aska menampilkan fisik iblisnya, matanya bertambah satu di dahinya, kuku-kukunya memanjang tajam, dan ekor panjangnya yang mengerikan. Ditambah auranya yang makin mengerikan dan warna matanya yang semula coklat terang, menjadi hitam kelam.

Namun warna kulit, postur tubuhnya, dan rambutnya tetap sama. Dan juga sifatnya...

Kehadiran Aska membuat tidur nyenyak Aurora merasa tergugah. Tapi Aurora belum terbangun sepenuhnya.

Aska mendekati Aurora perlahan. Menatap wajah cantik itu lebih dekat. Membayangkan putri tidurnya ini kelak menjadi pendampingnya.

Aska menyusuri tiap senti wajah Aurora dengan tangan putihnya itu. Untung saja Aska sedang versi manusia. Jika tidak, kuku panjang Aska bisa menggores wajah cantik Aurora.

Aurora merasa benar-benar terganggu dan membuka matanya dan terduduk. Namun, tidak ada siapapun di ruangan itu.

"Apa... Tadi cuman mimpi?" Gumam Aurora pada dirinya sendiri.

"Bukan, ini namanya kenyataan."  Tiba-tiba Aska bersuara di telinga Aurora.

Aurora terkejut dan menoleh ke arah sampingnya.

"Aska?!" Pekiknya.

Aska membungkam bibir mungil Aurora dengan jari telunjuknya. Yang perlahan mengeluarkan kuku panjangnya. Aska menyengir.

Aurora terbelalak dan ketakutan histeris.

"Aska?" Tanya seseorang di koridor rumah sakit.

"Eh Katherine, lagi apa disini?" Aska tidak terkejut seperti Katherine. Santai saja.

"Uhm... My grandmother sick, so i have to take care her," balas Catherine sambil terkekeh.
(Uhm... Nenekku sakit, jadi aku harus merawatnya,)

"I feel sad for you. Get well soon for your grandmother." Aska berpura-pura simpati.
(Aku merasa sedih untukmu. Semoga cepat sembuh untuk nenekmu.)

Katherine hanya membalasnya dengan anggukan. Lalu menanyakan suatu hal.

"By the way, what are you doing here, Aska? Are you sick? Or something else?" Tanya Katherine heran. Aska berjalan sendirian dengan hoodie biru sambil bersenandung santai tadi, sehingga Katherine mengetahui bahwa itu Aska. Katherine mulai banyak mengenal Aska meski dalam jarak waktu yang sebentar. (Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan disini, Aska? Apakah kamu sakit? Atau sesuatu yang lainnya?)

"Ah tidak juga, aku hanya berjalan-jalan santai disini,"

"Huh? But this is hospital, Aska. You can't come in here if you don't have–"
(Hah? Tapi ini rumah sakit, Aska. Kamu tidak bisa datang kesini jika kamu tidak punya–)

Ucapan Katherine terpotong. Koridor rumah sakit itu sepi sehingga hanya ada mereka berdua. Aska langsung menerkam Katherine dengan kuku-kuku panjangnya. Tidak lupa kamera CCTV yang mendadak mati.

Aksara TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang