"nih, masih kurang? " seseorang didepannya menerima sesuatu dari genggaman tangan orang itu dan mendelik kaget.
"sebanyak ini? Lo apain dia?! "
Orang itu mengengkat bahunya acuh dan melihat sekelilingnya "gue jambak lah. Mau diapain lagi? "
Seseorang yang menerima barang itu menepuk jidatnya. Padahal maksudnya hanya mengambil beberapa helai saja, mungkin satu atau 3. Lagipula itu hanya untuk sebuah pemeriksaan.
"yaudah deh. Nanti lo cepet minta maaf. Nih uangnya"
"dih, perjanjiannya cuma ngambil. Gak ada perjanjian minta maaf kok"
"oke, ini uang nya ga jadi? "
"ck, iya iya"
🐾
Hari-hari Arka masih sama. Setiap pagi diantar oleh suruhan Haris dan siangnya ia akan pergi bekerja, walau harus dengan paksaan, pasalnya Haris melarang Arka bekerja di Cafe. Lagi pula untuk apa? Cafe itu juga milik Haris.
Siang menuju sore ini Arka, Gevan, dan Abhi sedang menunggu kendaraan yang akan menjemput mereka. Katanya sih OTW, tapi sudah 30 menit mereka menunggu, jemputan itu tak kunjung datang.
"Abhi, Gevan" panggil seorang siswa dari belakang.
"ya? " jawab mereka berdua bersamaan.
"k-kalian berdua dipanggil pak Agus ke ruang olah raga. Katanya ada yang mau diomongin. " imbuh siswa itu.
Gevan dan Abhi saling berpandangan, hingga Gevan kembali bertanya "kita aja? "
Siswa itu mengangguk, lalu pergi begitu saja.
"yaudah, kalian ke sana. Arka tunggu disini. " ya, Arka tidak memakai gue-lo. Sebab ini sudah berada di area luar sekolah. Meski hanya selangkah diluar pagar sekolah, apapun yang terjadi Arka tidak boleh memakai kata kata gue-lo. Jika tidak maka mereka berdua akan ngambek.
"adek beneran gapapa disini sendirian? Ikut ajalah. Nanti nunggu disana aja" ucap Abhi yang diliputi rasa khawatir jika meninggalkan Arka sendirian. Ia masih trauma akan kejadian beberapa waktu lalu saat Arka dibentak.
"gapapa. Udah sanaa" Gevan dan Abhi pasrah. Semoga Arka baik baik saja. Semoga.
"Van, kira-kira kenapa ya kita dipanggil? " Gevan mengedikkan bahunya. Ia ingin cepet-cepat kesana dan kembali kepada Arka, karna ia merasa ada yang aneh. Tak biasanya pak Agus memanggil mereka berdua untuk berbicara. Apalagi tempatnya di gudang olahraga. Tempat terjauh dari gerbang sekolah. Firasatnya tak enak.
Sesampainya didepan gudang olahraga, mereka berdua merasa ganjil. Senyap menyambut mereka. Disini sangat sepi, tak ada tanda-tanda keberadaan pak Agus.
Sial, mereka ditipu.
🌱
Disisi lain Arka yang baru saja ditinggal oleh kedua teman yang lebih tepat disebut abang-abangannya itu memainkan batu kerikil dengan kakinya.
Gabut tau.
Lalu sebuah mobil mewah berhenti disampingnya. Ia tak peduli. Mungkin itu mobil jemputan anak lain. Lagi pula ia hapal betul bagaimana bentuk mobil yang akan menjemputnya.
Dan kesalahannya adalah berpikir seperti itu.
Seseorang berbaju serba hitam tiba-tiba menariknya dan memasukkannya kedalam mobil hitam tadi. Belum sempat ia melihat wajah orang yang menariknya, seseorang dari belakang menutup indra pengelihatannya dengan kain hitam dan mengikatnya cukup kuat. Tangannya di borgol. Arka berontak, tapi usahanya sia-sia. Ia justru semakin kehabisan energi.
"diamlah, kami takkan melukaimu. " ucap orang yang duduk disampingnya. Tapi Arka takkan mudah percaya. Ia harus tetap waspada, orang-orang ini bisa melukainya kapan saja.
Tak lama kemudian Arka merasa mobil yang ditumpanginya melambat. Entah ia dibawa kemana, Arka tak tau, Arka hanya berdoa semoga semua baik baik saja.
🐾
"jika ternyata ini bukan hal penting, bersiaplah, uang bulanan kalian akan papa potong. " Karan -ayah Benedict, Brama, dan Bara- mengancam putranya. Mereka bilang ingin menunjukkan sesuatu yang sangat penting. Bahkan Karan sampai rela mengorbankan pertemuan dengan salah satu klient.
"tenang pa, Bara jamin papa pasti kaget. " jawab Bara dengan senyum lebarnya. "ah, itu mereka datang"
Karan kebingungan, Brama keluar dengan sosok anak remaja yang kedua matanya ditutupi. Anak itu berontak, tapi 2 orang bodyguard yang memegangi tangannya lebih kuat dari bocah itu.
"ini siapa, Brama?" Brama tersenyum, ia memerintahkan bodyguard-nya untuk melepas ikatan kain yang menutupi kedua netra Arka.
Arka mengerjap, silau menghampirinya. Dihadapannya terpampang sebuah mansion indah nan megah, namun Arka tak tau ini dimana.
Dan sosok didepannya membuatnya terpaku.
"Papa.. " gumamnya lirih.
Cekalan dikedua lengannya telah terlepas. Arka sampai terduduk karena masih tak percaya bisa dipertemukan seseorang yang ia nanti. Arka menunduk, air matanya berlomba-lomba untuk keluar.
Ini bukan mimpi kan? Tolong segera sadarkan Arka jika ini hanya mimpi.
Karan masih tak percaya, wajah itu, wajah anak itu mirip dengan salah satu sosok yang ia cari. Ia menatap Brama penuh tanya.
Brama mengangguk mantap saat ditatap oleh Karan. "iya pa, ini Arka. " ucapnya dengan tegas.
Perlahan senyum Karan terbit "b-benarkah? " Karan mendekat pada sosok mungil itu, ia menyejajarkan tingginya dengan anak yang sedang menangis itu.
Karan membelai wajah mulus Arka dengan air mata yang sudah di pelupuk. Ia menghapus air mata Arka yang tak berhenti turun. Ini benar-benar Arka, putranya yang selama ini ia cari.
"Arka.. Ini papa nak"
Greb
Karan memeluknya erat, melepas rindu yang kian lama terpendam. Bertahun-tahun ia mencari di seluruh tempat. Kini ia telah menemukan keberadaan yang ia cari.
"hiks pa-pa" Arka masih saja menangis dalam pelukan Karan. Karan mengelus surai lembut Arka, lalu mengecup kening Arka begitu lama. Karan rindu, sangat rindu.
๏_๏๏_๏๏_๏
Akhirnya~ ujian telah selesai~~
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Arka Putra
RandomNO BXB! JUST BROTHERSHIP!!! Luka, penolakan, Kehidupan Arka kecil memprihatinkan, dimana ia tak diterima oleh sang ayah, dan dibenci oleh saudaranya. Berharap disayang tentu, namun apa daya, bagi mereka, Arka hanyalah benalu yang tak seharusnya ada...