Chapter 3: Perhatian kecil dan nostalgia.
"Ravel?" Sahut terkejut Alfin, yang membuat Aurora menoleh kearah pembicaraan.
"Iya ini Ravelia. Calon mu, Alfin." Kata Ravel sambil tertawa kecil.
Alfin hanya mendengus kesal. Aurora menahan tawa atas perkataan Ravel itu.
"Calon pelayan maksudnya?" Iseng Aurora.
"Enak aja! Istri lah!" Ketus Ravel.
Aurora hanya mengangkat bahu tak berdosa, meski di wajahnya masih terpasang senyuman geli atas ucapan Ravel.
Alfin lama-lama kesal. Alfin pun mengajak Aurora pergi. Meski kedua tangannya penuh belanjaan, Alfin membawa Aurora pergi dengan satu lengannya yang seolah merangkulnya.
"Lah, Alfin. Belum juga dramanya selesai udah dibawa pergi aja." Kekehan Aurora.
Alfin hanya mendengus kesal. Siapa juga yang ingin disukai oleh pembullynya sendiri? Apalagi dia tidak pantas dikatakan seorang pelajar lagi.
Sesuai permintaan Alfin, Aurora anggukan. Aurora pun membelikan dua es krim untuk mereka masing-masing. Lantas duduk di taman yang tidak jauh dari tempat gerobak es krim itu.
"Nih es krim mu, yang rasa coklat kan." Beri Aurora kepada Alfin.
"Gimana caranya aku bawa es krimnya? Kecuali kalo tanganku ada tiga." Tunjuk Alfin kepada dua tangan yang penuh belanjaannya itu.
"Alfin, kan belanjaannya bisa ditaruh di bawahmu. Lagian cuman tanah, engga bakal kotor. Kecuali kalo lumpur." Tunjuk Aurora ke tanah yang mereka injak.
"Heh, ini itu belanjaan. Ada makanannya juga kan. Nah mana boleh makanan ditaruh dibawah sih? Jadi kamu sebagai babu-pelayanku, pegangin es krim ku nanti ku makan. Sebagai ganti aku sudah membawa belanjaanmu." Sahut gaya Alfin.
Aurora hanya bisa mengutuk Alfin di dalam hatinya. Lantas mendengus. Benar juga, Alfin tadi sudah membawakan belanjaannya, sudah seharusnya dia berbalas budi. Tapi tidak begini juga-yang berarti sama saja Aurora menyuapi Alfin.
Aurora pun menjulurkan tangan yang berisi es krim coklat itu kedepan wajah Alfin. Alfin pun dengan antusias memakannya. Meski sesekali dia mengeluh karena otaknya yang membeku karena es krim.
Berbanding dengan Aurora. Aurora hanya memalingkan wajah dan berpura-pura menatap arah lain sambil memakan es krim karamelnya. Bukan bermaksud apa, tapi dia malu saja dilihat orang-orang yang berlalu lintas melewati mereka.
"Eh lihat deh, ada cinta monyet tuh." Tunjuk salah satu dari mereka bertiga.
"Kita yang lebih besar dari mereka aja masih menyendiri, yuk nangis." Sahut teman satunya sambil berpura-pura mengusapi matanya.
"Aduh kalian engga usah lebay deh. Mereka cuman ngonten Uwu-Uwu gitu aja kali." Sahut teman lainnya yang berakting menangis.
Aurora hanya bisa menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya. Amat memalukan. Bagaimana bisa sudut pandang orang soal mereka begitu jauh, padahal mereka hanya sebatas sahabat. Bahkan teman-teman sekolah mereka pun biasa saja."Eh, Ra. Jangan miring-miring dong bawanya. Nanti jatoh es krimnya." Suruh Alfin dengan wajah sedikit kotor karena es krim itu.
Aurora pun mengintip sedikit dari rambut panjangnya. Benar juga. Es krimnya hendak jatuh karena Aurora yang memegangnya terlalu miring. Lantas berusaha membuatnya tidak jatuh lagi.
"Eh, Ra. Kamu kenapa sih? Kok kek nya sembunyiin wajah gitu dari aku? Ada masalah atau aku nya yang bermasalah?" Tanya Alfin dengan salah satu alisnya yang naik. Bahkan dia batal hendak memakan es krimnya karena keanehan sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Terakhir
Teen Fiction[FIKSI REMAJA-MISTERI] *Juga sedikit bumbu romansa remaja dan gore(ngan) ringan. Aurora dengan kehidupannya yang damai dan bahagia. Orang tua yang amat perhatian, sahabat selayaknya kakak sendiri, dan teman-temannya yang seperti keluarga. Kedata...