Chapter 16

7.2K 508 87
                                    

Happy reading all!
-

Chapter 16

"Dah pa!" Airin turun dari mobil setelah menyalimi tangan Gio. Ngomong-ngomong, kedua orang tuanya sudah pulang kemarin dan hari ini Gio menawari agar anak kesayangannya berangkat sekolah diantar dirinya. Meski harus berangkat lebih pagi dari biasanya, Airin tetap mengiyakan ajakan tersebut.

Kepulangan keduanya tentu tidak lupa dengan buah tangan barang-barang bermerek yang harganya tentu saja tidak murah. Seperti hari ini Airin memakai tas dan sepatu baru yang di hadiahi Gio untuknya sebagai oleh-oleh.

Mobil Gio meninggalkan ruang lingkup Cakrawala. Dengan senyuman yang terpatri di wajahnya, Airin melangkahkan kaki menuju kelasnya berada. Sementara itu seakan ada yang janggal dan terasa hilang.

Raka, tidak ada kabar selama tiga hari belakangan ini. Lelaki itu absen dan tidak memberinya kabar. Begitu juga dengan ke tiga temannya. Padahal biasanya Raka akan me-spam Airin atau bahkan mendatangi Airin lewat jendela yang selalu menjadi akses Raka untuk masuk ke kamarnya.

Selama hampir sepekan menjadi kekasih Raka, Airin terus mencoba bersikap biasa saja, seolah-olah semua sikap dan perilaku Raka terhadapnya adalah hal yang biasa dan tak berpengaruh apa-apa.

Tapi itu diluar kendali. Karena hati Airin selalu berdesir hebat atas semua tindakan yang Raka perbuat.

"Tas lo cantik, sepatu lo juga lumayan. Tapi gue ga sudi punya barang yang sama, sama lo"

Vanya menghadang Airin dengan tatapan yang selalu saja sama, yaitu tatapan benci.

Airin berdecak, merasa sangat muak dengan tingkah laku Vanya yang kekanak-kanakan.
"Gak pernah puas ya lo Nya?"

"Buat bikin lo sengsara, gue gak akan pernah puas"

"Misi. Gue mau lewat"

"Lo mau kemana sih? Harusnya lo itu kan ikut gue"

Vanya menjambak rambut Airin dan berjalan, sehingga mau tak mau Airin mengikuti langkah kaki Vanya. Airin yakin rambutnya akan segera kusut dan rontok karena terlalu sering dijadikan sasaran.
#poor rambut Airin

Vanya membawa Airin ke dalam toilet belakang sekolah yang berdebu dan kumuh, hampir seperti gudang karena memang toilet tersebut sudah tidak digunakan lagi. Vanya melepaskan jambakannya, mengunci pintu besi berkarat dari dalam.

"Satu lawan satu. Gue kasih kesempatan sama lo buat lawan gue hari ini. Jangan di sia-siakan Airin"

"Gue serius. Mau lo itu apa? Lo itu ganggu banget di hidup gue, senior gak berguna!"

"Ga kebalik?!"

"LO YANG PENGGANGGU DI HIDUP GUE! HARUSNYA LO ITU GAK ADA! HARUNYA LO ITU GAK MUNCUL DAN NGERUSAK KEBAHAGIAN GUE! LO. NGEREBUT SEMUANYA DARI GUE! LO ITUA HAMA!"

"Maksud lo apa? Gue ngerebut apa dari lo? Jelasin ke gue. Biar gue tahu apa yang lo maksud!"

Vanya terkekeh. Dia benci menjelaskan bagaimana hidupnya jadi menyedihkan karena gadis di hadapannya.

Akhh! Airin meringis.

Vanya menendang tulang kering Airin hingga gadis itu jatuh karena tidak siap, menjambak rambut Airin lebih sakit dari yang sebelumnya, Airin menjerit, naluri alami sebagai manusia muncul, melawan. Airin mencakar lengan Vanya, setelahnya mendorong perut Vanya. Airin segera berdiri dan menghampiri seniornya itu dan menamparnya. Dan Vanya yang tentu saja tidak terima lantas mencekik Airin mendorongnya terus sampai kepala dan punggung gadis itu terbentur oleh ujung besi yang menjadi batas dari setiap bilik toilet, benturan yang cukup keras sampai Airin menjerit tertahan karena kini Vanya mencekiknya.

AMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang