10

3.4K 536 80
                                        

Oh, lihatlah potret keluarga bahagia di depanku ini. Ada Ibu yang menggandeng anak laki-lakinya dan di belakangnya, ada Ayah yang mendorong stroller bayi kecilnya.

Shit. Harusnya aku yang ada di posisi itu.

"Apap!"

Marshall berlari menghampiriku dan langsung kudekap dengan erat.

"Hey boy! I miss you so much." ucapku sambil menciumi puncak kepalanya.

"Me miss you too, Pap!"

Marshall lalu melepaskan diri dan aku kembali berdiri.

"Maaf ya Mas agak lama. Tadi mampir ke ruang laktasi sebentar karena Isha minta nyusu." ucap Niana santai, sedangkan aku langsung melirik ke arah Syafiq. Dia ndak ikut masuk dan liatin Niana nyusuin Isha kan?!

Aku berdeham pelan, "It's okay, ndak apa."

"Halo, Pak Askha." Syafiq menyapaku lengkap dengan senyuman yang tersungging di bibirnya.

Aku berdecak samar sambil menganggukkan kepalaku. Ndak berniat sama sekali untuk menjawab sapaan ramahnya. Karena bagaimanapun, dia adalah sainganku. Aku lalu mengalihkan perhatianku ke Isha yang sedang tertidur pulas di strollernya.

"Anak cantik Apap bobo yaa." ucapku sambil mengusap lembut pipi gembilnya.

"Dia tuh tadi bangun dari habis Subuh dan belum tidur lagi. Makanya tadi begitu selesai nyusu, langsung pules deh." jelas Niana.

Aku mengangguk paham lalu mengalihkan perhatianku kembali ke Marshall.

"Mas Marshall, mau main apa?"

"To the playground, Apap!" jawabnya dengan sumringah dan penuh semangat. Lalu kepalanya menoleh ke belakang, "Iya kan, Om Capik? Kita mau main ke playground kan, Om?"

Nafasku tertahan seketika. Untuk apa sih Marshall butuh validasi dari laki-laki itu? Itu benar-benar ndak perlu, Nak.

"Iya, Mas Marshall. Kita main ke playground yaa." jawab Syafiq santai.

"Come on, Apap! Kita ke playground. Hurry, hurry!" seru Marshall sambil menggandeng tanganku.

Sepanjang perjalanan menuju playground yang ada di mall ini, aku sungguh dibuat keki setangah mati oleh Niana. Bagaimana ndak keki kalau dia malah berjalan bersisian dengan Syafiq di belakangku dan Marshall? Kenapa dia ndak berjalan bersamaku dan Marshall sih? Ck!

"Mas Askha, aku sama Isha nunggunya langsung di resto aja kali ya? Sementara nunggu kalian main. Lagipula Isha juga pules gini. Biar dia nyaman, enggak keganggu tidurnya."

Aku mengangguk setuju. Lagipula, rasanya Isha juga masih terlalu kecil untuk berada di area playground.

"Bang Syafiq mau ikut aku nunggu di tempat makan atau gimana?"

Baru Syafiq ingin membuka mulutnya, Marshall sudah lebih dulu bersuara.

"Om Capik with me, Amam. Janji main sama aku."

Niana dan Syafiq lantas kompak tertawa.

"Okay, okay. Om Capiknya sama Marshall. Amam sama Adek Isha aja." sahut Niana.

"Tapi Om Capik antar Amam sama Adek dulu boleh? Marshall duluan sama Apap, nanti Om susul. Boleh?" tanya Syafiq.

What the hell is it? Kelihatan sekali kalau dia mau dekat-dekat Nianaku.

"It's okay, Om Capik. I'll wait here with Apap. Ayo Apap kita masuk duluan. Ayooo!"

Marshall lalu menarik tanganku dengan kencang. Membuatku mau ndak mau harus menuruti keinginannya. Sementara Niana, Syafiq, dan Isha bergerak menjauh menuju tempat makan dengan Syafiq yang kembali mendorong stroller Isha dan Niana yang berjalan di sampingnya. Ck! Lagi-lagi aku harus melaihat sebuah potret keluarga bahagia..

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang