"Benedict! Dimana kamu sekarang?! "
Benedict meringis, ia sedikit menjauhkan handphone-nya dari telinga. Kenapa juga orang tua bau tanah itu berteriak.
-mohon jangan ditiru ya gaes :D
"di kantor" jawab Benedict seadanya.
"aish anak ini. Cepat bawa pulang Ar-"
"kebetulan Raja sedang disini" potongnya cepat. Jangan sampai pria tua itu keceplosan
Karan sepertinya terdiam sejenak, "berikan telponnya pada Raja. "
"ya" Benedict lantas menyodorkan handphone keluaran terbaru itu ke hadapan Raja.
Raja mengangkat alisnya bingung, "Papa ingin berbicara padamu. Cepatlah"
Raja pun menerimanya, "halo, Om"
"hm, bagaimana kabarmu? "
"baik. Om sendiri bagaimana? "
"Alhamdulillah Om juga baik. Bisakah kamu mengatur pertemuan? Om ingin memberikan sesuatu. "
"tentu. "
"yasudah, Om tutup dulu, Assalamualaikum "
"Waalaik--"
Tut
"--kum salam"
"kau sudah dengar perintah Papa tadi kan? Sekarang pergilah. Aku sibuk"
Raja mencebik kesal, "cih, kau tetap menyebalkan rupanya. "
Benedict tersenyum tipis, membuat Raja ikut menyunggingkan senyumnya.
"aku pergi dulu"
"hahh, hampir saja ketahuan"
●_●●_●●_●
Bruk
Arja merebahkan tubuhnya di kasur king size mewah miliknya. Sesaat kemudian ia bangkit untuk mengambil sebingkai foto diatas tempat tidurnya, ia meraba sosok di dalam foto itu lalu memeluknya erat.
"Bunda, Bunda sama Adek kemana aja sih? Padahal udah lama lho Bun, Arja kan rindu sama Bunda, sama adek Arja juga"
Inilah kebiasaan Arja. Ia selalu berbicara sendiri sembari menatap foto Bunda dan adiknya, seolah-olah mereka ada disana.
Setetes air mata Arja keluar, ia kembali memeluk erat bingkai itu. Pemuda itu meluruh. Tangisnya pecah. Arja selalu merutuki betapa bodohnya dirinya sewaktu kecil hingga membenci orang yang salah.
Arja tak pernah mengira bahwa anak yang dulu sering ia salahkan adalah adiknya sendiri, salah satu sosok yang yang berarti dalam hidupnya.
"Bunda tau nggak, waktu di sekolah, Arja ketemu anak yang mirip adek loh Bun"
Arja beralih menatap senyum beku adiknya yang berdiri disamping Bunda, "tuh kan, matanya mirip banget. "
"Arja, waktunya makan mal--"
Arja menyeka air matanya, ia menatap ke arah pintu. Raka yang tadinya hendak memanggil adiknya untuk makan malam, mendekat ke arah Arja.
"Bang, kira-kira sekarang keadaan bunda sama adek gimana ya? " ketahuilah, Arja selalu ingin tau bagaimana rupa adiknya saat ini, bagaimana sekolahnya, apa hobinya, kesukannya, atau bahkan sifatnya. Seandainya saja dulu ia percaya dengan bundanya, mungkin Arja masih mempunyai kenangan manis dengan adik kecilnya itu, bukan hanya penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arka Putra
RandomNO BXB! JUST BROTHERSHIP!!! Luka, penolakan, Kehidupan Arka kecil memprihatinkan, dimana ia tak diterima oleh sang ayah, dan dibenci oleh saudaranya. Berharap disayang tentu, namun apa daya, bagi mereka, Arka hanyalah benalu yang tak seharusnya ada...