Tujuh

2.8K 343 34
                                    

Shani POV

"Indira!" Aku menengok ke belakang saat merasa ada seseorang menepuk pundakku. Mario sedang berdiri disana.

"Apa!" 

"Wey santai dong. Gimana rencana lo hari ini sukses?" mendengar pertanyaan itu aku hanya menghembuskan nafas keras, meminum minuman di hadapanku dengan sekali teguk.

"Hmm tapi kalau liat lo disini dengan kondisi kayak gini, rasanya gue udah tau jawabannya. Mau nyerah aja?" Mario tersenyum mengejek padaku.

"Waktu gue belum habis mario. Setelah apa yang terjadi hari ini gue makin semangat buat dapetin dia!"

"Oke kalau gitu. Terus lo mau ngapain lagi setelah ini?"

"Gue ga tau" Mario melongo menatapku.

"Lo jangan bercanda indira?"

"Gue serius. Hari ini gue rada bikin kesalahan dikit yang mungkin aja bikin gue tambah susah dapetin dia"

"Emang lo ngapain dia? Gue ga mau ya lo maksa dia pake kekerasan"

"Enak aja! mana pernah gue kasar sama cewek kecuali dia cari masalah duluan sama gue" aku menaruh keningku di atas meja berusaha menghilangkan bayangan kejadian tadi, bayangan wajahnya setelah kucium. Entah kenapa ada rasa menyesal, padahal ini bukan pertama kalinya aku melakukan ini pada orang lain, tapi sungguh melihat wajahnya tadi serasa ada tangan tak kasat mata yang mencubit hatiku.

"Gue udah feeling dari awal sejak ketemu dia, ni cewek bakalan beda. Siapa lagi coba yang berani lempar gue, berani nampar lo. Baru dia orangnya" aku hanya menggangguk malas.

"Kalau lo butuh bantuan bilang aja. Kita bertiga siap bantuin lo"

"Kalau lo bertiga bantuin gue terus intinya taruhan itu apa? sejak awal ini pertarungan gue, gue bakal lakuin semuanya sendiri. Kalian tunggu aja kabarnya, gue pastiin gue bakal menang"

---------------

Gracia POV

Aku terbangun saat sinar matahari sudah tampak berebutan masuk melalui celah jendela. Dengan gerakan pelan aku berdiri menuju cermin. Sepertinya aku tertidur karena kulihat aku masih memakai baju kemarin. Kuperhatikan wajahku dengan seksama, mata bengkak, bibir luka, rambut acak-acakan fix profil korban pelecehan. Teringat semalam aku langsung masuk kamar begitu saja dan tak keluar, pasti Eve mencariku karena tak menemaninya tidur. Dengan segera aku masuk kamar mandi merapikan diri agar bisa bertemu Eve sebelum ia berangkat sekolah.

Siang ini ada satu mata kuliah kosong, masih ada sisa waktu cukup lama sebelum mata kuliah terakhir di hari ini. Aku berinisiatif ke taman dekat kampus mengerjakan pekerjaan yang tertunda semalam. Selain kuliah aku mengambil pekerjaan freelance sebagai designer web, hasilnya lumayan. Aku melakukannya bukan karena butuh uang, tapi memang sudah menjadi hobiku sejak kecil. Meski hanya tinggal berdua dengan kakakku setelah kedua orang tuaku meninggal, tapi aku bersyukur memiliki seorang kakak pekerja keras. Dia selalu berusaha membuat hidupku dan Eve tidak pernah kekurangan, meski dia harus rela kehilangan banyak waktu bersama keluarganya. Padahal aku sering diminta untuk membantunya mengurusi bisnis peninggalan papa yang makin hari makin berkembang saja setelah dikelola olehnya, tapi aku belum ada minat sama sekali disana.

Saat sedang asyik dengan laptopku, tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelahku. Akupun tersenyum lalu menoleh padanya. Tapi seketika raut wajahku berubah saat tahu siapa yang datang.

"Mau apa?" Tanyaku lalu memalingkan wajah. Kupikir Feni yang datang karena tadi dia bilang akan menyusulku kesini.

"Ehm gue liat lo belom makan siang, buat lo" Dia meletakkan sekotak burger dipangkuanku. Tau darimana dia gue belum makan? Dia ngikutin gue daritadi?

"Ga butuh, ambil!" Ucapku

"Makan. Atau mau gue paksa?" dengan cepat aku menatapnya tajam.

"Gue lagi ga ada tenaga buat cari ribut. Gue ga butuh makanan dari lo, silahkan ambil kembali dan pergi darisini!" Aku melihat dia sedang fokus menatap wajahku. Raut wajahnya seperti orang yang kurang tidur.

"Apa itu masih sakit?" Dia malah bertanya hal lain. Meski sudah kututupi dengan lipstik tebal hari ini, tetap saja masih terlihat.

"Sakit yang mana dulu yang lo maksud? Kalau sakit secara fisik itu ga ada apa-apanya dibanding sakit mental yang gue rasain" jawabku.

"Gue minta maaf, gue ga sengaja" ucapnya pelan sambil memalingkan muka. Kesambet nih orang.

"Maaf lo ga akan bisa ngembaliin apa yang udah membekas disini!" Aku menunjuk kepalaku.

"Gue tau. Tapi itu semua diluar kendali gue, gue emosi karena gue merasa direndahkan sama kata-kata lo kemarin. Lo menjudge sesuatu yang lo ga tau aslinya seperti apa"

"Baru lewat kata-kata dan lo udah merasa segitu direndahkannya? Terus bagaimana dengan orang lain yang udah lo permalukan selama ini tidak hanya verbal tapi juga tindakan? Bisa bayangin ga perasaan mereka?" Tanyaku menantang. Kulihat wajahnya mulai mengeras. Takut kejadian kemarin terulang lagi aku memilih untuk segera menjauh darinya.

"Burger ini gue ambil. Tapi gue ga mau gratis. Ambil ini" Aku memberikan selembar uang padanya. Dia kini menatapku tajam.

"Gue bukan kurir makanan. Gue ga butuh duit lo!"

"Kalau gitu pilih, burger ini lo ambil lagi atau terima ini dan ni burger gue makan"

"Oke" Dia memilih mengambil uang yang kusodorkan padanya. Aku pun mengambil burger dipangkuanku kemudian membukanya. Mataku berbinar melihat isinya. Hmmm makan..

"Ngapain masih disini? kalau lo pengen gue makan mending lo pergi. Gue ga nafsu kalau lo masih disini"

"Oke gue pergi. Sekali lagi gue minta maaf"  Dia menghembuskan nafasnya yang terdengar seperti dengusan, tak lama dia pergi darisitu.

---------------

"Cin, tugas dari.........." Belum selesai aku bertanya, dia menjauh dariku melihatku seperti ketakutan.

"Jinan gue......." 

"Eh sorry gre, gue buru-buru" Aku menatapnya yang setengah berlari menjauh dariku dengan melongo. Nih orang-orang pada kenapa sih, liat gue kayak liat setan.

"Fen" Aku melihat Feni masuk kelas kemudian dengan cepat aku menarik tangannya mengajaknya duduk.

"Gre" 

"Jangan bilang lo juga bakal kayak jinan sama cindy tadi" Dia hanya menunduk tak menjawab.

"Kalian pada kenapa sih? Liat gue kayak setan, emang muka gue hari ini nakutin apa?"

"Lo bener-bener ga tau kenapa mereka bisa kayak gitu?" Aku hanya menggeleng.

"Jelasin ke gue kalian kenapa? Gue ada salah apa sama kalian?"

"Lo ga salah apa-apa gre. Ini cuma cara kita aja biar bisa hidup dengan tenang"

"Ha? lo ngomong apa sih! gue tambah ga ngerti!"

"Jelasnya mending lo tanya pacar lo deh"

"Pacar? Pacar siapa? Gue ga punya pacar feni!"

"Tapi semua orang udah tau kalau lo pacarnya dia. Dan dia ngancem kita semua biar ga deket-deket sama lo"

"Dia? Dia siapa?" Aku makin frustasi dengan perkataan feni.

"Shani"

"Siapa?! coba ulang?"

"Lo udah diklaim sama dia gre seakan-seakan di dahi lo tertulis dengan jelas lo Pacar Shani dan ga boleh ada yang deket-deket sama lo"

"Apa!" Rasanya ingin loncat saat ini juga dari gedung setelah mendengar penyebab orang-orang menjauhiku.

"Sorry gre. Gue pernah bilang kalau udah menyangkut shani gue ga bisa bantu lo banyak" Feni kemudian menepuk pundakku beberapa kali sebelum pergi meninggalkanku.

"Arghh! Kenapa tuh orang suka banget gangguin hidup gueeeee" Aku berteriak dalam hati. Masih terekam dengan jelas di kepala perkataan feni tadi.

Pacar Shani........

Tbc.

Meet The BullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang