21 - Harapan Baru

4.5K 866 369
                                    

Hari demi hari berlalu dan hari ini Mei sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Terlihat dua orang muda-mudi tengah berjalan beriringan menyusuri lorong rumah sakit untuk menuju ruangan Mei. Mereka adalah Dion dan adiknya.

Hari ini Dion tampak sangat bahagia dan sumringah hal tersebut membuat Fely, adik Dion menggelengkan kepala melihat tingkah laku sang kakak.

"Biasa aja bisa, Kak? Lebay banget." tegur Fely ketus.

"Biarin lah! Suka-suka gue, situ teh saha ngatur-ngatur!" balas Dion sedikit menohok.

Fely mendelik sebal, gadis itu lantas berjinjit dan menjambak rambut Dion ke belakang. "Mampus!"

"Anjir sakit! Oh berani lo sama gue? Gue bilangin ke Amar kalo lo suka sama dia." Dion mengancam.

Sontak wajah Fely berubah menjadi merah padam. "Ih! Tau darimana kalo aku suka sama Kak Amar? Jangan bilangin Kak Amar!"

Dion tertawa dan mendorong adik perempuannya hingga membentur dinding lorong. Tak terima dengan perlakuan sang kakak, Fely pun mendorong balik Dion hingga tubuh Dion membentur tembok juga.

Ya, begitu memang. Kakak beradik keturunan Rivo selalu saja ribut dan tak pernah bisa mengobrol dengan tenang dan damai.

"Tau lah! Tadi malem gue masuk ke kamar lo. Terus lo nulis perasaan lo di laptop kan? Hahaha ngaku gak lo?!" Dion tertawa puas.

Fely menghela napas berat. "Iya, iya aku suka sama Kak Amar. Puas?! Tapi jangan bilangin Kak Amar plis."

Melihat adik perempuannya mengaku jika ia menyukai Amar, Dion mengangguk dan tersenyum menang karena akhirnya ia berhasil membuat adiknya membungkam mulut dan memohon kepadanya.

Kakak beradik itu terus berjalan menyusuri lorong untuk menuju ke kamar Mei, rencananya mereka akan membantu Senan dan yang lain membereskan barang-barang Mei yang akan pulang dari rumah sakit sore ini.

"Ipul!" panggil seseorang.

Dion menoleh ke arah sumber suara, terdapat Om Vano yang melambaikan tangan ke arahnya. Mau tak mau Dion menarik tangan adik perempuannya untuk menghampiri Om Vano.

"Hai, Om. Kakak Om udah boleh pulang?" tanya Dion.

Om Vano menggeleng. "Baru boleh pulang besok. Anaknya temen kamu gimana? Udah boleh pulang?"

Tentu saja Dion mengangguk dan memamerkan senyum lebarnya. "Udah, Om. Sore ini pulang, ini aku mau bantu yang lain beres-beres."

"Salam buat temen-temen kamu, Pul." ujar Om Vano tersenyum lalu menatap Fely.

"Dia pacar kamu?" selidik Om Vano.

"Bukan, Om. Dia adik aku." jawab Dion seadanya. "Oh iya, Om gak mau tengok anaknya temen aku? Anak itu keponakan Rissa."

"Loh? Rissa udah punya keponakan?" Om Vano sedikit tak paham.

"Iya, Om. Rissa punya kembaran, nah yang sakit itu anaknya kembaran Rissa." papar Dion menjelaskan.

"Ikut aja, Om. Ponakan Rissa lucu banget." ucap Fely pada Om Vano.

Mendengar hal itu Om Vano pun mengangguk setuju, lagipula kakaknya sedang tidur di dalam jadi Om Vano bisa mengunjungi keponakan Rissa sebentar.

Sepanjang lorong Dion dan Om Vano mengobrol bahkan sesekali mereka tertawa dengan selera humor mereka yang receh. Fely menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia tak mengenal siapa sosok pria berkacamata yang sepertinya dekat dengan kakak lelakinya.

"Mungkin temennya kakak di GOJA." batin Fely.

Cklek!

Fely membuka pintu dan menyelonong masuk terlebih dulu, diikuti Om Vano dan Dion di belakangnya.

SENANDIKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang