|Chapter 4|

6 4 0
                                    

Chapter 4: Keyakinan dan lorong kejutan.

Aurora hanya menatapnya bingung. Namun dia tetap berterimakasih kepada anak lelaki itu karena sudah menyelamatkannya.

"Jadwalmu bukan hari ini oke? Apa maksudnya ya?" Gumam dalam hati Aurora.

Aurora sibuk memikirkan kata-kata itu hingga tidak sadar bahwa dia sudah didepan gerbang sekolah.

"Ra." Alfin menepuk bahu Aurora, yang ditepuk terlompat kaget.

"Ih, Alfin! Bisa engga sih engga ngagetin terus! Mau bikin jantungku lepas?" Kesal Aurora.

"Sorry. Siapa suruh ngelamun terus, udah gitu lama banget turun kebawahnya." Alfin hanya mengangkat bahu tak bersalah.

Alfin pun mengajak Aurora pulang bersamanya. Naik mobil pribadi milik orang tua Alfin tentunya. Beruntung saja pak Ujang sudah sembuh.

Alfin pun membukakan pintu mobil untuk Aurora. Aurora hanya tersenyum berterimakasih.
"Pak, kemarin ngapain pake acara sakit segala sih." Kesal Alfin yang sudah duduk di sebelah Aurora.

"Maaf, Tuan muda. Saya juga engga tahu tiba-tiba sakitnya datang." Pak Ujang beribu maaf diucapkan sambil menjalankan mobil itu.

Alfin hanya mendengus. Aurora menyikutnya. Meski pak Ujang hanyalah supir pribadi keluarganya, tidak seharusnya etika kepada orang yang lebih tuanya ikut hilang.

Sepanjang di perjalanan Aurora hanya menatap keluar jendela sambil memikirkan yang tadi. Aurora tahu semua manusia akan mati. Tapi bagaimana bisa anak tadi seakan tahu dia mati kapan? Apalagi anak lelaki tadi bilang jadwalmu bukan hari ini oke.

Berbanding dengan Alfin. Alfin sibuk membaca novel kesayangannya. Mereka berdua duduk dengan jarak saling pojok. Berbeda dengan tadi dikelas yang bahkan seperti berpelukan.

Aurora berkali-kali menghela nafas. Karena suasana sepi, Alfin mendengarnya. Awalnya Alfin hanya menganggap Aurora kelelahan, namun mungkin saja hal lain sedang dipikirkan Aurora.

Alfin menoleh kearah Aurora. Aurora masih menatap ke jendela

"Pak, berhenti didepan itu." Tunjuk suruh Alfin ke pak Ujang. Pak Ujang mengiyakan.

Aurora seketika menoleh. Alfin meminta supirnya ini berhenti di depan suatu tempat ibadah begitu. Tumben siang-siang begini Alfin ingin menjadi alim, padahal dia bisa lakukan dirumah.

Mobil pun berhenti.

"Ra, kamu mau ikut?" Tanya Alfin.
"Uhm, engga deh hehe aku lagi libur." Tolak halus Aurora.

"Bukannya dua minggu lalu udah? Kamu sampe buat aku terpojok karena amarah singa mu itu." Sidik Alfin.

"Uhm, iya emang udah. Tapi-" Ucapan Aurora terpotong. Alfin menariknya keluar mobil dan mengajaknya ke tempat tujuan.

Aurora mengomel. Alfin hanya acuhkan. Memang ada apa? Kan tidak apa berdoa di tempat ibadah secara langsung?

Sampai di depan rumah ibadah, Alfin melepas sepatu. Aurora hanya menatap nya bingung.

"Ayo, Ra. Jangan bilang kamu engga tau cara buka sepatu?" Ajak Alfin.

Aurora hanya berkedip layaknya anak polos kepada Alfin yang duduk sambil melepas sepatu. Bukan itu yang Aurora bingungkan

Alfin mendengus. Alfin pun melepaskan tali sepatu Aurora. Aurora sempat termundur sedikit karena kaget.

"Oke udah. Ayo, Ra." Ajak Alfin.

"Kemana?"

"Astaga, Ra. Kalo disini mau ngapain lagi? Antara doa atau ibadah kan?"

Aurora hanya menatap Alfin dengan polos.

Aksara TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang