Sebenarnya pagi ini Senan enggan dan sangat malas untuk mengikuti kelas, karena ia sedikit tidak suka dengan dosen yang mengajar hari ini. Cukup garang, jayus, dan gak asik, katanya.
Tetapi Senan harus datang ke kelas karena tadi pagi-pagi sekali Davina datang ke apartemen dan melakukan sidak kebersihan, jadi dari pada terkena semprot dari sang Mama mau tak mau Senan harus berangkat ke kampus.
"Bang," Rissa berbisik pada Senan yang duduk di sebelah kanannya.
Senan menoleh datar. "Apa?"
"Malem nanti aku boleh ikut ke rumah Bandi?" tanya Rissa.
Senan menggeleng sebagai jawaban, Rissa menekuk wajahnya melihat respon dari kembarannya.
"Bapak gak boleh ngeremehin aku ya, Pak. Titisan Mama Davina gak boleh diremehin, Bapak gak tau kan kalo gini-gini aku pernah potong burung nya ketua gangster yang waktu itu bunuh 7 anak kecil."
"Gue tau." timpal Senan seadanya.
Rissa menekuk wajah, kembarannya ini sungguh kaku dan tidak asik. Ish!
"Taik!" umpat Rissa.
"Ngomong apa lo tadi? Gak boleh ngomong kasar sama Abang lo sendiri." tegur Senan.
"Gak usah ngambek. Gue gak kasih lo ijin buat ikut urus Bandi karena ini tugas GOJA, bukan tugas SFC. Gak ada sangkut pautnya juga sama anak kecil di kasus Bandi, Rissa."
Rissa mengangguk lemah. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Dion tengah tertidur di bahu Reza. Sementara Reza sibuk memperhatikan penjelasan dosen di depan.
"Abang,"
"Hmm?"
"Jaga diri ya, jagain Ipul sama Reza juga. Berangkat bawa 3 nyawa, pulang bawa 4 nyawa,"
"3 nyawa kalian, dan satu nyawa Bandi." pinta Rissa.
"Iya, Ris."
Senan tersenyum melihat Rissa mengkhawatirkan keselamatannya. Rasanya adem sekali saat Rissa peduli kepada dirinya, bukan Rissa yang ribut, mengganggu, dan meneriaki dirinya kesana kemari.
Kelas selesai lebih cepat dari biasanya, Senan keluar dari dalam kelas beriringan dengan ketiga manusia kesayangannya.
"Nan, nanti mampir toko buah ya gue mau beli melon." ucap Dion. "Gue beli 1, gak boleh ada yang minta!"
Plak!
"Pelit banget sih lo, anjir!" sahut Reza.
"Gue minta." balas Senan.
"Gue juga." Reza setuju.
Dion menggeleng. "Gak! Kemarin aja lo berdua diem-diem makan melon gue di kulkas kan? Dimakan sekulit-kulitnya lagi." cecarnya.
Senan tertawa kecil. "Lagian suruh siapa pelit. Ya gue makan lah."
"Gue sumpahin pantat kalian kelap kelip kalo diem-diem makan melon gue lagi." ujar Dion.
Reza yang kesal dengan ekspresi Dion pun mendorong bahu Dion kesal. "Taik!"
"Ini juga Adek kecil gak boleh saru sama orang tua!" tegur Dion menampol bahu Reza.
"Terserah, Pul. Terserah." kata Senan pasrah dengan tingkah laku Dion.
"Senan," seorang gadis memanggil nama Senan.
Senan menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang tepatnya ke arah sumber suara, dan mendapati Fira masih dengan masker yang menutupi wajahnya, tengah berdiri memandang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIKA ✓
Romance[Sequel Of Rajendra] [COMPLETED] Senandika, putra dari ketua tertinggi organisasi mata-mata yang paling ditakuti oleh banyak pelaku kejahatan, kini harus berurusan dengan seorang wanita misterius bernama Fira. Tampangnya yang polos dan lugu membuat...