11 - Sisi Lain Dika

5.5K 980 437
                                    

Dika mengangguk tak menolak, lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Rajendra via telepon.

"S-s-saya harus ngomong apa, Bu?" tanya Dika.

"Apa aja, saya cuma mau denger suara ayah kamu."

Tak butuh waktu lama untuk Rajendra menjawab panggilan Dika. Bu Lintang menganga tak percaya, akhirnya setelah sekian lama ia bisa mendengar suara Rajendra lagi.

Karena setiap penerimaan raport, Rajendra tak pernah datang ke sekolah dan selalu Davina yang datang. Jadi Bu Lintang tak bisa bertemu dan mendengar suara Rajendra.

"Halo, Kak?"

Ah, suara itu membuat Bu Lintang membeku. Bu Lintang memajukan kursinya dan memberi kode agar Dika mengaktifkan mode loud speaker.

"H-h-halo, Pa."

"Kenapa, Kak? Tumben telpon?" tanya Rajendra.

"Emm, Pa.." ucap Dika ragu. Jujur saja ia tak tahu harus mengatakan apa kepada ayahnya.

"Papa dimana?"

"Di rumah."

"Ada Mama?" tanya Dika.

"Ada."

Shit! Seketika ekspresi wajah Bu Lintang berubah menjadi masam. Ia tak suka saat Dika menyebut mama di telepon ini.

"Masih istirahat? Atau lagi jam kosong?"

"E-e-enggak, Pa."

"Papa matiin dulu ya, dipanggil Mama."

"I-i-iya, Pa."

Panggilan terputus, Bu Lintang masih menganga dan tersipu malu. Suara Rajendra masih sama, hanya saja terdengar lebih berat dan seksi.

"I-i-ibu benci sama mama saya?" selidik Dika.

"Iya. Benci banget, karena mama kamu Rajendra berani neriakin saya di lapangan waktu itu."

Dika tersenyum hambar, wajah lugu dan gaya culunnya benar-benar berhasil mengelabui Bu Lintang.

"Ya udah, titip salam buat ayah kamu ya. Saya kangen." kata Bu Lintang tanpa beban.

"Sampaikan salam saya atau saya hukum?!" ancam Bu Lintang seraya memainkan bolpoin di tangannya.

Detik itu juga setelah Bu Lintang mengancamnya, Dika mengangguk cepat dan tak ingin mengambil resiko.

"B-b-baik, Bu."

"Ya udah sana keluar, saya jijik liat muka kamu anaknya Davina. Cacat, culun!" Bu Lintang berujar dengan senyum menghina.

Dika bangkit dari posisinya dan menyempatkan untuk membungkuk 90° sebelum keluar dari ruangan.

Cklek!

Pintu ruangan tertutup namun Dika tampak belum beranjak dari posisinya karena ia mendengar gumaman Bu Lintang yang cukup menarik perhatiannya.

"Rajendra, Rajendra andai dulu kamu nikah sama aku. Pasti kamu punya anak yang normal dan gak cacat kaya Dika."

"Ganteng banget suara kamu, Jendra. Aku rela loh gak nikah demi kamu."

*****

Bel pulang sekolah sudah berdering sejak 1 jam yang lalu, dan Dika memilih untuk bertahan di sekolah bersama kedua sahabatnya.

Di ruang kelas kini hanya tersisa Amar, Reza, dan juga Dika. Semua anak telah pulang. Kondisi parkiran juga sudah kosong dan tersisa 3 motor sport yang akan mereka pakai untuk pulang nanti.

SENANDIKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang