1 ☁️

47.4K 976 7
                                    


Gerutuan kekesalan terlontar dari bibir mungil seorang Alma Adira putri di setiap langkah kakinya menyusuri jalan. Gadis yang biasa berlihat kalem itu kini mendadak terlihat sangat kesal.

Well, siapa juga yang tidak kesal. Hampir satu jam duduk di bangku taman sekolah sendirian menunggu sahabat tercinta yang katanya akan mengantarnya ke cafe tempatnya bekerja usai rapat PMR. Tapi ternyata sampai jarum jam menunjukan pukul dua siang, yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri hingga membuatnya memilih berangkat lebih dulu tanpa menunggu sahabatnya.

Sungguh Dira menyesali keputusannya menunggu Vani. Andai dia tau akan selama itu lebih baik dia berangkat sendiri saja dari tadi. Tidak masalah meskipun harus jalan kaki, toh biasanya juga begitu. Yang penting dirinya tidak terlambat seperti sekarang.

Melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri, Dira lantas mempercepat jalannnya. Uh....Sepertinya dia harus siap mendapat omelan lagi karena datang terlambat.

Ya Tuhan semoga saja atasannya yang botak itu sedang tidak di cafe sehingga dia tidak perlu repot-repot mencari alasan

Tin!Tin!


Suara klakson mobil yang baru melintasinya membuat Dira berjengit. Lalu saat mobil itu tiba-tiba berhenti tak jauh darinya, Dira langsung melayangkan tatapan sengitnya. Oh tentu saja dia mengenal mobil jazz putih itu, sangat-sangat mengenalnya malah. Milik siapa lagi kalau bukan milik Vani, si tersangka utama yang membuatnya terlambat hari ini.

Tak berselang lama pintu kemudi terbuka, si pengemudi keluar dari mobilnya.

Nah Benerkan !. Dan lihatlah gadis itu bukannya merasa bersalah malah menyengir lebar. Ckckck

"Dira lo kok pergi duluan sih, kan tadi gue nyuruh nungguin gue."

Wait! Kenapa jadi Vani yang misuh-misuh

"Lihat jam berapa Van." Dira menunjukkan jam tangannya."Aku udah terlambat. Kamu lama banget."

"Ish ya maaf, gue kan juga gak tau kalau bakal lama. Salahin tuh Ridho sialan yang bikin rapat jadi molor." Vani segera menarik tangan dira menuju mobilnya."Sekarang ayo gue anterin."

Dira menghela napas. "Lain kali kalau kira-kira bakal lama rapatnya kamu bisa chat aku, biar aku gak perlu nunggu seperti tadi. Aku gak enak sama supervisorku kalau telat terus. Kemarin aku udah telat masa hari ini telat lagi."

"Iya deh, iya. Lagian lo sih gue suruh kerja dirumah gue gak mau. padahal kerjanya lebih enak. cuma bantuin gue ngerjain PR sama nemenin gue doang."

Dira menggelengkan kepala lalu mencubit gemas pipi sahabatnya. "Gak ah...nanti kamu kesenengan."

"Menyenangkan teman sendiri dapat pahala loh Dir."

"Halah...tetap saja aku gak mau."

Vani mencibir. Ah sudahlah, dia menyerah merayu Dira agar mau tinggal dirumahnya. Dira tidak mempan dirayu.

Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai ditempat tujuan, hanya berselang lima menit mobil yang dikendarai Vani sampai di D'Orlando Cafe, cafe tempat Dira bekerja.

"Yuhu....sampai."

Vani memarkirkan mobilnya diparkiran cafe tempat Dira bekerja. Biasanya Vani hanya akan mengdrop off Dira dipinggir jalan depan cafe. Tapi kali ini berhuhung parkiran terlihat lenggang jadi Vani memutuskan masuk.

Dira merapikan seragamnya dan bersiap turun. "Makasih ya tumpangannya... Mau makan siang disini ?." Tawar Dira.

"Gak deh. Kecuali kalo lo mau nemenin gue makan."

"Ya gak bisa dong, aku kan disini kerja bukan mau makan. Ya udah hati-hati dijalan, jangan ngebut." Pesannya.

"Siap."

***

Jakarta dengan segala kemacetannya sudah menjadi hal umum untuk penduduk jakarta. Meski sudah melaluinya hampir tiap hari selama puluhan tahun namun tetap saja Andra tidak menyukainya. Ratusan mobil beratur bagaikan semut yang berbaris sungguh menguji kesabarannya. Apalagi ketika jam pulang kantor tiba. Jarak ke rumah yang harusnya hanya memakan waktu lima belas menit mendadak berubah menjadi empat puluh lima menit. Sepelik itu memang ibu kota ini.

Andra biasanya lebih memilih menghindari kemacetan dari pada harus menerjang kemacetan. Jabatan boss yang disandangnya membuat Andra memiliki kebebasan keluar masuk kantor sesuai dengan keinginannya. Jika sedang tidak banyak pekerjaan Andra akan pulang sebelum jam kantor usai untuk menghindari kemacetan. Tapi, jika pekerjaan sedang banyak ia lebih memilih pulang malam sekalian.

Sayangnya kali ini tidak kedua-duanya. Hari ini Andra pulang di jam normal. Itu karena pertemuannya dengan klien baru saja selesai persamaan dengan berakhirnya jam kerja kantor. Karena tidak memungkinkan untuk kembali kekantor akhirnya Andra berniat mampir ke salah satu cafe yang pernah direkomendasikan rekannya dulu sebelum pulang sambil menunggu jalanan sedikit lenggang.

"Man mampir ke cafe depan dulu." Instruksinya pada Arman, sang sopir.

Andra menutup laptop dipangkuannya dan menaruhnya di tas kerja. Pria itu kemudian merentangkan tangan merenggangkan otot-ototnya. Padahal ia hanya duduk tapi mengapa tubuhnya bisa pegal begini. Apakah Faktor U penyebabnya ? Entahlah.

"Ikut turun man ?." Ucapnya sebelum turun dari mobil.

"Tidak, terima kasih pak. Saya menunggu di mobil saja."

Andra mengangguk lantas masuk kedalam cafe. Suasana didalam cukup ramai mengingat sekarang jam pulang kantor. Pria itu menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan mencari tempat kosong, lalu memilih tempat duduk di sudut ruangan di dekat jendela yang tidak terlalu ramai menurutnya. Setelah itu Andra segera memanggil waiters

"Arabika honey dan Cake red velvet roll, tolong."

"Baik pak, mohon ditunggu. Pesanan Bapak akan segera kami antar. Terima kasih."

Sembil menunggu pesanan datang Andra mebuka ponsel pintarnya. Membalas beberapa pesan dan email yang masuk. Well, Sebagai salah satu pengusaha ekspor. Memantau email setiap saat sudah menjadi sebuah keharusan. Bahkan ketika bangun tidurpun hal pertama yang ia check adalah emailnya.

Tak berselang lama pesanannya datang. suara lembut si waiters mengalun memasuki gendang telinganya membuat Andra mengalihkan atensinya dari posel di tangannya.

"Arab honey dan red velvet. Selamat menikmati."

"Terima kasih- Eh kamu ?!".

***

Second Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang