07

4.3K 645 44
                                    

Geo langsung merangsek masuk ke dalam ruanganku begitu Irena pergi. Wajahnya pucat pasi dan suaranya bergetar.

"Bos! Handphone lo mati atau gimana sih? Masih berfungsi nggak sih itu handphone?!"

Aku mengerutkan alisku sambil menatapnya. Kemudian aku mengalihkan pandanganku ke meja di depanku. Di mana ponselku? Aku lalu meraba celanaku. Shit.

"Kenapa? Nggak ada? Ketinggalan?"

Aku mengangguk, "Kayaknya ketinggalan di mobil. Why, Ge?"

Geo membuang nafasnya keras sambil menatapku sengit.

"Pantesan." Geo kembali menghela nafasnya. "Nyokap lo barusan telepon gue. Katanya dia telepon lo tapi nggak ada jawaban. Anak lo, Kha. Isha."

Mataku langsung membulat seketika. Bahkan aku langsung berdiri dari dudukku.

"Kenapa dia, Ge? Isha kenapa?!" tanyaku dengan suara meninggi.

"Kondisinya tiba-tiba menurun dan lo diminta segera ke rumah sakit, sekarang juga."

Aku langsung menyambar kunci mobilku dan berlari meninggalkan Geo. Damn it!

---

Aku sudah melajukan mobilku secepat yang aku bisa. Tapi sialnya, Jalan Antasari dijam-jam seperti ini harus membuatku tertahan cukup lama. Akibatnya, aku baru sampai di rumah sakit hampir tiga puluh menit kemudian. Padahal dari Bigsmall ke rumah sakit ini, seharusnya bisa ditempuh dengan waktu paling lama lima belas menit saja.

Aku langsung berlari menuju ruang NICU karena kuyakin Rania dan yang lainnya sudah berada di sana. Pikiranku rasanya sudah ndak karuan. Cemas, panik, dan rasa kesal pada diriku sendiri bercampur menjadi satu. Sialan. Kenapa ponselku tadi harus tertinggal di mobil sih?! Damn it! You're so stupid, Askhara.

"Permisi Suster, saya Askhara. Ayahnya Isha, Tavisha. Bisa saya masuk ke dalam?" ucapku sambil terengah.

Kulihat dua orang suster di hadapanku menatapku bingung, membuatku berdecak seketika. Oh come on!

"Sus?"

"Oh iya. Maaf-maaf, Pak Askhara. Mari saya antar." ucap seorang suster yang langsung beranjak dari duduknya.

Aku berjalan membuntutinya sambil mencoba untuk mengatur nafasku. Jantungku rasanya semakin berdegup kencang. Kaki dan tanganku sedikit bergetar. Bahkan bisa kurasakan kedua telapak tanganku yang mendingin.

"Silahkan dipakai dulu ya Pak jubahnya."

Aku segera meraih jubah khusus yang diulurkannya dan langsung memakai jubah itu dengan cepat.

"Silahkan masuk ya, Pak. Sudah tau tempatnya kan?" tanyanya begitu aku selesai memakai jubahku.

Aku langsung mengangguk, "Sudah, Sus."

Suster yang di seragamnya terbordir nama Melani itu lalu mengangguk sambil tersenyum ke arahku, "Silahkan, Pak Askhara. Jangan lupa pakai handsanitizer yang ada di dekat pintu ya Pak begitu Bapak masuk."

Aku kembali mengangguk, "Terima kasih, Suster Melani."

Aku langsung bergegas melangkah masuk menuju ruang rawat Isha. Tanganku semakin dingin dan jantungku semakin berdegup dengan hebat seiring dengan langkahku yang semakin mendekati ruangannya.

Langkahku langsung terhenti begitu aku sampai di depan pintu ini. Nafasku tercekat dan jantungku rasanya merosot dari tempatnya. What the hell is going on there?!

Aku melihat dengan jelas dari kaca yang ada di pintu ini, ada Rania, Bunda, dan Mama yang berdiri di dekat inkubator Isha. Lalu ada Dokter Syafiq yang sedang berdiri menyamping sambil bertelanjang dada dan menghadap ke arah Rania, Bunda, dan Mama. Dan bisa kulihat jika dia sedang mendekap seorang bayi dengan erat. Oh God! That's my Isha!

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang