DuaPuluhTujuh

1.4K 217 36
                                    




==SyelamatSiyang==







Hampir seminggu berlalu sejak kepulangan Shani dan Gracia dari Paris waktu itu, semua berjalan nyaris lancar. Memang sudah diramalkan banyak orang, bahwa keduanya akan hidup bersama dengan tersendat-sendat. Kalau bukan karena Shani yang harus sering menekan ego, mengepush terus kesabarannya mungkin mereka udah pisah sejak kemarin-kemarin karena menghadapi Gracia yang keras kepalanya tak sembuh-sembuh.

"Sayang." Panggil Shani pada Gracia suatu sore. 

"Hmmm?" Balas Gracia yang tak mendongak sedikitpun dari laptopnya. Sejak tadi pagi sibuk mengejar revisi ini-itu karena harus disetor pada dosennya nanti malam.

"Anak-anak ngajak ketemu sekarang. Ikut ya?" Tanya Shani.

"Ga." Balas Gracia tanpa pikir panjang.

"Ayolah sebentar aja." Shani masih berusaha merayu.

"Ga Shani. Deadlinenya beberapa jam lagi. Masih banyak yang belum selesai."

"Aku bantuin ya? Biar cepet selesai." Shani masih tak menyerah.

Dengan cepat Gracia balik badan, memalingkan muka pada Shani yang berdiri di belakangnya.

Matanya memicing tajam. "Aku mau lulus dengan usaha sendiri. Ga usah ganggu bisa?"Ucap Gracia kesal.

Normalnya orang lain akan memanfaatkan situasi ketika memiliki pacar atau pasangan yang jenius. Tapi khusus Gracia beda. Gengsinya terlalu tinggi untuk sekedar minta bantuan hal kecil.

"Tapi------"

"Kalau mau pergi, pergi aja."

"Tap------"

"Cctv kamu dimana-mana. Aku ga akan macem-macem."

"Yakin gapapa aku tinggal sendiri di rumah?" Shani akhirnya menyerah membujuk Gracia. Jika sudah seperti ini tak ada lagi kesempatan Gracia merubah pikirannya meski hanya 1%.

"Aku udah tinggal sendiri dirumah ini dari bayi. Ga akan ada yang terjadi."

"Bukan gitu maksud aku."

Gracia menghela napas. Terlalu banyak berdebat hanya akan mengurangi jatah waktunya disaat tugasnya masih setinggi harapan orang tua.

"Pergi aja Shani. Aku jamin kamu bakal nemuin aku masih duduk disini pas kamu pulang nanti."

Shani diam sejenak. Walau masih ragu dan cemas karena harus meninggalkan Gracia sendirian tapi tidak ada salahnya memberi kepercayaan pada istrinya. Toh sudah seminggu mereka tinggal disini, kondisi aman-aman saja. Tidak ada yang mencurigakan.

"Oke. Aku pergi ya. Kalau ada apa-apa langsung telpon aku." Ucap Shani lalu mengecup sekilas kepala Gracia sebelum beranjak keluar dari kamar.

Satu jam setelah kepergian Shani, ponsel Gracia berdering membuatnya mendengus kesal karena selalu saja ada gangguan disaat seperti ini.

Dia pikir itu Shani yang menelponnya, ternyata bukan. Hanya nomor yang tidak dikenal terpampang pada layar.

Panggilan itu terus muncul. Awalnya Gracia mengabaikan karena dia malas merespon nomor asing. Tapi setelah 5 kali berulang berdering tanpa henti, pikirannya mengatakan bahwa mungkin ada sesuatu yang penting jika pemilik nomor asing itu tak menyerah menelponnya.

Gracia mengangkatnya tapi tidak bersuara sedikitpun. Waspada takut ada orang jahil atau jahat yang ternyata menelponnya.

"Halo Gre..." Panggil suara diseberang. Gracia kaget karena dia tau siapa pemilik suara itu.

Meet The BullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang