20 🥦

9.3K 455 18
                                    


Andra banyak menyunggingkan senyum sepanjang hari ini, menandakan suasana hatinya dalam kondisi yang sangat baik. Bisa menebak apa penyebabnya? Ya, tentu saja his young wife. Kupu-kupu terasa berterbangan diperut, saat Andra kembali mengingat kebersamaannya dengan Dira akhir-akhir ini. Andra seperti kembali ke masa mudanya puluhan tahun lalu, tingkah lakunya persis bak remaja yang baru jatuh cinta. Feri bahkan menyebutnya pria tua yang tengah puber kedua.

Tapi Andra tidak peduli ocehan Feri tentangnya. Andra sedang bahagia karena gayungnya bersambut jadi dia tidak ingin meladeni hal-hal yang tidak penting. Anggap saja omongan Feri angin lalu.

"Aku pulang dulu ya, kunci pintunya trus langsung tidur." Diusapnya puncak kepala gadisnya.

Sangat disayangkan malam ini Andra tidak bisa menghabiskan malam bersama Dira. Ada perasaan tidak rela meninggalkan Dira sendirian, akan tetapi Andra tetap harus pulang untuk membereskan sedikit kekacuan yang disebabkan Arman. Siang tadi sopirnya itu membawa mobilnya ke salah satu rumah sakit untuk mengantar ibunya periksa, namun secara tak sengaja bertemu dengan Rena di parkiran rumah sakit. Padahal baru kemarin Andra berpamitan kepada Rena akan ke Bandung sampai dua hari kedepan yang berarti Arman akan ikut bersamanya. Akibat ulah pria itu, kebohongan Andra nyaris saja terbongkar andai sopirnya tidak memiliki akal untuk berkelit.

"Hati-hati di jalan."

 Andra mengangguk pasti. "Besok jangan lupa jam sepuluh pagi." Ucapnya mengingatkan Dira rencana mereka besok berkunjung ke apartemen lama Andra yang rencananya akan menjadi tempat tinggal Dira.

 "Iya."

Seperti biasa, ketika Andra tiba dirumah suasana rumah sepi seperti tak berpenghuni. Vani, anak gadisnya pasti sudah terlelap dialam mimpi. Sementara Rena, mungkin—

"Tumben baru pulang?."

 Ah itu dia.

Andra berdehem, mengayunkan kaki menuju kamar. Rena mengekori Andra di belakang dan duduk di tepi ranjang. "Kenapa baru pulang? Kata Arman kamu pulang dari bandung lebih cepat, tadi aku bertemunya di rumah sakit."

Diliriknya Rena sekilas dari pantulan kaca. Tangan Andra sibuk melepaskan kaitan dasi yang melilit leher. "Ada masalah di kantor jadi aku kembali." 

"Yakin di Kantor?."

 Mengangkat sebelah alisnya. Andra  mendengar adanya nada sinis dibalik pertanyaan Rena barusan. Ia menduga Rena masih tidak percaya dengan penjelasan Arman tadi.

"Maksudmu apa?."

"Selepas bertemu Arman, aku langsung ke kantormu tapi kamu tidak ada di kantor."

"Ah Aku lupa memberi tahumu. Aku berada dikantor cabang bukan kantor pusat."

"Kamu tidak bohongkan Ndra?."

"Untuk apa aku berbohong."

Rena tampak menghela nafas lalu mendekati Andra. Alarm dikepala Andra berbunyi saat Rena bergelayut manja di lengannya. "Aku merindukanmu. sudah lama kita tidak melakukan hubungan sex."

Dengan halus Andra melepas tangan Rena yang melingkar di lengannya. Tidak bermaksud menolak tapi saat ini Andra benar-benar tak punya gairah melakukannya.

"Jangan sekarang ya Ren. Aku capek banget." Ucap Andra hati-hati

"Ndra—"

"Aku butuh istirahat untuk memulihkan staminaku. Aku janji besok pagi kita akan melakukannya."

Mau tidak mau Rena akhirnya mengangguk. Andra segera beranjak ke kamar mandi karena tak ingin melihat wajah Rena yang menimbulkan rasa bersalah dalam benaknya. Jika boleh jujur Andra juga sedikit tersinggung dengan Rena, wanita itu menyambutnya hanya ketika membutuhkan sesuatu darinya. Andra merasa dirinya hanya dijadikan pelampiasan dan penyalur kebutuhan bagi Rena.

    
***
   

"Papa katanya ke Bandung kok sekarang dirumah."

 Andra tersenyum mengecup puncak kepala Vani. "Gak jadi ada masalah di kantor. Kemana mamamu, kenapa kamu sarapan sendiri?."

"Udah pergi tadi katanya ada urusan penting."

 Yang dilakukan Andra hanya mengelus dada. Padahal ini hari sabtu tapi— Ah sudahlah. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari Rena. Dia memang selalu begitu.

 
"Ya sudah papa temani." Andra menarik kursi.

"Papa akhir-akhir ini selalu sibuk seperti mama. kita jarang menghabiskan waktu bersama." Keluhan Vani membuat Andra mengangkat kepalanya. Andra menatap putrinya bersalah. Diakuinya belakangan ini Andra memang sedikit mengabaikan Vani karena waktunya terbagi dengan Dira yang membutuhkan perhatiannya lebih banyak. "Maafkan papa ya nak. Gimana kalau besok kita jalan-jalan berdua ke Bogor? Besok papa free loh."

Vani mengangguk antusias. "Mau....kita ke puncak ya pa."

"Iya sayang, ajak oma sekalian ya Van."

"Siap pa, nanti aku telfon oma. Eh tapi kenapa tidak hari ini saja pa kan ini weekend."

Andra menggeleng. Hari ini dia sudah memiliki janji bersama Dira. "Papa ada acara. Besok saja ya, besok juga masih weekend kan."

 
"Hem, oke deh."

   
Usai sarapan Andra membantu Vani memandikan tiga ekor kucing kesayangannya sebelum ia bersiap pergi menjemput Dira. Kali ini Andra sengaja menyetir sendiri karena ingin menghabiskan waktu hanya berdua dengan Dira.

 Andra memarkirkan mobilnya ditepi jalan tak jauh dari rumah Dira lalu berjalan kaki menuju rumah gadis itu. Meskipun pekarangan rumah Dira mampu menampung mobil namun Andra tidak pernah memarkirkan mobilnya didepan rumah Dira. Ia takut ada yang melihat karena Vani ataupun Bagas sewaktu -waktu bisa datang ke rumah Dira kapan saja.

Diteras, Dira sudah menunggunya sambil mengamati salah satu tanaman hiasnya.

"Ra.."

"Eh om Andra sudah datang." Dira menegakkan tubuh dan mencium tangan Andra. Ini adalah salah satu hal yang membuat Andra jatuh cinta kepada Dira. Sejak mereka resmi menjadi suami istri, meskipun saat itu Dura tidak menyukainya tapi gafis itu tidak pernah lupa mencium tangannya ketika dia ataupun Dira akan pergi atau baru pulang dari suatu tempat. 

"Kenapa tanamannya." Netra Andra ikut menyapu tanaman hias yang tadi Dira amati. Dira adalah seorang penyuka tanaman seperti ibu Andra. Halaman rumahnya yang sederhana tampak begitu asri dipenuhi oleh berbagai jenis tanaman.

"Sepertinya mau mati."

"Nanti kita beli lagi."

" Sepertinya tidak perlu karena anaman itu sudah memiliki tunas." Dira menunjuk tunas yang tumbuh di samping induknya.
 
"Ya Sudah, kalo begitu ayo berangkat.". Dira meraih kotak makan yang tergeletak di kursi teras lalu menyambut uluran tangan Andra."Ngomong-ngomong itu kamu bawa apa?."

"Oh ini siomay. Lagi kepengin makan siomay jadi tadi beli di pedagang siomay keliling yang kebetulan lewat."

"Oh baby kita pengin makan siomay ya." Andra mengusap perut Dira pelan.

Wajah Dira memerah. Dira masih terlihat malu-malu dengan perlakukan Andra. Tapi tidak masalah mengingat hubungan mereka masih baru. Lama-kelamaan Dira pasti akan mulai terbiasa.

***
  

 

Rumah Dira

Rumah Dira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


   

Second Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang