Gracia POV
Dua minggu, kali kesekian aku berjalan kembali di koridor ini. Koridor milik sebuah kampus ternama di kota ini. Aku tercatat sebagai mahasiswa baru pindahan, jadi aku hanya melanjutkan masa studiku disini yang tinggal 1 tahun lagi. Iyyuuuuh umpatan yang selalu terucap dalam hati saat aku berjalan menuju kelas. Pemandangan biasa tapi tak biasa bagiku. Di kiri kanan banyak dua sejoli duduk bersama saling memadu kasih. Iri? Sudah pasti. "Jomblo dari lahir" Prestasi yang boleh dibanggakan ga sih? Sebenarnya aku jomblo bukan karena aku tak laku. Sudah banyak yang mengejarku selama ini ga cuma laki-laki tapi juga perempuan namun tak satupun yang mampu menyentuh hatiku. Prinsipku aku tidak ingin pacaran jika pada akhirnya putus. Aku hanya ingin bersama satu orang yang pada akhirnya nanti menjadi masa depanku. Ribet ga sih kalau harus putus nyambung putus nyambung lagi dengan orang yang berbeda-beda.
"Heemmm" aku mencuci mukaku di wastafel. Sedikit memoles ulang bedak dan lipstik sebelum aku memulai kelas 10 menit lagi.
"Kamu cantik kok gracia" ucapku pada pantulan diriku sendiri di cermin. Merasa cukup aku bergegas keluar dari toilet.
Bugh. . Srakk. . Aku bertabrakan dengan seseorang saat baru saja keluar dari pintu. Berkas dan buku yang kubawa jatuh berserakan di lantai. Tampak seorang laki-laki bertubuh tinggi menunduk kemudian membantu memungut buku dan kertas yang terjatuh.
"Nih" dia memberikannya padaku kemudian pergi begitu saja.
"Heh balik sini!" merasa tak terima aku meneriakinya.
Bugh. Tak lama sebuah sepatu melayang mengenai belakang kepalanya. Siapa yang lempar? Tentu saja aku!
"Lo lempar gue?" Dia berbalik padaku.
"Iya! Pelajaran buat orang yang ga ada attitude macam lo"
"Mau lo apa hah?!" Dia melotot padaku.
"Minta maaf karena lo udah nabrak gue tadi"
"Gak. Gue ga salah. Lo yang harus minta maaf sama gue"
"Lo cowok apa banci hah! Jelas-jelas lo jalan mata lo jelalatan kemana-mana, bukannya minta maaf malah minggat gitu aja"
"Gue ga ngrasa salah. Lagian gue udah bantu beresin buku-buku lo. Harusnya masalah beres"
"Ga bisa lo tetep harus minta maaf sama gue"
"Gak!"
"Minta maaf!"
"Gak!"
"Minta maaf atau kita bakal ribut terus disini sampai ada dosen lewat" aku menatapnya tajam.
"Oke. Oke gue minta maaf karena udah nabrak lo. Puas?" Dia mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
"Oke. Pergi sana lo! Awas ya kalau kita sampe ketemu lagi" Dia menatapku sinis kemudian pergi darisitu tanpa mengatakan apapun.
Aku menghela nafas dalam. Untuk pertama kalinya selama 2 minggu aku terlibat masalah dengan orang lain. Kuakui orang yang menabrakku tadi tampan, badannya kekar. Pasti jadi salah satu idaman para wanita, sayangnya aku tidak tertarik sama sekali. Udah bikin illfeel duluan.
"Gracia sini duduk" aku baru saja masuk kelas kemudian mendengar suara Feni. Salah satu teman yang cukup dekat denganku selama aku kuliah disini. Kebetulan karena hari pertama aku masuk dia duduk di sebelahku jadilah dia yang dekat denganku.
"Kusut amat mukanya"
"Iya tadi ditabrak cowok gila. Udah nabrak ga minta maaf lagi"
"Siapa?" Aku hanya mengedikkan bahu.
"Ga tau namanya. Good looking sih sayangnya bad attitude"
"Tapi lo ga kenapa-napa kan?"
"Gapapa cuma berkas laporan gue jadi kotor dan berantakan mana banyak lagi harus atur ulang"
"Laporan makulnya pak beni kan?" Aku hanya mengangguk.
"Ntar gue bantuin selesai kuliah ini" ucap Feni sambil mengelus pundakku.
"Thanks ya" aku tersenyum padanya.
"No problem babe"
Akhirnya mata kuliah terakhir hari ini sudah berakhir. Feni sudah pulang duluan karena dia ada janji dengan temannya, jadilah aku keparkiran sendiri. Dengan menenteng tas dan buku aku berjalan keluar. Baru beberapa langkah berjalan seorang cowok tingginya hampir sama denganku memakai kacamata tebal, berkemeja yang dikancing full sampai leher, rambut klimis bau minyak rambut tercium sampai ke hidung menghalangi jalanku. Beberapa kali aku berusaha menghindar namun dia tetap menutupi jalanku.
"Mau apa?"
"Kamu bisa ikut saya?"
"Buat apa?" Aku mengurutkan kening heran. Pasalnya aku tidak kenal siapapun disini kecuali feni dan teman-teman yang pernah sekelas denganku.
"Ada yang mau ketemu kamu"
"Siapa?" Dia hanya menggeleng.
"Bisa tolong ikut saya?"
"Jawab dulu siapa yang mau ketemu?"
"Aku ga bisa jawab"
"Kalau gitu bisa tolong minggir?" Dia hanya menggeleng tak beranjak sedikitpun dari hadapanku.
"Tolong ikut aku" wajahnya yang tadinya biasa saja kini berubah sedih.
"Sorry aku ga tau masalahmu apa. Tapi tolong jangan ganggu aku. Aku mahasiswa baru disini. Aku ga kenal siapapun, jadi kalau ada yang ingin bertemu denganku sudah pasti aku ga ada urusan dengannya. Bisa tolong minggir?"
"Skripsiku disandera olehnya"
"Lalu?"
"Hari ini tenggat terakhirku. Itu file satu-satunya yang kubawa. Sebenarnya aku bisa saja kembali kerumah untuk print ulang, tapi aku harus bertemu dosenku 30 menit lagi aku tak ada waktu, kalau aku tak mendapatkan berkasku aku terancam tidak lulus tahun ini" dia bicara panjang lebar.
"Apa hubungannya denganku?" Aku semakin heran. Apa urusanku dengan skripsi orang?
"Orang yang menyandera skripsiku bilang kalau aku bisa membawamu menemuinya, dia akan mengembalikannya" Apa-apaan ini!
"Kalau memang dia mau bertemu denganku, kenapa bukan dia saja yang menemuiku? Kenapa menyuruhmu?"
"Dia. . Berbeda"
"Itu bukan alasan, kalau memang dia butuh ketemu aku harusnya dia yang datang padaku. Kenapa aku yang harus menemuinya?"
"Tolong aku. . Cuma kamu yang bisa nolongin aku" dia memohon padaku sudah seperti orang putus asa.
"Oke. Kali ini aku bantu kamu. Tapi kasih tau aku siapa yang mau ketemu aku" kesekian kalinya dia menggeleng.
"Kalau kamu ga mau kasih tau, silahkan ambil sendiri skripsimu. Aku ga peduli"
"Dia. . Dia. . ."
"Siapa?"
"Ssshh. . Sshani. . Shani Indira"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet The Bully
Teen Fiction"Segala sesuatu yang kita dengar adalah pendapat, bukan fakta. Segala sesuatu yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran". -Marcus Aurellius-