TigaBelas

2.6K 345 67
                                    

Gracia POV

Sekuat apapun bersembunyi di balik nyamannya selimut, pagi akan tetap datang. Sejauh apapun menghindar, hidup harus terus berjalan. Tidak ada pilihan lain selain bangun dan hadapi. Pagi yang tak lagi bisa kunikmati, rasanya ingin lari dan menghilang tapi aku bukan pengecut. Bukan pula lemah, hanya tak ingin terlibat hal yang seharusnya bisa dihindari. Tapi kenapa sulit sekali?

Kantin kampus terlihat cukup ramai di jam-jam rawan seperti ini. Aku juga mau tidak mau harus membaur dengan hiruk pikuknya karena semenjak Eve tidak di rumah aku sering melewatkan sarapan pagiku. Satu mangkok bakso di tangan kanan dan segelas es teh di tangan kiri. Dengan langkah pasti aku berjalan menyusuri kerumunan mengincar tempat di pojok ruangan.

"Eh eh..." Aku nyaris terjatuh ke lantai saat merasakan ada kaki seseorang yang menjegalku. 

"Hati-hati." Beruntung ada seseorang dengan sigap berdiri didepanku menahan bobot badanku hingga aku tak harus menanggung malu ditertawakan satu ruangan jika aku terjatuh. Kubetulkan posisi berdiriku dengan benar, aku menoleh ke belakang mencari siapa orang iseng tersebut. Hembusan nafas kasar menderu dari rongga-rongga hidungku. Sialan! Wanita gila yang kutemui di parkiran waktu itu bersama Shani. Dia berdiri menatapku sambil tersenyum mengejek. 

"Ga usah diladenin, sini gue bantu bawain." Seseorang yang tadi menolongku menawarkan bantuan.

"Ga usah makasih. Bisa sendiri kok. Thanks ya kalau ga ada lo mungkin..."

"Ga masalah. Gue seneng kok datang di saat yang tepat." Dia menatapku sambil tersenyum. 

"Masih inget gue kan? Ayo duduk disana aja bareng gue, gue juga mau makan kok." Dia menunjuk ke pojok ruangan, tempat yang sebenarnya memang ingin kududuki sejak tadi.

"Aaaa gue....."

"Kamu kok main ninggalin aku gitu aja sih Gre. Aku nyariin kamu ke kelas tau. Chel lo dicariin Mario sama Vino tuh" Shani tiba-tiba muncul dari arah belakang wanita ini.

"Lo telat bege. Gracia hampir aja celaka tadi." Shani menatapnya kaget kemudian menatapku.

"Kamu gapapa? Mana yang sakit?" Dia terlihat cemas.

"Cuma kesandung kaki doang. Kalau jatuh juga paling malu." Jawabku sekenanya.

"Lo urus dah tuh. Gue laper mau makan. Gue tinggal ya Gre" Michelle, si penolong tadi kemudian pergi begitu saja . 

"Ayo." Dengan cepat Shani mengambil mangkok di tanganku kemudian menggandeng tanganku mencari tempat di luar ruangan dekat taman yang cukup sepi. 

"Duduk sini aja ya." Dia kemudian meletakkan mangkok di meja, menyusul kemudian gelas yang ada di tanganku. Aku hanya diam menatapnya.

"Ga mau duduk disini?" Tanya Shani karena aku tak bergerak dari posisi.

"Gue mau duduk di pojokan sana." 

"Disini aja, didalam ga aman. Aku cuma ga mau kamu kenapa-napa lagi" Jawab Shani. 

"Lha suka-suka" 

"Udah ayo duduk sini, keburu dingin lho baksonya. Apa mau aku pesenin lagi yang baru?" Dia menarikku untuk duduk.

"Ga perlu." Dengan pasrah akhirnya aku duduk dan memakan makananku. Tak kupedulikan Shani yang kini duduk disampingku diam menatapku. Mulai risih akhirnya aku menggeser mangkokku sedikit kedepan kemudian memutar sedikit badanku menghadapnya. Kepalaku kuletakkan di tanganku yang bertumpu di atas meja. Menyamakan apa yang dia lakukan saat ini padaku jadi kami saling berpandangan.

"Cantik." Gumamnya pelan sambil terus menatapku dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya sejak tadi.

"Gila." Balasku dengan memutar bola mataku.

Meet The BullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang