24 🌺

8.2K 473 22
                                    


Wow sudah kena teror aku..hahaha

Maaf telat update
karena ya kalian taulah ya 7.7, Aku sebagai pemburu diskon, cashback, serta freeongkir disibukkan mencari ini itu.

Dan juga beberapa part ini ada yang ku ubah dikit jadinya aku ngetik lagi tadi.

Oke sampai disini aja.
Jangan lupa vote !
300 bintang bisa kali ya menuju part selanjutnya. 😝





    Gerai Starbucks menjadi tempat pilihan Vani dan Bagas untuk bertemu sore ini. Vani tiba lebih dulu dibandingkan Bagas. Ditemani Cinnamon Shortbread Latte dan blueberry muffin Vani duduk melamun didekat jendela menunggu kedatangan Bagas.

   Ia sedang bimbang. Antara ingin memberitahu Bagas yang sebenarnya atau tidak. Satu sisi dia sudah berjanji pada Dira untuk tidak memberitahu siapapun soal kehamilannya, tapi disisi lain dia juga tidak mau melihat Bagas terus berharap pada Dira yang semakin jauh dari jangkauannya.

    "Sorry telat..."

    Decitan kursi membuyarkan lamunan Vani. Vani mengedipkan mata menatap Bagas. "Kapan lo gak telat gas." Cibirnya.

    "Traffic jam. Jadi gimana ?."

    "Lo gak order minum dulu ?."

    "Gak."

    "Malu-maluin lo, Sana order jangan kek orang susah. Lo butuh asupan kafein buat nenangin pikiran lo setelah dengar cerita gue."

   "Emang ada apa ?." Tanya Bagas penasaran

   "Gue kasih tau setelah lo pesen minum."

    Berdecak kesal Bagas bangkit menuju kasir dan kembali dengan secup caffe Americano.

   "So ? did you find something ?."

    Vani menghela nafas. Kabar yang akan ia sampaikan berkemungkinan besar akan membuat sahabatnya sedih. Tetapi jauh lebih baik seperti ini dari pada Bagas mengetahuinya dari orang lain.

    "Van !."

   "Dira hamil."

   "Apa ?!."

   "Dira hamil !." Ulang Vani

    Bagas menggeleng tak percaya. "Lo jangan ngadi-ngadi Van. Kalau mau ngeprank gue lihat sikon lah. Kita lagi bicara serius ini."

    "Gas gue serius."

  "Lo bohong, mana mungkin Dira—" Bagas tak lagi melanjutkan kalimatnya. Dia teringat sesuatu, Sesuatu yang kemarin dia lihat di leher Dira.

    Jadi tebakannya benar. Bercak merah yang ada di leher Dira adalah  hickey.

    Vani memandang sendu Bagas yang mendadak diam. Dira adalah gadis yang disukai cowok itu sejak tahun pertama mereka masuk sekolah menengah atas. Mendengar kabar ini tentulah sangat memukulnya. Apalagi selama ini Dira tidak pernah terlihat dekat dengan pria manapun selainnya. Jangankan dekat kenalannya saja Vani yakin tidak banyak. Hampir setiap hari kecuali beberapa bulan ini, pulang pergi Dira selalu diantar oleh Bagas. Lalu bagaimana bisa gadis itu hamil ?.

   "Siapa Bapaknya ?."

    Vani menggeleng.

   "Gue tanya siapa ?!." Bagas tanpa sadar menaikkan suaranya, Mengundang lirikan penasaran orang-orang yang ada disekitar mereka.

    "Bagas tenangin diri lo, kita ditempat umum. Gue gak tau siapa ayah janinnya, Dira gak mau kasih tau  meskipun udah gue paksa."
  
    Bagas mengusap wajahnya lalu manatap ke luar jendela. Setelah penantiannya selama ini, beginikah yang dia dapat ?.

   Tidak, dia butuh penjelasan untuk semua ini.

   Bagas segera bangkit menyambar kunci mobilnya. 

   "Gas lo mau kemana ?!."

   "Kerumah Dira." Balasnya lalu melangkah pergi meninggalkan Vani serta segelas kopi yang bahkan isinya belum tersentuh sedikitpun.

***

   "Lagi nonton apa, serius banget ?." Andra ikut bergabung keatas ranjang bersama Dira yang tengah hikmat menonton tayangan televisi. Sejak semalam mereka telah resmi pindah ke apartemen lama Andra. Apartemen yang menjadi tempat hilangnya keperjakaan Andra di waktu muda. Hahaha.

   "Ikatan cinta mas. Itu si Elsa udah ketahuan bunuh Roy tapi masih gak mau ngaku juga padahal semua buktinya ada loh."

   "Elsa ? Roy ?."

   "Ish itu loh mas. Yang pakai dress merah itu Elsa. Kalau Roy, dia adeknya Aldebaran yang pakai jas."

    Andra mengangguk-anggukan kepala lalu ikut menonton televisi. Tetapi baru sebentar ia sudah merasa bosan. Andra lebih tertarik memandangi wajah Dira yang membuatnya tertawa karena ekspresi lucunya ketika menonton sinetron. Kadang merengut, kadang mencebik, atau kadang bibirnya monyong kedepan. Itu semua benar-benar lucu.

   "Cantik banget sih." 

   "Hah, apa mas ?."

   "Istri mas Andra cantik banget ya." 

    Dira membuang wajahnya kedepan lagi tanpa menjawab Andra. Dia malu.

    Andra mengacak rambut Dira pelan. "Gimana rasanya tidak sekolah lagi."

    Dira menoleh. Raut malu-malunya berganti sedikit murung. "Sedih. cuma gimana lagi, harus tetap dijalani."

   "Maafin mas ya. Gara-gara mas kamu jadi begini."

   "Jangan minta maaf mas. Mungkin memang sudah takdirnya begini. Cuma satu yang aku takutkan, Saat Vani dan Tante Rena mengetahui tentang kita."

    Andra menggeser tubuhnya merengkuh Dira. Menyenderkan kepala gadis itu ke dadanya. "Jangan nangis please, mas gak bisa kalau lihat kamu nangis. Kita berdoa aja semoga Tuhan kasih kemurahannya untuk kita." 

   Dira mengangguk mengusap sudut matanya.

   "Sekarang kita tidur ya."

   Andra berbaring mendekap Dira mengabaikan ponselnya yang terus menyala tanpa suara diatas nakas.

   Andra sengaja melakukannya, mensilent ponselnya agar tidak mengeluarkan suara dan membuat  Dira curiga. Sedari tadi Vani dan Rena bergantian mengubunginya menanyakan kapan pulang.

   Memang seharusnya malam ini Andra pulang ke rumah. Tapi karena bi Tati, orang yang akan mengurus apartemen ini sekaligus menemani Dira baru bisa datang besok siang. Terpaksa dia harus menemani Dira semalam lagi.

***

   Rena berjalan mondar-mandir disamping ranjang Vani dengan gelisah. "Papa kamu itu ya kenapa gak angkat telfon mama. Coba kamu telfon lagi Van."

    Vani mengacak rambutnya kesal. Dia ini mau tidur kenapa mamanya merecokinya terus. "Udahlah ma, mungkin papa udah tidur atau lagi diluar. Kenapa sih mama ngotot banget pengen telfon papa ? Ada masalah ?."

    Rena menggeleng. Bukan masalah, tapi dia ingin memastikan sesuatu. Tadi siang seorang temannya mengaku melihat Andra di lobi apartemen. Dia hanya ingin bertanya pada Andra. Apakah itu benar Andra atau temannya salah lihat karena sepengetahuannya Andra masih berada dibandung.

    "Ma !."

    Rena menghela napas kemudian mengecup kening purtinya. "Kamu tidur lagi, maaf mama ganggu kamu. Sleep tight princess." Setelah itu Rena keluar dari kamar anaknya. Meski  perasaanny masih mengganjal namun Rena tatap berusaha berpikir positif.

    Ya Andra pasti sedang sibuk.

***

Second Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang