21

614 49 5
                                    

Arka menatap dirinya di dalam cermin, ia sudah siap sejak 5 menit yang lalu. Entah kemana Karan akan mengajaknya pergi, katanya sih bertemu dengan seseorang.

"ayo, sudah siap kan? "

Arka mengikuti Papa-nya menuju mobil. Sepanjang jalan ia nikmati dengan melihat sekeliling. Kemacetan di hari weekend adalah hal yang lumrah. Banyak keluarga bahagia sedang berlibur hari ini.

Ah~, Arka jadi rindu dengan kakak sulungnya dulu. Satu-satunya keluarga yang menerimanya selain Bunda.

"Arka.. "

Bocah itu menoleh, menatap Karan yang masih Fokus menyetir. Setibanya di lampu merah, Karan menoleh, menatap Arka yang bermain jari-jarinya.

"Baby, kau masih ingat Raja? "

Umh

Arka mengangguk, tapi ia tak terlalu ingat wajahnya. Bagaimana lagi? 9 tahun Arka tidak bertemu dengan kakak sulungnya.

Karan menghentikan mobil yang ditumpanginya. Arka melihat sekeliling, ada hamparan rumput dan danau yang cukup besar. Tak ada orang satupun, tempat itu begitu sepi.

Karan menarik tangan Arka menuju tempat duduk yang tersedia. Keduanya menikmati udara segar dan pemandangan yang begitu indah. Begitu juga Arka, meski ia masih bingung, Papa-nya bilang akan mengajaknya bertemu seseorang, tapi kenapa malah diajak jalan-jalan ke sini?

"baby, kau tidak ingin bertemu kakakmu, hmm? " tanya Karan. Pria itu menatap Arka yang menunduk setelah mendengar pertanyaannya.

"hey, kenapa, Putra Papa sakit? " tanyanya melihat wajah Arka srmakin murung.

Arka menggeleng. Tentu saja Arka ingin sekali bertemu Kakaknya. Tapi ia cukup sadar diri, Arka tak ingin merepotkan Kakaknya. Lagi pula mana mungkin Raja akan menerimanya? Saudaranya harus tumbuh tanpa sosok Bunda hanya karena Arka. Bahkan kini mereka tak dapat melihat Bunda untuk selamanya, itupun karena Bunda harus bekerja untuk menghidupi Arka.

Harusnya sejak awal Arka tiada. Harusnya Bundanya menurut saja saat Rey menyuruh untuk menggugurkan kandungan Arka. Harusnya Arka mati lebih awal agar tidak banyak masalah yang timbul.
Harusnya..

Sudahlah. Arka sadar. Ia hanyalah biang masalah dalam keluarganya.

Tes

Setitik air mata jatuh, Arka segera menghalaunya.

"Arka nggak pengen ketemu abang" ucapnya lirih.

"kenapa? "

Arka menggeleng, "Arka nggak mau ganggu abang. Arka udah ambil Bunda dari Abang, Arka gak pengen nyusahin Abang lagi. Arka cuma pengen Abang Ja bahagia" tangan Arka mengepal. Ia rindu, sangat rindu Abangnya. Tapi Arka harus sadar diri.

"lalu bagaimana jika kebahagiaan Abang ada pada Arka? "

Suara berat itu membuyarkan pikiran Arka. Sosok tinggi besar datang dari samping, melihatnya dengan berkaca-kaca.

"kenapa adek ga mau ketemu abang? Adek mau abang bahagia kan? Sayangnya kebahagiaan Abang ada pada adek. Kalau adek gak mau ketemu Abang, tentu Abang gak bakal bahagia"

Arka termenung menatap sosok yang berlutut di hadapannya. Otaknya mencerna kejadian ini dengan begitu lambat. Apa maksudnya? Siapa orang ini? Mengapa wajahnya terlihat familiar? Dan apa maksud perkataannya?

Pria itu memeluk Arka tiba-tiba. Arka masih mematung di tempatnya. Dapat ia rasakan pundaknya basah karena orang itu..., menangis mungkin?

Tunggu, mendengar perkataannya, apakah dia..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arka PutraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang