13

2.4K 234 3
                                    

"maaf tuan, kami kehilangan jejak"

"APA?! CARI KEMBALI! CEPAT! "

Haris mengebrak mejanya, berbagai umpatan keluar dari mulutnya yang juga tak henti-hentinya merapalkan doa agar Arka baik-baik saja.

"Arka, tunggu Daddy nak"

●_●●_●●_●

"Permisi tuan, Tuan Aaron ingin bertemu"

Rey yang semula fokus memandang laptop di hadapannya menengadah, menatap sekilas penjaga ruangannya dan mengangguk.

Baru saja ia bangkit dari kursi, seseorang sudah masuk dan langsung duduk di sofa ruangan itu.

"bagaimana kabarmu? "

"baik" jawabnya singkat. Ia lalu menelpon seseorang agar mengirimkan teh hangat.

"jangan berbohong. Aku kakak mu"

Rey tersenyum miris, "kau tau sendiri kak"

Aaron menghela nafas. Ia turut bersedih atas apa yang menimpa keluarga adiknya. Dan bodohnya, dulu ia juga turut andil dalam menoreh luka pada seseorang.

"apakah kau sudah memeriksa data sekolah itu, kak? "

Aaron menepuk jidatnya pelan. "Ya Tuhan, aku lupa sudah menjadi kepala sekolah baru. "

Rey menggelengkan kepalanya, "lalu bagaimana keadaan disana? "

"tenang, aku sudah menyuruh asisten kepercayaan ku untuk menangani masalah disana"

"lagi pula, kenapa ingin menjadi kepala sekolah? Apakah perusahaan-mu bangkrut? "

"jangan bicara asal, adik sialan. Aku hanya ingin mencoba. Aku terlalu bosan dengan berkas di kantor."

Holkay mah bebas~

"apakah belum ada kabar sama sekali? "

Rey yang paham kemana arah pembicaraan itu menunduk. "belum" lirihnya. Sudah 9 tahun, tapi belum ada tanda-tanda bahwa mereka ditemukan.

Tapi tunggu, Rey teringat sesuatu tentang sekolah, tempat kakaknya menjabat. "kak, apakah asistenmu sudah mengecek daftar siswa? "

Aaron mengangkat alisnya, "mungkin belum. Asisten-ku hanya mengurusi beberapa hal penting. Sisanya ia harus membantuku di kantor. "

"bisakah kau segera memeriksa? Aku mendapati seorang siswa memiliki nama yang sama seperti putraku. "

"putramu? Siapa? "

Rey mendongak, "Putra bungsuku."

●_●●_●●_●

Bruk bruk bruk bruk

Derap sepatu di atas tanah sekitar membuat keluarga kecil itu terkejut dan berdiri dari tempatnya. Sekelompok orang berpakaian hitam-hitam telah mengepung mereka dari segala arah, lengkap dengan senjata api yang ditodongkan. Sedangkan di belakang mereka, para anak buah Karan telah berhasil dilumpuhkan.

Karan dan ketiga putranya langsung mengambil sikap siaga, membentuk lingkaran dan menyembunyikan Arka di belakang tubuh tegap mereka. Untung saja mereka sempat membawa pistol disaku mereka masing-masing. Kecuali Arka tentunya.

Arka PutraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang