Sebelas

2.6K 359 60
                                    

Gracia POV

Mendadak tubuh seperti kekurangan pasokan oksigen. Inginku berteriak di depan mukanya jika tak ingat ada Eve disitu. Bagaimana bisa Eve begitu luluh padanya? Secepat itu? Ga salah lagi gadis kecil itu pasti sudah dicuci otaknya sama tukang bully ini.

"Gimana caranya?"

"Apanya gre?"

"Cuci otak"

"Ha?"

"Gimana caranya lo cuci otak Eve biar dia nurut sama lo Shani?" Aku bicara dengan geraman tertahan, berusaha menahan emosi agar tidak meledak.

"Aku ga cuci otak dia gre. Eve bener kok, aku cuma nemenin dia main sama belajar waktu itu. Aku ga ngapa-ngapain dia" aku menghela nafas dalam berkali-kali mencoba mengontrol diri.

"Tenang ya. Jangan emosi. Kita duduk dulu ya"

"Jangan sentuh gue" kutepis tangannya yang berusaha memegang tanganku. Dengan cepat dia menarik tangannya menjauh, kulihat wajahnya berubah sendu.

"Apa aku ga pantes buat berubah jadi lebih baik? Sehingga kamu selalu berpikir buruk tentang aku? Aku udah berusaha supaya kamu mau lihat aku, anggep aku ada, kamu bahkan bisa tanya mereka semua yang pernah aku bully, kapan terakhir kali mereka aku ganggu" kutatap wajahnya, belum pernah aku mendengar Shani berbicara seemosional ini.

"Ip..main perahu lagi sama mbak ya. Mommy mau ambil bekal Ip dulu di mobil. Nanti mommy panggil kalau udah siap. Oke?" Ucapku tiba-tiba teringat Eve masih disitu diam menyaksikan kita berdua.

"Oke. Bye mommy, bye onty" untungnya dia nurut kemudian segera berlari pergi.

"Bye sayang" jawabku.

Aku memilih untuk pergi meninggalkan Shani mengambil matras dan bekal yang kusiapkan di bagasi mobil. Kupilih tempat yang cukup enak untuk duduk. Shani sudah tidak ada ditempat dia berdiri tadi setelah kutinggalkan. Kalaupun dia pergi, baguslah. Keberadaannya disini hanya membawa banyak masalah.

Baru saja akan duduk, seseorang meletakkan satu box besar yang kutahu berisi makanan ke hadapanku. Aku mendongak, kulihat Shani sedang berdiri sambil tersenyum.

"Apa ini?" Tanyaku.

"Makanan. Ada buah juga buat kamu sama Eve"

"Gak per. . . "

"Ini ga beli kok. Homemade, aku dibantu orang rumah buat bikin semua makanan ini" dengan cepat dia memotong perkataanku kemudian menarik nafas gugup.

"Aku tahu kamu ga akan mau terima pemberian yang kubeli dengan uangku. Rasanya harga diri dompetku terluka karena dia seperti tak ada gunanya lagi sekarang. Jangan ditolak ya, kita makan bareng-bareng" ucapnya lagi seperti takut aku akan menolak.

"Oke kali ini gue terima"

"Akhirnya......fiuhh" aku menahan senyum saat mendengar dia bergumam seperti itu. Masih bisa kudengar dia menghembuskan nafas lega layaknya orang yang baru saja lolos dari bahaya.

Aku duduk di matras sambil memeriksa ponselku yang sejak kemarin tidak kupegang karena kumasukkan kedalam dashboard mobil. Shani sedari tadi hanya duduk diam sesekali memperhatikanku. Bukannya aku tak tahu, dia beberapa kali membuka tutup mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya. 

"Ehm gre?" Aku mengangkat kepala, memicingkan mata menatapanya.

"Anu....Ga jadi" Dia kemudian menatap ke arah lain.

"Ga jelas!" Gumamku pelan kemudian sibuk kembali dengan ponselku.

"Oh mumpung inget! Gimana lo bisa tiba-tiba ada disini?" Sebuah pertanyaan yang memang sudah gatal ingin kutanyakan sedari tadi.

Meet The BullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang