23|Dont Say Goodbye

715 135 11
                                    

Sudah lebih dari dua puluh menit Jaemin terus menatap sebuah bingkai foto di atas meja belajarnya. Tangannya terus mengetuk-ngetukkan pensil yang ia pegang. Entah apa yang ia pikirkan, matanya hanya fokus pada foto tersebut. Foto seorang wanita yang sedang menggendong anak laki-laki yang masih terlihat sangat kecil. Mirip sekali dengan Jaemin, namun ia tidak dapat mengingat wanita di dalam foto itu. Jaemin sama sekali tidak ada ide untuk berpikir bahwa itu adalah ibu kandungnya. Bagaimana bisa ia mengingat jika yang ada di kepalanya adalah 'aku tidak punya ibu'.

Tiba-tiba sebuah notifikasi dari handphonenya berbunyi. Menampilkan bubble notifikasi dari seseorang yang bernama Hyunjin. Dengan malas, Jaemin ngambil handphonenya dan membuka pesan dari sahabatnya itu.

Hyunjin : Bro ... Yok keluar, cari angin
Hyunjin : gue otw panti

Jaemin menghela napasnya kemudian berdiri membereskan kertas formulir yang berserakan di mejanya. Ia kemudian berjalan mengambil jaket dan masker, kemudian bersiap menunggu Hyunjin di depan panti, mengingat jarak rumah Hyunjin dan panti tidak jauh. Entahlah, hari ini rasanya Jaemin tidak bersemangat melakukan apapun. Ia terlalu muak dengan kehidupan, terlalu banyak yang ada di kepalanya sampai ia sendiri bingung harus memikirkan yang mana dulu. Ditambah kejadian kemarin di resto dan hari ini Chaeri tidak masuk sekolah karna sakit. Pertanyaan-pertanyaan aneh terus saja menghantui pikiran Jaemin. Tapi anehnya, Jaemin tidak berniat menghubungi Chaeri untuk menanyakan kabarnya.

Tak berapa lama menunggu, akhirnya Hyunjin datang dengan sepeda hitamnya. Ia berhenti tepat di depan Jaemin sambil tersenyum bodoh pada Jaemin yang wajahnya terlihat kusut.

"Ayok." Ajak Hyunjin. Jaemin pun mengangguk dan menaiki sepedanya.

Mereka berdua mengayuh sepeda melewati jalanan malam yang sepi. Sebenarnya ini masih pukul delapan malam, namun di daerah rumah mereka memang sepi. Hyunjin memimpin di depan, sementara Jaemin hanya mengikuti di belakang Hyunjin tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Hingga sampailah mereka di depan sebuah minimarket di tepi jalan. Mereka memarkirkan sepeda mereka di tempat parkir sepeda, kemudian masuk ke dalam minimarket untuk membeli beberapa camilan dan juga ramyun.

"Mau ini nggak, Jaem?"

Jaemin menoleh dan melihat Hyunjin mengangkat sebungkus coklat. Jaemin mengerutkan keningnya melihat coklat yang dipegang Hyunjin. Nampak tidak asing. Tapi, kapan ia membeli coklat itu?

"Jaemin?"

"Hah? I-iya boleh." Hyunjin menatap Jaemin bingung. Tidak biasanya Jaemin menjadi diam seperti ini. Apa Jaemin sakit?

Setelah membayar, mereka berdua mengambil tempat di depan minimarket tersebut, yang memang sudah tersedia meja dan kursi khusus pengunjung.

"Wah!! Udah lama gue nggak makan ramyun begini." Ucap Hyunjin dengan excited sambil mengaduk ramyunnya di dalam cup.

Jaemin dengan tenang mulai mengaduk ramyunnya. Hyunjin melirik Jaemin yang nampak berbeda sedari tadi. Karena biasanya dia yang paling semangat kalau makan ramyun. Hyunjin sangat yakin pasti Jaemin sedang ada masalah.

"Oh iya, Jaem, gimana jadi ambil beasiswanya?" Hyunjin berusaha mencairkan suasana yang sedari tadi terasa dingin dan canggung.

"Jadi." Jawab Jaemin singkat, kemudian kembali menyeruput mienya.

"Kenapa sih lo? Ada masalah ya?" Jaemin hanya diam tidak menjawab. Karena kesal merasa diacuhkan, Hyunjin pun mengambil handphonenya dan menelfon Haechan.

"Chan, dimana lo?"

"Di rumahlah. Ngapa?"

"Ke minimarket depan sini. Gue sama Jaemin disini makan ramyun."

Little Thing | Na Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang