16

1.8K 235 27
                                    

Terasa dekat, namun sulit kugapai. Itulah kesimpulan dari sisa perayaan ulang tahun Marshall kemarin. Niana berada dekat bahkan sangat dekat denganku. Tapi sialannya, aku sama sekali ndak bisa menggapainya.

"Woy!"

Seruan Geo membuyarkan lamunanku. Dia baru saja datang bersama Jani. Baru balik dari lokasi shooting iklan salah satu produk bahan masakan.

"Galau banget yang abis ngerayain ultah anak bareng mantan istri." Kali ini Jani yang bersuara.

Mereka langsung duduk di sofa panjang yang ada di ruanganku ini. Membuatku bangkit dari kursiku dan duduk di salah satu sofa yang kosong di dekat mereka.

"Ya abis gimana dong, Jan. Niat hati mau colongan pendekatan ulang biar bisa rujuk. Eeeh gebetan si mantan idaman malah tau-tau nongol di akhir acara."

"Bukan colongan lagi dong kalo gitu. Itu mah udah ditahap kecolongan bebs!"

Jani dan Geo kompak terbahak bersama. Sahabat brengsek memang. Penderitaan sahabatnya malah dijadikan bahan guyonan.

"Lo tau dari mana sih, Njir?!" seruku kesal.

Tau-taunya pula si Geo ini dengan drama nestapaku kemarin.

"Tau dari Ayang Alara lah! Lo lupa kalo mantan bini lo tuh sahabatan dempet sama si Alara? Bini eh ralat. Mantan istri lo tuh cerita ke Alara. Alara cerita deh ke gue." terang Geo.

"Terus Geo cerita deh ke gueee." sambung Jani diakhiri kekehan khasnya.

Kan.

"Memang bedebah lo berdua." umpatku kesal.

Mereka berdua ini sahabatku sejak dulu kala. Aku yang super pendiam dan kaku, sangat sulit bisa memiliki teman. Cuma Geo dan Jani yang mau dan betah berteman denganku. Untungnya kami bertiga satu frekuensi meskipun karakter kami berbeda-beda. Sehingga persahabatan kami masih berjalan sampai saat ini.

"Eh iya, Jan. Laki lo balik sini kapan? Kok lo nekat sih ngasih laki lo mudik ke Jerman sendiri?"

"Ya memang kenapa, Geologiii? Dia kan lama nggak mudik. Anak kami juga mesti sekolah. Udah paling bener biarin dia mudik sendiri dulu. Kapan ada waktu baru bareng-bareng ke sana."

Jani ini memang suka memanggil Geo dengan panggilan-panggilan khas ilmu pengetahuan itu. Geologi, Geografi, Geofisika, bahkan yang harusnya meteorologi diubah menjadi Geomotorologi. Entahlah. Suka-sukanya si Jani aja.

"Laki lo kan cakep, Jani. Jakarta - Jerman tuh jauh. Dipepet cewe lain bahaya. Gue sih nggak bakal tenang kalo jadi lo."

Tangan Dayu Janika otomatis melayang dan mendarat mulus di kepala Geo.

"Lambe jangan sembarang kalo ngejeplak."

"Ya kan gue mah apa adanya. Yang muka pas-pasan atau mohon maap yang nyata jeleknya aja banyak yang nyeleweng. Lah laki lo kan bule cakep. Jauh pula. Yang deketan aja bisa-bisanya melipir ke yang lain."

"Wah, Kha. Berani-beraninya dia nyindir lo."

"Anrit! Enggak, Bos. Nggak gitu. Nih si Jani bisa-bisanya mikir sampe ke situ. Enggak, Kha. Nggak maksud gitu kok gue sueerrr!"

"Bokis banget lo. Ngomongnya aja sambil lirik-lirik ke Askhara."

Gantian kini tangan Geo yang melayang ke kepala Jani.

"Jingan ya. Kepala gue difitrahin nih, Ge!"

"Lo pikir pala hamba enggak? Dari dulu hobi lo geplakin pala gue mulu."

"Kan biar waras. Kepala lo kalo nggak digeplakin gitu, isinya melenceng terus dari tempatnya. Eh, emang ada isinya?"

Mereka sontak terbahak lagi.

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang