DuaPuluhSatu

2.7K 345 54
                                    

Rinduku seperti ranting yang tetap berdiri, meski tak satupun lagi dedaunan yang menemani. Sampai akhirnya mengering, patah dan mati.



==Keep Spirit==







Setelah panggilan dengan Michelle terputus. Shani duduk di kasurnya. Memijat pelan keningnya. 

"Gini amat sih hidup gue. Apes mulu!" Ucap Shani. 

Capek duduk, akhirnya tubuhnya dia baringkan. Perlahan matanya terpejam. Dia lelah. Pikirannya penuh dengan Gracia. Penuh dengan banyak kemungkinan-kemungkinan yang terjadi kedepannya. Meski ucapan Gracia terlihat meyakinkan bahwa dia tidak akan dimaafkan, tapi setidaknya masih ada Naomi. Naomi percaya padanya dan itu sudah lebih dari cukup.

Shani terbangun karena mendengar suara ponselnya sendiri. Tanpa membuka matanya dia menjawab panggilan itu.

"Hmm?"

"Atur aja gimana baiknya."

"Oke." 

Ponselnya dia lempar kembali ke sebelahnya. Masih keberatan membuka mata, Shani mencoba tidur lagi. Namun baru beberapa menit berlalu, tiba-tiba dia membuka matanya lebar-lebar.

Mengambil ponselnya sekali lagi memastikan apa yang dia lihat tidak salah.

"Sial! Gue lupa!" Dengan sigap dia berdiri kemudian masuk kamar mandi.

1 jam kemudian, Shani berdiam diri memandang takjub pemandangan di depannya. Dia sudah berdiri di tempat itu sejak setengah jam yang lalu. Selain memandang cantiknya salah satu icon populer Negara ini, matanya juga tak lepas dari dua orang yang kini sedang duduk bersebelahan beberapa meter di depannya. Pemandangan yang menguras emosi sekali.

Saling melempar senyum dan tawa, entah apa yang sedang mereka bicarakan karena dari tempat Shani berdiri tidak terdengar dengan jelas kecuali dia pindah posisi lebih dekat. Hatinya menahan rasa cemburu setengah mati tapi mata dan pikirannya harus tetap siaga 1, tak boleh gegabah mengingat orang di sebelah Gracia adalah orang yang paling dia waspadai sekarang.



-----------



"Kamu udah lama ga kesini." Ucap Anin pada Gracia.

"Iya, hampir setahun lalu kayaknya." Jawab Gracia.

"Sibuk banget ya? Padahal Kak Nom-nom udah menetap disini."

"Ya gitu deh. Lebih nyaman di negara sendiri sih. Kasian juga kalau rumah peninggalan orang tua dibiarin kosong gitu aja." Anin hanya manggut-manggut sambil menatap intens wajah samping Gracia. Sedangkan yang ditatap malah sibuk sendiri dengan makanan yang dia pegang.

"Cantik." Gumam Anin.

"Ha?" Gracia menoleh pada Anin karena merasa Anin bicara padanya.

"Cantik." Ucap Anin sekali lagi kemudian menatap ke depan.

"Apa?"

"Itu pemandangannya." Ucap Anin.

"Oh iya. Lo bener." Gracia ikutan menatap ke depan.

"Dan kamu." Lanjut Anin seketika membuat Gracia memalingkan muka pada Anin lagi. Tanpa sadar pipinya memerah.

"Lebih enak liat aslinya ternyata daripada cuma mandangin foto." Ucap Anin lebih berani lagi.

Pandangan mereka berdua bertemu kembali selama beberapa detik sebelum akhirnya saling melempar senyum sekali lagi. Najis! Kalau kata Shani.

"Jalan kesana yuk." Ajak Anin.

Meet The BullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang