01

8.7K 1K 84
                                    

"Pak Askha?"

Aku mengangkat kepalaku yang sedari tadi tertunduk begitu mendengar suara Dokter Ajeng. Sambil beranjak dari dudukku, aku kembali mengusap wajahku. Entah sudah yang keberapa kali.

"Bu Rania dan bayinya berhasil diselamatkan. Bayi anda perempuan dan sangat cantik. Beratnya 2,5KG dan panjangnya 46CM. Semuanya normal, tapi kondisinya memang cukup lemah. Dan karena harus lahir sebelum waktunya, bayi cantik anda dan Bu Rania harus tinggal di inkubator dalam beberapa waktu. Kami akan memeriksanya secara menyeluruh dan akan terus memantau kondisi dan perkembangannya."

Aku menghembuskan nafas lega. Satu bebanku rasanya terlepas.

"Bagaimana dengan istri saya, Dok?"

Dokter Ajeng menghela nafasnya sambil mengedarkan pandangannya ke sekelilingku.

"Bu Rania kondisinya masih sangat lemah karena kehilangan banyak darah juga dehidrasi. Kami sudah memberinya dua kantung darah. Kami juga akan memantau kondisi Bu Rania secara berkala. Semoga tidak ada masalah yang berarti."

"Anak saya jatuh dari tangga, Dok. Apa ada masalah lainnya, selain pelipisnya yang luka?" Mama bertanya dengan suaranya yang masih serak dan bergetar.

"Untuk hal ini, tadi kami sudah berkoordinasi dengan dokter trauma IGD. Sejauh ini tidak ada masalah lain terkait jatuhnya Ibu Rania, Bu. Hanya luka di pelipis dan tangannya ada yang memar, karena sepertinya Bu Rania melindungi perutnya dengan tangannya saat terjatuh. Nanti jika kondisi Bu Rania sudah membaik, akan kami screening lebih lanjut untuk memastikan. Karena fokus utama kami tadi adalah menyelamatkan bayi dan juga Bu Rania."

"Terima kasih, Dok." ucap Mama sambil terisak.

Dan untuk yang satu ini, batu yang sangat besar rasanya masih menghimpitku. Membuatku merasa sesak.

"Setelah stabil, Bu Rania akan segera dipindah ke ruang rawatnya. Bapak dan Ibu bisa menemuinya setelah Bu Rania sudah di ruangannya yaa. Pak Askha, jika sudah siap untuk menemui putri hebat Bapak, bisa langsung menuju ruang bayi ya, Pak. Nanti akan ada perawat yang memandu. Mari semuanya, saya permisi."

Sepeninggal Dokter Ajeng, aku langsung menatap kedua orang tuaku. Ayah menatapku datar. Bunda berjalan menghampiriku dan langsung memelukku.

"Tugas kamu semakin berat, Kha."

Bunda lalu mengurai pelukannya.

"Sekarang kamu temui dulu anak cantikmu itu. She's need you." Bunda mengusap pundak kiriku.

Aku mengalihkan tatapanku ke arah Papa dan Mama. Mama sama sekali tidak melihat ke arahku. Sedangkan Papa menatapku dengan tatapan bijaknya. Aku melangkah mendekat ke arah mereka.

Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya pelan.

"Pa, apa boleh saya yang mengadzankan bayi kami?"

Mama langsung menatapku sinis.

"Valen sudah di mana, Pa? Biar Valen aja yang ngadzanin cucu Mama."

Shit. Aku mengepalkan tanganku dengan kuat. Penolakan ini rasanya sungguh menyakitkan. Sangat.

"Ta-tapi sa-"

"Biar Askha melakukan tugas terakhirnya, Ma. Biarkan dia yang tetap mengadzankan putrinya."

Mama menatap Papa dengan ekspresi tidak terima. Namun Papa langsung mengusap bahu Mama seakan sedang meyakinkan Mama jika itu memang sudah menjadi tugasku sebagai Ayahnya.

Papa kembali menatapku dan menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih, Pa."

---

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang