Chapter 22: Alfin mengetahuinya.
"Ravel... Sedang dalam periodenya. Saya hanya membantunya membeli apa yang dia butuhkan." Aska menjawab serius.
Ravel mendongak terkejut. Apa-apaan perkataan Aska? Bahkan pubertas saja dirinya belum sama sekali.
Guru BK itu menggangguk paham. Tapi dari raut wajahnya, masih ada kecurigaan.
"Kenapa lama sekali hingga jam istirahat berakhir hah? Tidak bisakah ijin dulu terhadap wali kelas kalian masing-masing? Dan kalian itu berbeda jenis! Kalian harus menjaga hubungan." Tegas guru BK itu.
Aska menatap jengah guru BK itu. Tidak ada habisnya pertanyaan-pertanyaannya. Kenapa tidak ganti profesi saja sekalian.
"Itu karena antri panjang di toko itu."
"Kami terburu-buru. Aku tidak bisa membiarkannya menderita sendirian saja."
Sebelum Aska melanjutkan perkataannya, Ravel sempat terkejut dengan ucapan terakhir yang dikatakan Aska. Andai saja di hati kecilnya tidak penuh terisi Alfin, sudah pasti sekarang wajah Ravel merona semu.
"Maaf, Bu. Saya ini bukan cowo yang seperti ibu kira. Memangnya semua cowo harus disamakan begitu, Bu? Memikirkan cewe sana-sini lantas tanpa berakal, melakukan yang lebih jauh?" Aska mengontrol emosinya. Manusia di hadapannya ini tidak ada sopan santunnya terhadap pangeran iblis ini. Aska bahkan tidak tertarik mempunyai keturunan.
Guru BK itu terdiam sejenak.
"Baiklah. Untuk saat ini, Ibu maafkan kalian berdua. Namun jika kalian terlihat bersama lagi. Maka ucapkan halo terhadap Skors." Guru BK itu berkata datar.
Aska terbelalak tidak percaya. Apa hak ibu ini yang bisa melarang mereka bersama? Pacaran saja tidak. Dengan kastanya sebagai guru BK, apakah harus wewenang seperti itu?
Berbeda dengan Ravel, dirinya hanya diam tak berkomentar maupun bereaksi. Ravel bingung dengan semua perdebatan ini. Aska terlalu ribet atas rencananya. Berarti ini hari pertama dan terakhir dirinya berinteraksi dengan Aska.
Aska menghela nafas sejenak.
"Baik dan terima kasih, Bu." Aska beranjak pergi acuh. Ravel pun mengejar Aska.
"Aska! Tunggu!" Sahut Ravel.
Aska menoleh ke arah Ravel. Wajahnya yang serius membuat Ravel ragu untuk berbicara dengannya.
"Soal tadi–"
"Apa?" Aska berkata datar.
"A-aku hanya ingin minta maaf atas semua ini. Juga berterima kasih atas yang kau lakukan hari ini untukku."
"Belum pernah aku bertemu seseorang seperti itu selain kedua temanku." Ravel berkata pelan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Aska terdiam menatap lamat-lamat Ravel.
Aska tiba-tiba tersenyum.
"Tentu saja." Aska menjawab singkat dan beranjak pergi menuju kelasnya.
Setelah Aska benar-benar pergi ke kelasnya. Tanpa sadar, Ravel mengulas senyuman kecil.
***
"Ra...," panggilnya yang kini sudah terduduk di sebelah Aurora.
Aurora hanya terdiam bungkam. Tidak bisa berkata-kata.
"Kenapa tidak bilang? Aku mengkhawatirkanmu dari kemarin-kemarin." Alfin menggenggam tangan Aurora.
"Bagaimana kronologi semua ini?" Alfin bertanya pelapulang*Flashback
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Terakhir
Novela Juvenil[FIKSI REMAJA-MISTERI] *Juga sedikit bumbu romansa remaja dan gore(ngan) ringan. Aurora dengan kehidupannya yang damai dan bahagia. Orang tua yang amat perhatian, sahabat selayaknya kakak sendiri, dan teman-temannya yang seperti keluarga. Kedata...