18 🌼

8.7K 485 26
                                    


Hari terakhir mereka di Bali, Andra mengajak Dira mengunjungi salah satu pusat oleh-oleh untuk mencari buah tangan sebelum pulang. Andra meminta Dira mencarikan sesuatu untuk Vani karena gadis itu selalu minta dibawakan oleh-oleh setiap Andra pergi ke luar kota.

Dira mengambil jam tangan berbahan kayu dan beberapa macam gelang untuk Vani karena Dira tahu Vani sangat suka menghiasi pergelangan tangannya. Selain itu Dira juga membelikan beberapa buah tangan untuk Mbak Rani dan keluarganya.

Setelah mendapatkan semuanya Dira langsung menuju kasir. Sempat terjadi sedikit berdebatan antara Dira dan Andra ketika akan melakukan pembayaran. Andra ngotot ingin membayar semua belanjaan mereka tapi Dira kekeuh ingin membayar belanjaannya sendiri. Karena sudah terlalu lelah ditambah hari yang semakin siang, Andra akhirnya mengalah dan membiarkan Dira membayar belanjaannya sendiri.

Usai berbelanja keduanya beralih mencari makan siang. Andra membawa Dira ke sebuah restaurant tak jauh dari tempat mereka belanja tadi. Dira memesan bebek betutu dan memakannya dengan lahab sementara Andra, pria itu terlihat tidak berselara saat makan ayam bakar miliknya. Membuat Dira mengernyit bingung dan menduga-duga jika makanan milik Andra kurang enak hingga pria itu tidak nafsu makan.

"Om..."

Andra mengangkat kepala.

"Kenapa hanya diaduk-aduk, apa makanannya kurang enak?."

Andra menggeleng kecil. "Enak kok. Saya sedang tidak nafsu makan saja."

Dira masih memperhatikan Andra seksama. Dan dia baru menyadari kalo wajah Andra terlihat lesu tak bersemangat seperti biasanya.

"Om sakit?." Tangan kiri Dira yang bersih reflek terangkat menyentuh dahi Andra dengan punggung tangan.

Hangat

"Hanya sedikit pusing."

 Nah, sudah Dira duga. Ini pasti karena Andra berenang terlalu lama semalam. Padahal Dira sudah mengingatkan Andra tapi Andra tidak menggubrisnya sama sekali. Sekarang lihat sendiri akibatnya. "Om sih bandel, Berenang sampe malam. Habis ini pulang aja ya. Gak usah kemana-mana lagi."

 Om Andra menggeleng tidak setuju. "Gak Ra, Kita tetap pergi sesuai rencana. Saya tidak papa hanya kelelahan, paling nanti minum vitamin juga langsung ilang pusingnya."

"Jangan suka menyepelekan sesuatu apalagi soal sakit."

"Tapi ini hari terakhir kita. Saya gak mau merusaknya."

"Gak ada yang namanya merusak. Kesehatan om lebih penting dari pada sekedar jalan-jalan dipinggir pantai. Kalau om masih keras kepala, silahkan om pergi jalan sendiri. Aku tetap akan kembali ke resort." Sambung Dira

"Kamu tega ninggalin saya sendiri?."

Dira mengangkat bahunya tak acuh.

Andra terkekeh mengacaknrambut Dira. "Iya fine, jangan ngambek. Kita pulang setelah ini." 

****

  

Setelah makan siang itu Andra dan Dira benar-benar kembali ke resort. Dira menyuruh Andra langsung beristirahat setelah mandi dan meminum vitamin. Untungnya Andra menurut.

Sementara Andra tidur. Dira mengepack barang-barang milik mereka berdua ke dalam koper masing-masing mengingat besok mereka sudah harus pulang ke ibu kota.   

Dira kira setelah beristirahat cukup lama Andra akan merasa lebih baik tapi ternyata keesokan harinya Andra benar-benar demam. Vitamin yang diminum kemarin tidak berhasil mencegah demam. Sejak dini hari tadi tubuh Andra menggigil. Suhu badannya juga sangat tinggi. Dira sampai dilanda kepanikan, dia tidak tahu harus bagaimana selain mengompres dahi Andra dengan air hangat karena keadaan tidak memungkinkannya untuk pergi keluar mencari apotek sebab masih dini hari.

Kondisi Andra yang tidak memungkinkan ini membuat mereka terpaksa menunda kepulangan yang seharusnya di jadwalkan hari ini.

Dira mengganti kompres di dahi Andra yang sudah dingin dengan kompres yang baru. Syukurlah panasnya sudah sedikit turun meskipun belum signifikan.

 Usai mengganti kompres, Dira bergegas ke pantri. Beruntung resort ini dilengkapi dengan pantri  yang lengkap sehingga dia bisa membuatkan bubur untuk Andra dengan bahan-bahan yang tadi  sempat Dira beli saat keluar mencari obat di apotek.
 
Dira membawa bubur yang sudah matang ke kamar. Andra masih setia memejamkan mata. Tapi Dira memutuskan tetap membangunkan pria itu karena Andra harus makan dan minum obat.

Om bangun, makan dulu yuk."  Dira mngguncang bahu Andra pelan. Berlahan Andra membuka matanya menatap Dira sayu. "Makan dulu trus minum obat ya tadi aku udah beliin obat di apotek." Bujuk Dira yang dibalas Andra dengan anggukan lemah.

Dira membantu Andra duduk bersandar diranjang lalu meraih mangkuk di meja dan mulai menyuapinya. Meskipun terlihat tidak berselara tapi Dira cukup senang karena Andara mampu menghabiskan setengah mangkuk bubur. 

"Obatnya." Dira mengangsurkan tiga butir obat dengan bentuk berbeda kepada Andra.

"Makasih ya." 

Dira tersenyum lantas membantu Andra berbaring lagi seperti semula. "Sekarang om istirahat lagi. Aku akan ke pantri dulu." Ucapnya bermaksud menaruh gelas dan mangkuk kotor ke pantri, namun jari-jari panas Andra melingkari di pergelangan tangan.

"Nanti saja. Temani saya dulu ya."

Dihelanya nafas pelan sebelum kembali duduk di tepi ranjang, menemani Andra. Dira merasa Andra berubah sedikit manja ketika sakit begini.

Bibir pucat Andra menyunggingkan senyum lemah. Tangan Dira yang masih dalam genggamannya tiba-tiba dikecup pelan, membuat desir-desir aneh menyelimuti Dira.
  

 "Terima kasih sudah merawat saya dengan baik. Membuat saya merasa di perhatikan dan di sayangi. Rasanya sudah lama sekali saya tidak mendapat perhatian seperti ini."

"Dan maaf juga karena saya sakit kita jadi batal pulang hari ini. Kamu pasti kecewa iya kan?."

Dira menggeleng. "Enggak kok. Justru aku seneng dan berterima kasih sama om Andra. Udah ya jangan nyalahin diri sendiri gitu karena Sakit adalah musibah yang datangnya gak bisa di prediksi."

Wajah pucat itu tersenyum lagi. Om Andra menggenggam tangan Dira semakin erat. "Dira."

"Hem?."

"Saya ingin mengatakan sesuatu."

 "Apa ?." Tanyaku penasaran.

 "I'm in love with you."

Detik itu juga, Dira merasa dunia seakan berhenti berputar.

Second Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang