Pagi ini Mei sedang sibuk sendiri memberi makan Sapi, kucing putih kesayangan Mei pemberian kakeknya.
Dengan telaten dan penuh kasih sayang gadis cilik itu berjongkok mengusap lembut punggung Sapi yang tengah menyantap makanan kucing yang telah Mei siapkan.
"Ih, Papa, liat deh Sapinya makan,"
"Lucu banget, Papa..."
Senan yang duduk di belakang Mei tersenyum lebar, terlebih tadi pagi putri kecilnya semangat sekali bangun pagi hanya untuk memberi makan Sapi.
"Papa, kenapa Sapi gak makan lumput aja, ya?" tanya Mei polos.
"Sebenernya sapi itu makan rumput, sayang. Tapi kalo sapinya sejenis sapi punya Mei, Sapi gak makan rumput," jawab Senan, sedetik kemudian ia terdiam dan bingung dengan jawabannya sendiri.
Tapi Mei tampak tak peduli dengan apa yang ayahnya katakan, gadis cilik dengan dress bunga-bunga berwarna soft pink itu masih asik dengan Sapi.
"Sapi.... Sapi mau makan lumput gak?" Mei mencondongkan wajahnya menatap Sapi.
"Papa, Mei mau ambil lumput buat Sapi, ya? Papa jagain Sapinya Mei."
Mei berlari dengan penuh semangat menuju ke taman belakang untuk mengambil rumput, karena kebetulan rumput Jepang di taman belakang tumbuh dengan subur.
Dari posisinya, Senan hanya bisa tertawa saat melihat Mei bersusah payah mencabut rumput kecil di taman untuk diberikan kepada Sapi.
"Mei sayang, tapi Sapinya Mei bukan sapi," ucap Senan mencoba menjelaskan.
"Tapi itu Sapi, Papa. Sapinya Mei." Mei menjawab sambil berlari membawa senggenggam rumput.
Rumput itu diletakkan di samping tempat makan milik Sapi. Sapi tak melirik dan tak tertarik pada rumput yang dibawakan oleh Mei.
"Sapi... Ini lumput buat Sapi, Sapi makan ya."
Mei berjongkok dan menatap Sapi dengan tatapan penuh binar dan penuh harapan. Senyum lebar tak lepas dari bibir Mei. Gadis itu terlihat sangat menggemaskan.
"Sapi kenapa gak mau makan lumput?" Mei mengerucutkan bibir kesal.
"Lumputnya bau lumput ya, Sapi?"
"Hahaha." Senan tak mampu lagi menahan tawanya.
"Sayang, Sapi punya Mei itu kucing, bukan sapi. Jadi Sapinya Mei gak makan rumput," papar Senan menjelaskan.
Mei terkekeh lalu tersenyum memamerkan deretan giginya yang kecil.
"Mei sayang Sapi. Sapi jangan nakal sama Mei, ya.."
"Miaww," seolah mengerti dengan apa yang Mei katakan, Sapi menjawab ucapan Mei dengan mengeong.
"Hole Sapi sayang Mei, makasih Sapi."
Tak banyak yang bisa Senan lakukan selain tertawa melihat tingkah laku Mei yang begitu menggemaskan.
Sampai akhirnya Senan menoleh ke arah samping kanan saat merasakan seseorang duduk di sampingnya. Seseorang itu adalah Fira, istrinya.
Wanita pemilik netra cokelat yang teduh favorit Senan itu tersenyum manis padanya. Tatapan teduh Fira lagi-lagi membuat Senan terhanyut pada pesona Fira.
"Kenapa ngeliatin aku?" tanya Fira.
"Cantik," jawab Senan singkat.
Fira tersipu malu lalu menunduk. "Kamu lagi ngapain?"
"Ngeliatin Mei sama Sapi."
Wanita dengan rambut hitam kecoklatan yang digerai itu mengikuti ke arah mana Senan memandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIKA ✓
Romansa[Sequel Of Rajendra] [COMPLETED] Senandika, putra dari ketua tertinggi organisasi mata-mata yang paling ditakuti oleh banyak pelaku kejahatan, kini harus berurusan dengan seorang wanita misterius bernama Fira. Tampangnya yang polos dan lugu membuat...