Sedikit demi sedikit lama-lama numpuk juga.
Terimakaci Bansosnya Kakaq -Nubivagant- 😎
==Hai==
I'm Scared
Kata itu memang terucap dari mulut Gracia, tapi entah mengapa justru malah Shani yang merinding. Wanita mungil yang kini duduk disebelahnya, yang dia kenal begitu overpower baginya, yang secara sadar atau tidak, kini menjadi satu-satunya orang yang bisa membuat Shani ketakutan setengah mati. Takut marah, takut benci, takut terluka dan takut ditinggalkan.
Sehebat itu memang efek Shania Gracia bagi Shani.
Shani tiba-tiba memelankan laju kendaraannya, membawanya perlahan ke sisi jalan dan berhenti tepat di tempat yang menurutnya aman dan tidak mengganggu pengguna jalan lain. Gracia yang sedang sibuk dengan pikirannya pun terpaksa menatap Shani heran.
"Mau ngapain? Arah rumah tinggal lurus aja terus." Tanya Gracia yang malah berpikir kalau Shani lupa jalan.
Bukannya menjawab, Shani justru melepas seatbelt-nya dan merubah posisi duduknya hingga sepenuhnya menghadap Gracia. "Aku tau. Sebentar aja." Ucap Shani.
Tak lama tangannya bergerak naik mengelus pelan rambut Gracia yang jatuh sedikit berantakan di dahinya. Seolah-olah merapikannya.
Gracia yang diperlakukan seperti itu langsung kaget, kemudian reflek mundur menjauh dari jangkauan tangan Shani. Mata memicing tajam menatap Shani yang sikapnya tiba-tiba berubah aneh. Jangan-jangan lupa minum obat syaraf, pikir Gracia dalam hati.
Tapi Shani justru tidak peduli. Dia seperti telah terbiasa mendapat berbagai macam sikap penolakan dari Gracia. Bukannya menyerah, dia justru semakin yakin Gracia memang ditakdirkan menjadi miliknya dan sampai kapanpun tidak akan pernah dilepaskan kecuali dia mati duluan.
Kali ini sedikit memaksa, kedua tangan Shani justru terangkat naik dan dengan cepat memegang kepala Gracia, sedikit mencengkram dan memaksa Gracia untuk menatapnya.
"Shan.......ni." Gracia ingin berontak. Antara takut dan kesal dengan sikap Shani yang seenaknya.
"Dengerin aku. Aku ga bisa janjiin semua akan baik-baik saja setelah ini. Yang aku bisa janjiin, keamanan hidup kamu yang utama, juga Kak Naomi dan Ip. Aku usahain kalian tetap aman, bagaimana pun caranya sekalipun nyawa aku taruhannya. Kamu takut? silahkan itu manusiawi. Tapi jangan lupa kalo ada seseorang disini yang sedang berusaha mati-matian jagain kamu dan keluarga kamu. Tolong hargai sedikit keberadaannya." Shani diam sebentar menjeda kalimatnya sambil menarik napas panjang.
"Aku tahu salah aku besar dan kamu belum bisa maafin aku. Tapi aku juga manusia, silahkan tegur, bimbing aku supaya lebih baik. Bukankah seharusnya sesama manusia itu saling tolong dan saling menasehati? Marahin, pukul bila perlu, aku ga akan ngelawan asal jangan benci dan tinggalin aku." Lanjut Shani kemudian menundukkan kepalanya, tapi tangannya masih tetap mencengkram kepala Gracia.
Gracia sendiri makin pucat melihat sikap Shani kali ini. Kepalanya mulai terasa sakit karena ulah tangan Shani yang ga ada akhlaqnya itu.
Perlahan Shani mengangkat kepalanya. Sorot matanya berbeda kali ini. Gracia yang menyadari perubahan itu mendadak seperti ikut terhipnotis tatapan mata Shani. Cukup lama mereka berdua diam di situasi ini hingga akhirnya Shani sedikit memajukan kepalanya, membuat jarak mereka hanya tersisa beberapa centi saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet The Bully
Teen Fiction"Segala sesuatu yang kita dengar adalah pendapat, bukan fakta. Segala sesuatu yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran". -Marcus Aurellius-